Jumat, 27 Juli 2012

Uji Teknologi Pendidikan



SOAL
1.     Coba Anda jelaskan keterkaitan/hubungan dan perbedaan antara
a)      Pendidikan dan teknologi pendidikan
b)     Teknologi pendidikan dan teknologi pembelajaran
c)      Teknologi pendidikan dan teknologi dalam pendidikan

2.      Coba Anda jelaskan tentang
a)      Sejarah perkembangan teknologi pendidikan
b)     Landasan falsafah teknologi pendidikan
c)      Kawasan dan bidang garapan teknologi pendidikan

3.      Coba Anda tuliskan lima judul penelitian yang berkaitan dengan teknologi pendidikan

4.      Coba Anda cari dari internet dua artikel/tulisan yang membahas tentang
a)      Landasan kebijakan pendidikan
b)     Landasan ilmiah teknologi pendidikan
c)      Landasan teori dan konsep sistem


======================================
Jawaban Soal No.1 Point. a
Hubungan dan Perbedaan pendidikan dan teknologi pendidikan
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pada Pasal 1, ayat 1 yang berbunyi :
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pada Pasal 1, ayat 1 di atas, memeberikan pengertian pendidikan secara Nasional.
Selanjutnya dalam bukunya “Menyemai benih teknologi pendidikan” Miarso (2004: 62) memberi penjelasan pengertian teknologi pendidikan tidak terlepas dari pengertian teknologi secara umumnya. Pengertian teknologi yang utama adalah proses yang meningkatkan nilai tambah. Proses tersebut menggunakan dan atau menghasilkan suatu produk tertentu. Produk yang digunakan dan atau dihasilkan tidak terpisah dari produk yang digunakan dan atau dihasilkan tidak terpisah dari produk lain yang telah ada, dan arena itu menjadi bagian integral dari suatu sistem. Jadi dalam pengertian umum tentang teknologi, alat atau sarana baru yang khusus diperlukan tidak menjadi syarat yang mutlak harus ada, karena alat atau sarana itu telah ada sebelumnya.
Dengan memahami dari kedua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidikan dan teknologi pendidikan perbedaannya terletak pada bentuknya, jika pendidikan adalah wadah untuk suatu proses pencapaian keberhasilan pembelajaran, maka teknologi pendidikan adalah alat (disiplin ilmu) dari proses tersebut. Ini dapat kita lihat dari kegunaan teknologi pendidikan berikut ini:
Mengatasi  masalah belajar & pembelajaran dengan :
·                       Menghasilakan teori pembelajaran
·                       Mengembangkan strategi pembelajaran
·                       Mengembangkan pola pembelajaran
·                       Mengusahakan sumber belajar
·                       Mengemas materi pelajaran
·                       Mendidik tenaga akademisi/praktisi
·                       Teknologi pendidikan sebagai disiplin (pengeta-huan terapan)  berperan besar dalam pembangunan
Jawaban Soal No.1 Point. b
Hubungan dan perbedaan teknologi pendidikan dan teknologi pembelajaran
Teknologi pembelajaran dan teknologi pendidikan, dua istilah yang terkadang membuat kita bingung, apakah istilah itu sama ataukah berbeda. Banyak kalangan yang menyebutnya sebagai suatu istilah yang dapat digunakan secara bergantian dalam lingkup pengertian yang sama. Namun tak jarang orang yang menganggap keduanya sebagai istilah yang berbeda dengan alasannya masing-masing.
Dilihat dari pengertian kata pendidikan dan pembelajaran yang membentuk istilah tersebut tentu berbeda, menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya ….”, sedangkan “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.
Jika diartikan menurut istilahnya secara umum, secara konseptual teknologi pendidikan didefinisikan sebagai teori dan praktik dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, penilaian, dan penelitian proses, sumber, dan sistem untuk belajar. Definisi tersebut mengandung pengertian adