1. Pengantar
Di Indonesia ada Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang berfungsi
sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan
dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Standar
Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat. Standar
Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan
berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal,
nasional, dan global.
Dalam UU SPN Tahun 2003 pasal 35 maupun dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 ada pengkatagorian sekolah berdasarkan berbagai kriteria sekolah yang sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan sebagaimana diamanatkan bahwa
kriteria minimal tentang berbagai aspek yang relevan dalam pelaksanaan
sistem pendidikan nasional yang harus dipenuhi oleh penyelenggara
dan/atau satuan pendidikan, yang berlaku di seluruh wilayah hukum
Negara Kesatuan Republik Indonesia mencakup standar kompetensi lulusan,
standar isi, standar proses, standar sarana dan prasarana, standar
tenaga pendidik dan kependidikan, standar manajemen, standar
pembiayaan, dan standar penilaian.
Pengkategorian pendidikan dasar dan menengah di Indonesia menurut UU 20/2003 dan PP Nomor 19 Tahun 2005 pasal 11 dan 16:
a. Sekolah formal standar (sekolah potensial/rintisan)
b. Sekolah formal mandiri (Sekolah Standar Nasional (SSN))
c. Sekolah bertaraf internasional (SBI)
Berikut merupakan bagan pengkatagorian sekolah di Indonesia :
(Dit. Jen. Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah; 2007)
Sekolah
potensial, yaitu sekolah yang masih relatif banyak kekurangan/kelemahan
untuk memenuhi kriteria sekolah yang sesuai dengan Standar Nasional
Pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam UUSPN Tahun 2003 pasal 35
maupun dalam PP Nomor 19 Tahun 2005. Ditegaskan
dalam penjelasan PP Nomor 19 Tahun 2005 pasal 11 ayat 2 dan 3 bahwa
kategori sekolah potensial adalah sekolah yang belum memenuhi (masih
jauh) dari SNP.
Sekolah
standar nasional (SSN) adalah sekolah yang sudah atau hampir memenuhi
SNP, yaitu standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses,
standar sarana dan prasarana, standar tenaga pendidik dan kependidikan,
standar manajemen, standar pembiayaan, dan standar penilaian. Sedangkan
Sekolah bertaraf internasional selanjutnya disingkat SBI adalah sekolah
yang sudah memenuhi seluruh SNP yang diperkaya dengan keunggulan mutu
tertentu yang berasal dari negara anggota OECD atau negara maju
lainnya.
2. Pengertian Sekolah Bertaraf International (SBI)
Menurut
data Education Development Index (EDI) yang diterbitkan UNESCO pada
2007, peringkat Indonesia mengalami penurunan dari peringkat 58 menjadi
peringkat 62 dari antara 130 negara. Skor EDI Indonesia adalah 0,935
yang lebih rendah daripada Malaysia (0,945) dan Brunei Darusalam
(0,965). Hal ini mendorong para penanggungjawab dan pelaku pendidikan
di Indonesia untuk berupaya mendesain berbagai program dan kebijakan
dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan ke arah yang lebih baik. (Anonim; 2010)
Salah
satu kebijakan pemerintah pusat dalam rangka peningkatan kualitas
pendidikan di Indonesia adalah penyelenggaraan Sekolah Bertaraf
Internasional (SBI) [Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 pasal 50 ayat
(3) dan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 pasal 61 ayat (1)].
Kebijakan SBI diharapkan dapat menjadi faktor pendorong bagi Pemerintah
Pusat dan Daerah (Propinsi dan Kabupaten) guna meningkatkan kualitas
sekolah-sekolah di Indonesia.
Di
Indonesia, sekolah bertaraf internasional diawali dengan didirikannya
sekolah-sekolah yang disiapkan khusus untuk menampung siswa-siwa asing,
yang orangtuanya bekerja sebagai diplomat asing ataupun bekerja di
perusahaan-perusahaan multinasional seperti Jakarta Internasional
School (JIS), yang didirikan tahun 1951. Sejak itu, mulai bermunculan
berbagai sekolah bertaraf/berstandar internasional di Indonesia, baik
yang didirikan oleh kantor-kantor Kedutaan Besar asing maupun oleh
lembaga-lembaga swasta (domestik dan asing) yang bergerak di bidang
pendidikan. (Anonim; 2010)
Pemerintah
Indonesia melalui Kementerian Pendidikan Nasional mendefinikan SBI
sebagai satuan pendidikan yang diselenggarakan dengan menggunakan
Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan diperkaya dengan standar salah
satu Negara anggota OECD dan atau negara maju lainnya (X), yang
dirumuskan :
SNP + X
Organisation for Economic Co-Operation and Development yang
selanjutnya disingkat OECD adalah organisasi internasional yang
tujuannya membantu pemerintahan negara anggotanya untuk menghadapi
tantangan globalisasi ekonomi. Sedangkan negara maju lainnya adalah
negara yang tidak termasuk dalam keanggotaan OECD tetapi memiliki keunggulan dalam bidang pendidikan tertentu. (Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009
Tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang
Pendidikan Dasar Dan Menengah)
Walapun
berbagai peraturan terkait SBI telah diterbitkan, namun belum ada
panduan operasional yang jelas untuk mencapai standar tersebut.
Dibangunnya faktor ’X’ oleh masing-masing SBI yang ada di Indonesia
mengakibatkan sistem dan model yang dianut oleh masing-masing sekolah
jadi berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya, yang akhirnya
berdampak pada kualitas pendidikan dan lulusan yang tidak seragam.
Saat
ini di seluruh Indonesia sudah terdapat puluhan bahkan ratusan sekolah
bertaraf internasional dengan menggunakan sistem yang berbeda-beda.
Kurang lebih ada 3 (tiga) sistem yang paling banyak digunakan oleh
sekolah-sekolah bertaraf internasional di Indonesia yaitu Internasional Baccalaureate (IB), Cambridge, dan Australian Curriculum. (Anonim; 2010)
3. Badan Hukum Program Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
a. UU
No. 20/2003 (Sistem Pendidikan Nasional) pasal 50 ayat 3,
yakni:“Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan
sekurangkurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan
untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf
internasional”.
b. UU No. 32/2004 (Pemerintahan Daerah)
c. PP No.19/2005 (Standar Nasional Pendidikan)
d. PP
No 38/2007 (Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota)
e. PP No. 48/2008 (Pendanaan Pendidikan)
f. PP No. 17/2010 (Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan)
g. Permendiknas No. 63/2009 (Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan)
h. Permendiknas No. 78/2009 (Penyelenggaraan SBI pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah)
(Dikjend Man.Pend. Dasar dan Menengah Kemendiknas : 2009)
4. Latar Belakang Program Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
a. Pada
tahun 90-an, banyak sekolah-sekolah yang didirikan oleh suatu yayasan
dengan menggunakan identitas internasional tetapi tidak jelas kualitas
dan standarnya;
b. Banyak orang tua yang mampu secara ekonomi memilih menyekolahkan anaknya ke Luar Negeri;
c. Perlunya membangun sekolah berkualitas sebagai pusat unggulan (center of excellence) pendidikan;
d. Sebagai bangsa yang besar, Indonesia perlu pengakuan secara internasional terhadap kualitas proses, dan hasil pendidikannya.
(Dikjend Man.Pend. Dasar dan Menengah Kemendiknas : 2009)
5. Tujuan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
Tujuan
penyelenggaraan SBI berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Sekolah
Bertaraf Internasional Pada Jenjang Pendidikan
Dasar Dan Menengah adalah untuk menghasilkan lulusan yang memiliki :
a. kompetensi
sesuai standar kompetensi lulusan dan diperkaya dengan standar
kompetensi pada salah satu sekolah terakreditasi di negara anggota OECD ataun negara maju lainnya
b. daya saing komparatif tinggi yang dibuktikan dengan kemampuan menampilkan keunggulan lokal ditingkat internasional
c. kemampuan
bersaing dalam berbagai lomba internasional yang dibuktikan dengan
perolehan medali emas, perak, perunggu dan bentuk penghargaan
internasional lainnya
d. kemampuan bersaing kerja di luar negeri terutama bagi lulusan sekolah menengah kejuruan
e. kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Inggris (skor TOEFL Test > 7,5) dalam skala internet based test bagi SMA, skor TOEIC 450 bagi SMK), dan/atau bahasa asing lainnya
f. kemampuan
berperan aktif secara internasional dalam menjaga kelangsungan hidup
dan perkembangan dunia dari perspektif ekonomi, sosio-kultural, dan
lingkungan hidup
g. kemampuan menggunakan dan mengembangkan teknologi komunikasi dan informasi secara professional.
(Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009
Tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang
Pendidikan Dasar Dan Menengah pasal 2)
6. Proses Menuju Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
a. Sekolah harus menenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang meliputi:
1) standar isi;
2) Standar proses;
3) Standar kompetensi lulusan;
4) Standar pendidik dan tenaga kependidikan;
5) Standar sarana dan prasarana;
6) Standar pengelolaan;
7) Standar pembiayaan; dan
8) Standar penilaian pendidikan
b. Sekolah yang memenuhi standar minimal SNP diberikan pendampingan, pembimbingan, penguatan, dalam bentuk Rintisan SBI (RSBI)
(Dikjend Man.Pend. Dasar dan Menengah Kemendiknas : 2009)
7. Kriteria Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
No.
|
Parameter
|
Persyaratan
|
1.
|
Standar Nasional Pendidikan (SNP)
|
Harus Sudah Terpenuhi
|
2.
|
Guru
|
Min S2/S3: 10% (SD), 20% (SMP), 30% (SMA/K)
|
3.
|
Kepala Sekolah
|
Min S2 dan mampu berbahasa asing secara aktif
|
4.
|
Akreditasi
|
A (95)
|
5.
|
Sarana Prasarana
|
Berbasis TIK
|
6.
|
Kurikulum
|
KTSP diperkaya dengan kurikulum dari negara maju, penerapan SKS pada
SMA/SMK
|
7.
|
Pembelajaran
|
Berbasis TIK, dan bilingual (mulai kelas 4 SD), sister school dengan sekolah dari negara anggota OECD atau negara maju lainnya
|
8.
|
Manajemen
|
Berbasis TIK; ISO 9001 dan ISO 14000
|
9.
|
Evaluasi
|
Menerapkan model UN dan diperkaya dengan sistem ujian internasional (Negara
Maju dan atau negara lain yang memiliki keunggulan tertentu)
|
10.
|
Lulusan
|
Memiliki daya saing internasional dalam melanjutkan pendidikan dan bekerja (SMK)
|
11.
|
Kultur Sekolah
|
Terjaminnya Pendidikan Karakter, Bebas Bullying, Demokratis, Partisipatif
|
12.
|
Pembiayaan
|
APBN, APBD dan boleh memungut biaya dari masyarakat atas dasar RAPBS
yang akuntabel
|
(Dikjend Man.Pend. Dasar dan Menengah Kemendiknas : 2009
8. Jenjang Menuju Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
Menuju
Sekolah Bertaraf Internasional, harus ada tahapan menjadi sekolah
Standar Nasional (SSN) dan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional
terlebih dahulu. Setiap tahapan harus memenuhi beberapa persyaratan
yang berlaku sebagai berikut :
Selain
hal yang telah disebutkan di atas, ada beberapa program dan kegiatan
yang harus dilakukan oleh sebuah sekolah untuk menuju Sekolah
Berstandar Internasional (SBI), seperti yang disebutkan berikut ini :
a. Mempersiapkan kurikulum yang mengacu pada kurikulum negara maju
b. Meningkatkan kualitas proses pembelajaran
c. Melatih guru dalam pemanfaatan TIK dalam proses pembelajaran
d. Meningkatkan kompetensi dan kualifikasi guru
e. Mendapatkan pendampingan dari Tenaga Ahli
f. Menjalin sister school
g. Meningkatkan kemampuan guru dalam berbahasa internasional
i. Menyelenggarakan pelatihan leadership untuk Kepala Sekolah
j. Melengkapi sarana sekolah
(Dikjend Man.Pend. Dasar dan Menengah Kemendiknas : 2009)
9. Standar Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
a. Umum
SBI
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah diselenggarakan setelah
memenuhi seluruh 8 (delapan) unsur SNP yang diperkaya dengan standar
pendidikan negara anggota OECD atau negara maju lainnya.
b. Kurikulum
1) Kurikulum SBI disusun berdasarkan standar isi dan standar kompetensi lulusan yang diperkaya dengan standar dari negara anggota OECD atau negara maju lainnya.
2) SBI menerapkan satuan kredit semester (SKS) untuk SMP, SMA, dan SMK
c. Proses Pembelajaran
1) SBI melaksanakan standar proses yang diperkaya dengan model proses pembelajaran di negara anggota OECD atau negara maju lainnya.
2) Proses
pembelajaran sebagaimana dimaksud ayat (1) menerapkan pendekatan
pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi, aktif,
kreatif, efektif, menyenangkan, dan kontekstual.
3) SBI
dapat menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggris dan/atau bahasa asing
lainnya yang digunakan dalam forum internasional bagi mata pelajaran
tertentu.
4) Pembelajaran
mata pelajaran Bahasa Indonesia, Pendidikan Agama, dan Pendidikan
Kewarganegaraan, Pendidikan Sejarah, dan muatan lokal menggunakan
bahasa pengantar bahasa Indonesia.
5) Penggunaan
bahasa pengantar bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dimulai dari kelas IV untuk SD.
d. Pendidik dan Tenaga Kependidikan
1) Pendidik
SBI memenuhi standar pendidik yang diperkaya dengan standar pendidik
sekolah dari negara anggota OECD atau negara maju lainnya.
2) Seluruh pendidik mampu memfasilitasi pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
3) Pendidik
mampu mengajar dalam bahasa Inggris dan/atau bahasa asing lainnya yang
digunakan dalam forum internasional bagi mata pelajaran/bidang studi
tertentu, kecuali Bahasa Indonesia, endidikan Agama, dan Pendidikan
Kewarganegaraan, Pendidikan Sejarah, dan muatan lokal.
4) SD
bertaraf internasional memiliki paling sedikit 10% pendidik yang
berpendidikan S2 atau S3 pendidikan guru sekolah dasar (PGSD) dan/atau
berpendidikan S2 atau S3 sesuai dengan mata pelajaran yang diampu dari
perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi.
5) SMP
bertaraf internasional memiliki paling sedikit 20% pendidik yang
berpendidikan S2 atau S3 sesuai dengan bidang studi yang diampu dari
perguruan tinggi yang program studinya sudah terakreditasi.
6) SMA
dan SMK bertaraf internasional memiliki paling sedikit 30% pendidik
yang berpendidikan S2 atau S3 sesuai dengan bidang studi yang diampu
dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi.
7) Pendidik
mata pelajaran kejuruan pada SMK harus memiliki sertifikat kompetensi
dari lembaga sertifikasi kompetensi, dunia usaha/industri, asosiasi
profesi yang diakui secara nasional atau internasional.
8) Pendidik
memiliki skor TOEFL ≥ 7,5 atau yang setara atau bahasa asing lainnya
yang ditetapkan sebagai bahasa pengantar pembelajaran pada SBI yang
bersangkutan.
9) SBI
dapat memperkerjakan pendidik warga negara asing apabila tidak ada
pendidik warga negara Indonesia yang mempunyai kualifikasi dan
kompetensi yang diperlukan untuk mengampu mata pelajaran/bidang studi
tertentu.
10) Pendidik warga negara asing paling banyak 30% dari keseluruhan pendidik.
11) Pendidik warga negara asing harus mampu berbahasa Indonesia dengan baik.
12) Tenaga
kependidikan SBI sekurang-kurangnya meliputi kepala sekolah, tenaga
perpustakaan, tenaga laboratorium, teknisi sumber belajar, tenaga
administrasi, tenaga kebersihan, dan tenaga keamanan.
13) Tenaga
kependidikan SBI memenuhi standar tenaga kependidikan yang diperkaya
dengan standar tenaga kependidikan sekolah di negara anggota OECD atau negara maju lainnya.
14) Kepala sekolah wajib :
a. berkewarganegaraan Indonesia;
b) berpendidikan
minimal S2 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi
atau dari perguruan tinggi negara lain yang diakui setara S2 di
Indonesia;
c) telah menempuh pelatihan kepala sekolah dari lembaga pelatihan kepala sekolah yang diakui oleh Pemerintah;
a. mampu berbahasa Inggris, dan/atau bahasa asing lainnya secara aktif;
b. memiliki skor TOEFL ≥ 7,5 atau bahasa asing lainnya secara aktif;
c. memiliki jiwa kewirausahaan;
d) kemampuan di bidang manajemen, organisasi, dan kepemimpinan pendidikan
e) serta kewirausahaan;
f) mampu membangun jejaring internasional;
g) kemampuan mengoperasikan komputer/teknologi informasi dan komunikasi
h) untuk mendukung pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya; dan
i) kemampuan mengembangkan rencana pengembangan sekolah
j) (RPS)/rencana kerja sekolah (RKS) dan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS).
e. Sarana dan Prasarana
1) SBI
memenuhi standar sarana dan prasarana yang diperkaya dengan standar
sarana dan prasarana pendidikan dari negara anggota OECD atau negara
maju lainnya.
2) Setiap ruang kelas SBI dilengkapi dengan sarana pembelajaran berbasis TIK.
3) SBI memiliki perpustakaan yang dilengkapi dengan sarana digital yang
4) memberikan akses ke sumber pembelajaran di seluruh dunia (e-library).
5) SBI memiliki ruang dan fasilitas untuk mendukung pengembangan profesionalisme guru.
6) SBI
melengkapi sarana dan prasarana yang dapat dimanfaatkan peserta didik
untuk mengembangkan potensinya dibidang akademik dan non-akademik.
f. Pengelolaan
Pengelolaan SBI harus :
1) memenuhi standar pengelolaan yang diperkaya dengan standar pengelolaan sekolah di negara anggota OECD atau negara maju lainnya
2) menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001 dan ISO 14000 versi terakhir;
3) menjalin kemitraan dengan sekolah unggul di dalam negeri dan/atau di negara maju;
4) mempersiapkan
peserta didik yang diharapkan mampu meraih prestasi tingkat nasional
dan/atau internasional pada aspek ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau
seni; dan
5) menerapkan sistem administrasi sekolah berbasis teknologi informasi dan komunikasi pada 8 (delapan) standar nasional pendidikan.
6) Pengelolaan SBI pada SD, SMP, SMA, dan SMK dapat diselenggarakan secara :
a) satu sistem-satu atap
b) satu sistem tidak-satu atap
c) beda sistem tidak-satu atap
7) Model
terpadu-satu sistem-satu atap dilaksanakan dalam satu atap dilaksanakan
dalam satu lokasi dengan menggunakan sistem pengelolaan pendidikan yang
sama.
8) Model
terpisah-satu sistem-tidak satu atap dilaksanakan dalam lokasi yang
berbeda atau terpisah dengan menggunakan sistem pengelolaan pendidikan
yang sama.
9) Model
terpisah-beda sistem-tidak satu atap dilaksanakan di lokasi yang
berbeda (terpisah) dengan sistem pengelolaan pendidikan yang berbeda.
10) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan model SBI diatur dalam peraturan tersendiri.
g. Pembiayaan
1) Biaya
penyelenggaraan SBI memenuhi standar pembiayaan pendidikan dan
menerapkan tata kelola keuangan yang transparan dan akuntabel.
2) Pemerintah,
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan masyarakat sesuai
dengan kewenangannya berkewajiban membiayai penyelenggaraan SBI.
3) SBI
dapat memungut biaya pendidikan untuk menutupi kekurangan biaya di atas
standar pembiayaan yang didasarkan pada RPS/RKS dan RKAS.
4) Pemerintah
dapat menyediakan bantuan dana sarana dan prasarana, pendidik, dan
tenaga kependidikan serta bantuan lainnya untuk keperluan
penyelenggaraan SBI yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah atau
Masyarakat
5) Pemerintah
provinsi dapat menyediakan bantuan dana, sarana dan prasarana, pendidik
dan tenaga kependidikan serta bantuan lainnya untuk keperluan
penyelenggaraan SBI yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah
kabupaten/kota, atau masyarakat.
6) Pemerintah
kabupaten/kota dapat menyediakan bantuan dana, sarana dan prasarana,
pendidik, dan tenaga kependidikan serta bantuan lainnya untuk keperluan
penyelenggaraan SBI yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah
provinsi, atau masyarakat.
7) Masyarakat
dapat menyediakan bantuan dana, sarana dan prasarana, pendidik, dan
tenaga kependidikan serta bantuan lainnya untuk keperluan
penyelenggaraan SBI yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, atau masyarakat.
8) Bantuan
pada SBI dituangkan dalam dan digunakan sesuai dengan rencana
pengembangan sekolah/rencana kerja sekolah, rencana kegiatan, dan
anggaran sekolah.
9) Bantuan
pada SBI dapat dihentikan apabila sekolah yang bersangkutan tidak
menunjukkan kinerja yang sesuai dengan tujuan penyelenggaraan SBI
10) Tata
cara pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan penyelenggaraan SBI
berpedoman pada prinsip efisiensi, efektivitas, keterbukaan dan
akuntabilitas sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
11) Pengelolaan
dan pertanggungjawaban keuangan dalam pembiayaan penyelenggaraan SBI
dilakukan sesuai dengan Standar Akuntansi Indonesia dan memperoleh
hasil audit akuntan publik dengan predikat wajar tanpa pengecualian
(Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009
Tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang
Pendidikan Dasar Dan Menengah pasal 13-14)
Secara rinci dapat dijabarkan sebagai berikut :
Sumber Biaya
|
Penggunaan
|
APBN
|
Untuk biaya operasional dalam rangka pengembangan kapasitas untuk menuju standar kualitas SBI
1.Proses Pembelajaran (30%)
2.Sarana penunjang PBM (25%)
3.Manajemen Maksimal 20%
4.Subsidi siswa miskin dan kesiswaan (25%)
|
APBD
Prov/Kab/Kota
|
Untuk biaya investasi dan biaya operasional rutin
|
Masyarakat dan
atau Orang Tua
|
Biaya investasi dan operasional untuk menutup kekurangan biaya dari APBN dan APBD untuk menuju standar kualitas SBI
|
(Dikjend Man.Pend. Dasar dan Menengah Kemendiknas : 2009)
Berikut
merupakan rincian dana terendah dan tertinggi yang dibebankan oleh
orangtua sesuai aturan Dikjend Man.Pend. Dasar dan Menengah Kemendiknas
tahun 2009 :
Komponen
Biaya
|
SD
(Rp)
|
SMP
(Rp)
|
SMA
(Rp)
|
SMK
(Rp)
| |
SPP per Bulan
|
Biaya Terendah
|
0
|
0
|
0
|
0
|
Biaya Tertinggi
|
150.000
|
600.000
|
450.000
|
250.000
| |
Sumbangan Sukarela (Pertama Masuk)
|
Biaya Terendah
|
0
|
0
|
0
|
0
|
Biaya Tertinggi
|
1.000.000
|
12.500.000
|
15.000.000
|
2.700.000
|
(Dikjend Man.Pend. Dasar dan Menengah Kemendiknas : 2009)
h. Penilaian
1) SBI menerapkan standar penilaian yang diperkaya dengan sistem penilaian pendidikan sekolah unggul di negara anggota OECD atau negara maju lainnya.
2) SBI menerapkan model penilaian otentik dan mengembangkan model penilaian berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
3) Peserta didik SBI wajib mengikuti ujian nasional.
4) SBI melaksanakan ujian sekolah yang mengacu pada kurikulum satuan pendidikan yang bersangkutan.
5) SBI dapat melaksanakan ujian sekolah sebagaimana dimaksud dalam bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya.
6) SBI
dapat memfasilitasi peserta didiknya untuk mengakses sertifikasi yang
diakui secara internasional dan/atau mengikuti ujian akhir sekolah yang
sederajat dari negara anggota OECD atau negara maju lainnya.
(Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009
Tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang
Pendidikan Dasar Dan Menengah pasal 3-15)
10. Peserta Didik Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
a. Penerimaan siswa baru SBI pada sekolah dilaksanakan berdasarkan persyaratan sebagai berikut :
1) SD
i. Akte kelahiran;
ii. Tes kecerdasan di atas rata-rata Tes Intelegensi Kolektif Indonesia
iii. (TIKI) dan/atau tes potensi akademik;
iv. Tes minat dan bakat;
v. Surat keterangan sehat dari dokter;
vi. Kesediaan
membayar pungutan untuk menutupi kekurangan biaya di atas standar
pembiayaan pendidikan kecuali bagi peserta didik dari orang tua yang
tidak mampu secara ekonomi.
2) SMP
i. Nilai rata-rata rapor SD Kelas IV sampai Kelas VI minimal 7,5;
ii. Nilai rata-rata ijazah SD minimal 7,5;
iii. Tes kecerdasan di atas rata-rata Tes Intelegensi Kolektif Indonesia (TIKI) dan/atau tes potensi akademik;
iv. Tes minat dan bakat;
v. Surat keterangan sehat dari dokter; dan
vi. Kesediaan
membayar pungutan untuk menutupi kekurangan biaya di atas standar
pembiayaan pendidikan kecuali bagi peserta didik dari orang tua yang
tidak mampu secara ekonomi.
3) SMA/SMK
i. Nilai rata-rata rapor SMP Kelas VII sampai Kelas IX minimal 7,5;
ii. Nilai rata-rata ijazah SMP minimal 7,5;
iii. Tes kecerdasan di atas rata-rata Tes Intelegensi Kolektif Indonesia (TIKI) dan/atau tes potensi akademik;
iv. Tes minat dan bakat;
v. Tes bahasa Inggris;
vi. Tes kemampuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK);
vii. Surat
keterangan sehat dari dokter; dan Kesediaan membayar pungutan untuk
menutupi kekurangan biaya di atas standar pembiayaan pendidikan kecuali
bagi peserta didik dari orang tua yang tidak mampu secara ekonomi.
b. SBI
wajib mengalokasikan beasiswa atau bantuan biaya pendidikan bagi
peserta didik warga negara Indonesia yang memiliki potensi akademik
tinggi tetapi kurang mampu secara ekonomi paling sedikit 20% dari
jumlah seluruh peserta didik.
c. Pembinaan
peserta didik dimaksudkan untuk mengembangkan potensinya secara
maksimal, baik potensi akademik maupun non akademik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. Pola
pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan
tatap muka, penugasan terstruktur dan tidak terstruktur, dan
pengembangan diri.
e. Peserta
didik yang telah menyelesaikan program pendidikan dan lulus ujian
nasional serta ujian sekolah yang diselenggarakan oleh SBI memperoleh
ijazah.
f. Peserta
didik SMK yang telah menyelesaikan program pendidikan kejuruan dan
lulus ujian yang diselenggarakan oleh SBI diberi ijazah dan sertifikat
kompetensi internasional sesuai kompetensi keahlian internasional yang
dicapai.
g. Peserta
didik yang mengikuti dan lulus sertifikasi dari lembaga yang diakui
secara internasional berhak memperoleh sertifikat yang diakui secara
internasional.
(Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009
Tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang
Pendidikan Dasar Dan Menengah pasal16,17, dan 18)
11. Kultur Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
a. SBI
mengembangkan lingkungan sekolah yang bersih, tertib, indah, rindang,
aman, sehat, bebas asap rokok dan narkoba, bebas budaya kekerasan, dan
berbudaya akhlak mulia.
b. Proses
pendidikan berpusat pada pengembangan peserta didik, lingkungan belajar
yang kondusif, penekanan pada pembelajaran, profesionalisme, harapan
tinggi, keunggulan, respek terhadap setiap individu dan komunitas
sosial warga sekolah.
c. SBI mengembangkan budaya kompetitif dan kolaboratif serta jiwa kewirausahaan yang dilandasi oleh moral dan etika yang tinggi.
d. SBI
membangun kultur yang mengarah pada peningkatan kemampuan di bidang
bahasa Inggris dan/atau bahasa asing lainnya, teknologi informasi dan
komunikasi, dan budaya lintas bangsa.
e. Penyelenggaraan
SBI dilaksanakan dengan menjalin kerja sama bidang akademik dan
non-akademik dengan satuan pendidikan setara yang diselenggarakan oleh
lembaga pendidikan asing yang terakreditasi atau yang diakui di
negaranya.
f. Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk :
1) meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan dasar atau pendidikan menengah; dan
2) memperluas jaringan kemitraan untuk kepentingan satuan pendidikan
g. Kerja sama akademik dan non-akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk :
1) penyelenggaraan program sekolah kembaran (sister school);
2) penyelenggaraan program kegiatan perolehan kredit;
3) penyelenggaraan program transfer kredit;
4) pertukaran peserta didik;
5) pertukaran pendidik dan/atau tenaga kependidikan;
6) pemanfaatan bersama berbagai sumberdaya;
7) penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler;
8) pemagangan khusus pendidikan menengah kejuruan;
9) penyelenggaraan pertemuan ilmiah;
10) penyelenggaraan program penelitian; dan/atau
11) penyelenggaraan seminar bersama
h. Kerja
sama pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud
dapat dibatalkan, apabila setelah dilakukan pemeriksaan oleh Tim
Pengendali terbukti melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
(Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009
Tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang
Pendidikan Dasar Dan Menengah pasal 19)
12. Kewenangan Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009
Tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang
Pendidikan Dasar Dan Menengah dalam pasal-pasalnya menyebutkan beberapa
hal sebagai berikut :
a. Pasal 21
1) Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota menyelenggarakan sekurang-kurangnya 1 (satu) SBI.
2) Dalam
hal pemerintah kabupaten/kota tidak mampu menyelenggarakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pemerintah kabupaten/kota bekerja sama dengan
pemerintah provinsi.
3) Dalam
hal pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi tidak mampu
menyelenggarakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah
provinsi dan kabupaten/kota bekerja sama dengan Pemerintah.
4) Masyarakat dapat menyelenggarakan SBI.
5) Penyelenggaraan SBI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) dilakukan setelah memperoleh izin dari Menteri.
b. Pasal 22
1) Pemerintah
kabupaten/kota menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) SD bertaraf
internasional dan/atau memfasilitasi penyelenggaraan paling sedikit 1
(satu) SD bertaraf internasional yang diselenggarakan masyarakat.
2) Dalam
hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipenuhi,
maka pemerintah kabupaten/kota menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu)
SD yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional.
3) Pemerintah
kabupaten/kota menyerahkan SMP, SMA, dan SMK yang bertaraf
internasional dan yang disiapkan untuk dikembangkan menjadi SBI kepada
pemerintah provinsi.
4) Pemerintah
kabupaten/kota menyerahkan 1 (satu) SD untuk dikembangkan menjadi SBI
kepada pemerintah provinsi apabila pemerintah kabupaten/kota tidak
menyelenggarakan SD bertaraf internasional.
c. Pasal 23
1) Pemerintah provinsi memfasilitasi penyelenggarakan SD bertaraf internasional di kabupaten/kota.
2) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. pendanaan investasi;
b. pendanaan biaya operasional;
c. penyediaan pendidik dan tenaga kependidikan; dan
d. penjaminan mutu.
d. Pasal 24
1) Pemerintah
provinsi menerima satuan pendidikan yang diserahkan oleh kabupaten/kota
atau mendirikan satuan pendidikan dasar dan satuan pendidikan menengah
untuk dikembangkan menjadi SBI.
2) Pemerintah
provinsi menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) SMP, 1 (satu) SMA,
dan 1 (satu) SMK bertaraf internasional dan/atau memfasilitasi
penyelenggaraan paling sedikit 1 (satu) SMP, 1 (satu) SMA, dan 1 (satu)
SMK bertaraf internasional yang diselenggarakan masyarakat di setiap
kabupaten/kota di wilayahnya.
3) Dalam
hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dapat dipenuhi,
maka pemerintah provinsi menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) SMP,
1 (satu) SMA, dan 1 (satu) SMK yang dikembangkan menjadi satuan
pendidikan bertaraf internasional.
4) Pemerintah
kabupaten/kota dapat membantu penyelenggaraan SMP, SMA, dan SMK
bertaraf internasional atau yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan
bertaraf internasional.
e. Pasal 25
Pemerintah dapat mendirikan satuan pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional.
f. Pasal 26
1) Pemerintah
kabupaten/kota merencanakan kebutuhan mengangkat, menempatkan,
memutasikan, memberikan kesejahteraan, memberikan penghargaan,
memberikan perlindungan, melakukan pembinaan dan pengembangan, dan
memberhentikan pendidik dan tenaga kependidikan Pegawai Negeri Sipil
pada SD bertaraf internasional atau yang dikembangkan menjadi SBI yang
diselenggarakan oleh Pemerintah kabupaten/kota.
2) Pemerintah
provinsi merencanakan kebutuhan, mengangkat, menempatkan, memutasikan,
memberikan kesejahteraan, memberikan penghargaan, memberikan
perlindungan, melakukan pembinaan dan pengembangan, dan memberhentikan
pendidik dan tenaga kependidikan Pegawai Negeri Sipil pada SD, SMP,
SMA, dan SMK bertaraf internasional atau yang dikembangkan menjadi SBI
yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi.
3) Pemerintah
merencanakan kebutuhan mengangkat, menempatkan, memutasikan, memberikan
kesejahteraan, memberikan penghargaan, memberikan perlindungan,
melakukan pembinaan dan pengembangan, dan memberhentikan pendidik dan
tenaga kependidikan Pegawai Negeri Sipil pada satuan pendidikan
bertaraf internasional atau yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan
bertaraf internasional yang diselenggarakan oleh Pemerintah.
4) Mutasi kepala sekolah pegawai negeri sipil pada SBI atau yang dikembangkan menjadi SBI harus mendapat izin dari Menteri.
5) Pemerintah,
pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dapat menugaskan
pendidik Pegawai Negeri Sipil pada SBI atau yang dikembangkan menjadi
SBI yang diselenggarakan masyarakat.
(Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009
Tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang
Pendidikan Dasar Dan Menengah)
13. Perijinan Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
Mengenai
perijinan penyelenggaraan, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Sekolah
Bertaraf Internasional Pada Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah dalam
pasal-pasalnya menyebutkan beberapa hal sebagai berikut :
a. Pasal 27
Izin penyelenggaraan SBI dapat diberikan oleh Menteri kepada satuan pendidikan yang telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
i. mempunyai hasil studi kelayakan untuk menjadi SBI;
ii. memperoleh nilai akreditasi A dari BAN-S/M;
iii. berbadan hukum pendidikan;
iv. memenuhi standar nasional pendidikan yang diperkaya dengan standar pendidikan salah satu sekolah di negara anggota OECD atau negara maju lainnya;
v. telah bekerja sama dengan salah satu satuan pendidikan atau lembaga pendidikan internasional;
vi. memiliki rencana pengembangan SBI;
vii. memperoleh rekomendasi pemerintah daerah;
viii. memiliki
sumber pendanaan dari pemerintah atau pemerintah daerah untuk sekolah
yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah dan
penyelenggara sekolah untuk sekolah yang diselenggarakan oleh
masyarakat; dan
ix. penyelenggara SBI menjamin kecukupan pendanaan selama 6 (enam) tahun kedepan.
b. Pasal 28
i. Untuk
memperoleh izin penyelenggaraan SBI dari Menteri, badan hukum
pendidikan satuan pendidikan atau badan hukum pendidikan penyelenggara
mengajukan usulan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah.
ii. Usulan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi bukti persyaratan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 huruf i sampai dengan huruf ix.
iii. Paling
lambat dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah menerima usul rencana
penyelenggaraan SBI sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Departemen
melakukan verifikasi kelayakan penyelenggaraan SBI.
iv. Paling
lambat dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah dilakukan
verifikasi, Menteri memberikan izin atau menolak memberikan izin
penyelenggaraan SBI.
v. Verifikasi oleh Departemen sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilakukan Tim Pengendali yang ditetapkan oleh Menteri.
vi. Izin penyelenggaraan SBI sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan hanya untuk satu sekolah
(Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009
Tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang
Pendidikan Dasar Dan Menengah)
14. Pengendalian Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
Mengenai
pengendalian penyelenggaraan, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Sekolah
Bertaraf Internasional Pada Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah dalam
pasal 29 yang menyebutkan beberapa hal sebagai berikut, yaitu :
a. Pengendalian
penyelenggaraan SBI dimaksudkan untuk ketercapaian tujuan
penyelenggaraan sekolah bertaraf internasional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor 78 Tahun 2009.
b. Pengendalian sebagaimana dimaksud ayat di atas meliputi:
i. verifikasi dalam rangka perizinan;
ii. supervisi, pemantauan, dan evaluasi penyelenggaraan SBI.
c. Menteri dapat membentuk Tim Pengendali untuk membantu pelaksanaan pengendalian sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal 29.
(Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009
Tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang
Pendidikan Dasar Dan Menengah)
15. Pengawasan Program Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
a. Pengawasan
penyelenggaraan dan pengelolaan satuan pendidikan dasar dan menengah
bertaraf internasional mencakup pengawasan akademik dan nonakademik.
b. Pemerintah melakukan pengawasan secara nasional terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan pada SBI.
c. Pemerintah
provinsi melakukan pengawasan terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan
pendidikan pada SBI yang menjadi kewenangannya.
d. Pemerintah
kabupaten/kota melakukan pengawasan terhadap pengelolaan dan
penyelenggaraan pendidikan pada SBI yang menjadi kewenangannya.
(Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009
Tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang
Pendidikan Dasar Dan Menengah pasal 30)
16. Pelaporan dan Tindak Lanjut Program Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
a. SBI
wajib menyampaikan laporan tertulis tentang penyelenggaraan pendidikan
yang bersangkutan setiap 1 (satu) tahun kepada Menteri melalui Direktur
Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah dengan tembusan
disampaikan kepada Kepala Sekolah Dinas Pendidikan Provinsi dan Kepala
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
b. Menteri dapat meminta laporan SBI sesuai dengan kebutuhan.
(Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009
Tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang
Pendidikan Dasar Dan Menengah)
17. Program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)
Rintisan
Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) adalah Sekolah Standar Nasional
(SSN) yang menyiapkan peserta didik berdasarkan Standar Nasional
Pendidikan (SNP) Indonesia dan bertaraf Internasional sehingga
diharapkan lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional. Jadi adanya program RSBI ini adalah untuk mencapai SBI. (Anonim, 2009)
Tujuan program RSBI secara umum adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan
kualitas pendidikan nasional sesuai dengan amanat Tujuan Nasional dalam
Pembukaan UUD 1945, pasal 31 UUD 1945, UU No.20 tahun 2003 tentang
SISDIKNAS, PP No.19 tahun 2005 tentang SNP( Standar Nasional
Pendidikan), dan UU No.17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional yang menetapkan Tahapan Skala Prioritas Utama dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah ke-1 tahun 2005-2009 untuk
meningkatkan kualitas dan akses masyarakat terhadap pelayanan
pendidikan.
b. Memberi peluang pada sekolah yang berpotensi untuk mencapai kualitas bertaraf nasional dan internasional.
c. Menyiapkan lulusan yang mampu berperan aktif dalam masyarakat global.
(Anonim, 2009)
Sedangkan
tujuan secara khususnya adalah menyiapkan lulusan yang memiliki
kompetensi yang tercantum di dalam Standar Kompetensi Lulusan yang
diperkaya dengan standar kompetensi lulusan berciri internasional.
Secara umum tujuan dan program-program yang ada di RSBI mengarah menuju
Sekolah Berstandar Internasional (SBI), karena program RSBI ini memang
khusus dipersiapkan untuk mencapai jenjang Sekolah Bertaraf
Internasional (SBI).
Sebagai contoh, berikut merupakan tahap pengembangan Rintisan SMA Bertaraf Internasional ada 3 tahap, yaitu:
a. tahap Pengembangan (3 tahun pertama);
b. tahap Pemberdayaan (2 tahun; tahun ke-4 an 5); dan
c. tahap Mandiri (tahun ke-6).
(Anonim, 2009)
Pada
tahap pengembangan yaitu tahun ke-1 sampai dengan ke-3 sekolah
didampingi oleh tenaga dari lembaga professional independent dan/atau
lembaga terkait dalam melakukan persiapan, penyusunan dan pengembangan
kurikulum, penyiapan SDM, modernaisasi manajemen dan kelembagaan,
pembiayaan, serta penyiapan sarana prasarana.
Sedangkan
pada tahap pemberdayaan yaitu tehun ke -4 dan ke-5 adalah sekolah
melakasanakan dan meningkatkan kualitas hasil yang sudah dikembangkan
pada tahap pendampingan, oleh karena itu dalam proses ini hal
terpenting adalah dilakukannya refleksi terhadap pelaksanaan kegiatan
untuk keperluan penyempurnaan serta realisasi program kemitraan dengan
sekolah mitra dalam dan luar Negeri serta lembaga sertifikasi
pendidikan internasional.
Pada
tahap mandiri pada tahun ke-6 adalah sudah sekolah sudah berubah
predikatnya dari rintisan bertaraf internasional (RSBI) menjadi Sekolah
Bertaraf Internasional (SBI) dengan catatan semua profil yang
diharapkan telah tercapai. Sedangkan apabila profil yang diharapkan
mulai dari standar isi dan standar kompetensi lulusan, SDM (guru,
kepala sekolah, tenaga pendukung), sarana prasarana, penilaian,
pengelolaan, pembiayaan, kesiswaan, dan kultur sekolah belum tercapai,
maka dimungkinkan suatu sekolah RSBI akan terkena passing-out.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan RSBI, di antaranya adalah sebagai berikut.
a. Workshop, misalnya: pengembangan kurikulum, pengembangan materi, peningkatan kemampuan bahasa Inggris guru dan siswa;
b. Rekrutmen guru-guru dan tenaga kependidikan;
b. Pengiriman guru studi banding atau magang ke sekolah bertaraf internasional luar negeri;
c. Peningkatan tatakelola melalui benchmarking, dan membangun network dengan salah satu sekolah di luar negeri (sister school);
d. Menjalin
MOU dengan sekolah yang sudah mulai mapan dalam penyelenggaraannya.
Upaya ini paling tidak sebagai bentuk lesson study yang secara empirik
memiliki berbagai keunggulan.
Perencanaan
program RSMABI dituangkan dalam Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) atau
School Development and Investment Plan (SDIP) yang mengacu pada Pedoman
Penjaminan Mutu Sekolah Bertaraf Internasional.
a. Evaluasi Diri
Program
RSMABI perlu melakukan evaluasi diri untuk mengetahui tingkat kesiapan
masing-masing sekolah yaitu dengan membandingkan antara kondisi ideal
dengan kondisi nyata di sekolah. Melalui evaluasi diri dapat diketahui
kelemahan masing-masing sekolah untuk setiap komponen sekolah. Hasil
evaluasi diri digunakan sebagai dasar untuk menyusun RPS atau SDIP yang
meliputi Rencana Kerja Jangka Panjang dan Rencana Kerja Tahunan.
b. Penyusunan dan Pengesahan RPS atau SDIP
RPS
atau SDIP yang disusun oleh sekolah bersama dengan komite sekolah
diketahui Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Kepala Dinas
Pendidikan Provinsi.
Sampai
saat ini belum ada aturan yang jelas dan rinci yang secara khusus
mengatur pelaksanaan rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI).
Akibatnya, terjadi kerancuan pelaksanaan RSBI di berbagai daerah,
menyangkut masalah pungutan biaya pada orang tua siswa yang besarnya
tidak memiliki standar, dan aturan-aturan lainya. Sementara payung
hukum yang ada saat ini hanya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan.
Kedua
payung itu hanya meyebutkan pemerintah dan atau pemerintah daerah
menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu sekolah pada semua jenjang
pendidikan untuk dikembangkan menjadi sekolah yang bertaraf
internasional. Akibatnya, terjadi katidakjelasan dalam pelaksanaan
program RSBI.
Apakah
program ini nantinya akan menjadi sekolah yang eksklusif, dengan biaya
tinggi yang hanya mampu dibayar kalangan atas, hanya siswa yang punya
otak remerlang yang bisa diterima, dan tidak adanya grand design
terkait dengan sistem opersional, outputnya, kemudian dengan alasan
tidak atau belum ada undang-undang yang mengaturnya secara jelas dan
rinci.
Oleh
karena program RSBI ini sudah dijalankan, mestinya harus sudah ada
undang-undang yang mengatur secara komprehensif mengenai rintisan
sekolah bertaraf internasional, yang mengatur secara rinci, misalnya
kualifikasi calon siswa yang masuk, kualitas pembelajaran, kurikulum,
sampai hal-hal yang rinci mengenai standar biaya kegiatan belajar
mengajar dan sebagainya.
Dengan
adanya undang-undang itu, maka masyarakat dapat ikut mengawasi
pelaksanaan RSBI secara transparan. Kalaupun belum ada
undang-undangnya, karena program ini sudah dijalankan, mestinya harus
ada setidaknya peraturan daerah (Perda) dari dari bupati atau walikota,
yang berisi koridor-koridor yang jelas sesuai dengan level otonomi
daerah tertentu.
18. Evaluasi Program Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)
a. Lunturnya nasionalisme siswa
b. Sekolah yang telah sbi/rsbi belum mampu menerapkan sistem sks
c. Sumber
daya manusia sekolah, terutama siswa dan pendidik belum cukup memilki
kompetensi penguasaan bahasa asing, terutama bahasa inggris
d. Belum
adanya perturan yang jelas untuk memayungi program RSBI, sekolah
bertindak secara otonom, terutama masalah penarikan dana yang kurang
wajar
e. RSBI dan SBI telah menciptakan kastanisasi pendidikan. Sebab sekolah distratifikasi menjadi sekolah reguler, sekolah kategori mandiri (SKM), RSBI,
SBI, dan sebagainya. Untuk RSBI dan SBI, hanya anak dari keluarga kaya
yang bisa masuk sekolah tersebut karena biaya masuk dan iuran bulannya
sangat mahal. Walaupun katanya ada beasiswa
untuk keluarga miskin, kenyataannya anak-anak tersebut minder karena
lingkungan sekitarnya anak-anak dari keluarga kaya.
f. Adanya RSBI dan SBI, dianggap
melanggar Undang-Undang Dasar 1945 yang diamandemen, terutama Pasal 31
Ayat (3). Ayat tersebut menyatakan, pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional. Dengan adanya kastanisasi pendidikan, yang kurikulum RSBI dan SBI mengadopsi kurikulum dari Luar Negeri, berarti sistem pendidikan kita dapat dianggap telah melanggar UUD 1945
g. Pemerintah
kabupaten/kota perlu membatasi berdirinya rintisan sekolah berstandar
internasional (RSBI) pada sekolah-sekolah negeri. Pembatasan itu
dilakukan untuk menyesuaikannya kemampuan anggaran suatu daerah sebagai
operator RSBI. Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional mewajibkan suatu kabupaten/kota minimal
mempunyai satu RSBI, namun keberadaan sekolah ini perlu dibatasi dengan
memperhitungkan kemampuan daerah
h. Pada
beberapa sekolah yang sudah RSBI/SBI, tidak ada bedanya proses
pembelajaran antara kelas biasa dengan kelas RSBI/SBI hanya bahasanya
saja.
i. Pada sekolah RSBI/SBI yang SDM-nya belum siap, bahasa justru menghambat proses pembelajaran
j. Bahasa
pengantar RSBI yang umumnya berorientasi pada bahasa Inggris, cepat
atau lambat, akan semakin menggerus bahasa lokal dan bahasa nasional
kita, yang akan berujung pada memudarnya kepribadian dan karakter lokal
dan nasional manusia Indonesia
k. Kesalahan
konseptual (R)SBI adalah terutama pada penekanannya pada segala hal
yang bersifat akademik dengan menafikan segala yang non-akademik. Semua
keunggulan yang hendak dicapai oleh program SBI ini adalah keunggulan
akademik semata dan tak ada lain. Seolah tujuan pendidikan adalah untuk
menjadikan siswa untuk menjadi seseoarang yang cerdas akademik belaka.
Tak ada dibicarakan tentang keunggulan di bidang Seni, Budaya, dan
Olahraga. Padahal paradigma keunggulan akademik adalah pandangan yang
sudah sangat kuno. Seolah ‘bertaraf internasional’ adalah keunggulan
akademik padahal justru Seni, Budaya, dan Olahragalah yang akan lebih
mampu mengantarkan kita untuk bersaing dan tampil di dunia
internasional.
l. Kultur
elit di RSBI/SBI ini sangat memerlukan perhatian yang lebih dalam
pemberian pendidikan moral dan agama siswa, tidak hanya mementingkan
masalah akademik saja
(Berbagai Sumber)
19. Rekomendasi Program Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)
a. Mewujudkan SBI Berbasis Potensi Lokal
Pada
dasarnya, ada dua aspek yang harus diperhatikan dalam proses
pendidikan. Kedua aspek tersebut adalah aspek metode dan substansi.
Aspek metode berupaya menjawab “bagaimana substansi atau materi
pembelajaran ditransmisikan kepada peserta didik?”. Komponen penting
dalam aspek ini adalah media pembelajaran ataupun alat bantu proses
pembelajaran.
Sekolah
yang termasuk kategori SBI adalah sekolah yang dinilai “mampu”, baik
dari sisi fisik, maupun SDM-nya. Hal ini tentunya menjadi peluang
sekaligus tantangan bagi SDM di SBI untuk mengaktualisasikan
kemampuannya memanfaatkan sumber daya lokal dalam proses
pembelajarannya. Seorang peserta didik dalam praktiknya jangan sampai
mempelajari sesuatu yang berada jauh dari kehidupan kesehariannya namun
hal-hal yang sifatnya dekat dengan dirinya justru tidak pernah dibahas
dalam kegiatan di sekolahnya. Apabila meminjam istilah Marx (Johnson,
1990), ia menyebutnya fenomena ini sebagai “proses alienasi”,
pengasingan peserta didik dengan sesuatu yang sangat dekat dengan
dirinya. Jangan sampai peserta didik belajar tentang bunga Raflesia,
namun bunga Anggrek yang ada di halaman sekolah tidak pernah
dipelajari; jangan sampai peserta didik belajar mendeskripsikan
dinginnya suasana di pegunungan, sedangkan ia setiap hari bergelut
dengan panasnya suasana pantai.
Aspek
kedua adalah aspek substansi mata pelajaran. Substansi ini meliputi isi
atau materi pelajaran yang diberikan kepada peserta didik. Sama halnya
dengan aspek pertama, aspek kedua ini juga mengharuskan guru untuk
memanfaatkan potensi lokal atau memasukkan potensi lokal dalam materi
pembelajaran di SBI.
b. Aspek
pemerataan kesempatan dalam SBI harus mendapat perhatian. Hal ini
dimaksudkan agar SBI tidak beraifat eksklusif, namun semua individu
dari berbagai kelas sosial dapat menikmati fasilitas ini.
c. Keberadaan
SBI jangan sampai sekedar simbol status bagi pihak-pihak yang
berkepentingan di dalamnya, seperti guru, orang tua serta peserta
didik. Aspek pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan juga harus
diperhatikan.
d. SDM
di SBI harus mampu memanfaatkan potensi lokal yang ada di sekitar
sekolah, sehingga peserta didik peka terhadap kondisi alam dan sosial
di sekitarnya.
e. Harus
ada beberapa batasan mengenai konsep “standar internasional”, artinya
tidak semua komponen proses pembelajaran menggunakan standar
internasional, sehingga identitas asli masyarakat tidak terkikis.
(Nanang Martono, 2009)
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2010. Kerangka Acuan Kerja Seminar dan Workshop Internasionalisasi
Pendidikan dan Prospeknya di Indonesia. Salatiga: Yayasan Bina Darma
dan PSKTI Universitas Kristen Satya Wacana.
Anonim. 2007. Panduan Pembinaan Sekolah Potensial Menjadi SSN. Jakarta: Direktorat Pembinaan SMP Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional.
Departemen
Pendidikan Nasional. 2009. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Sekolah
Bertaraf Internasional Pada Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Dirjen Mandikdasmen, Direktorat Pembinaan SMA. 2008. Panduan Penyelenggaran Program SMA Rintisan Bertaraf Internasional. Depdiknas.
Kementrian
Pendidikan Nasional. 2009. Sekolah Bertaraf Internasional. Jakarta:
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian
Pendidikan Nasional.
Nanang, Martono. 2009. Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan Edisi Khusus Volume 15 Oktober 2009 UPAYA
MEWUJUDKAN SEKOLAH BERSTANDAR INTERNASIONAL BERBASIS POTENSI LOKAL.
Purwokerto: Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Jenderal Soedirman.
http://beritapendidikan.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=12&artid=2330 diakses tanggal 9 Desember 2010 pukul 17.15
http://edukasi.kompas.com/read/2010/07/22/09472391/ diakses tanggal 9 Desember 2010 pukul 17.15
http://news.okezone.com/read/2010/08/05/373/360005/rsbi-sistem-pendidikan-yang-tidak-tepat diakses tanggal 9 Desember 2010 pukul 17.15
http://suaraguru.wordpress.com/2010/06/17/perusahaan-sekolah-itu-bernama-rsbi/ diakses tanggal 9 Desember 2010 pukul 17.15
http://transparansipendidikan.blogspot.com/2010/05/rsbi-akan-dievaluasi.html diakses tanggal 9 Desember 2010 pukul 17.15
http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=66589V diakses tanggal 9 Desember 2010 pukul 17.15
http://www.pelangipendidikan.co.cc/2010/06/rsbi-perlu-dibatasi-berdasarkan.html diakses tanggal 9 Desember 2010 pukul 17.15
http://www.solopos.com/2010/pendidikan/sekolah-mandiri-dan-rsbi-wajib-terapkan-sistem-sks-15270 diakses tanggal 9 Desember 2010 pukul 17.15
0 komentar:
Posting Komentar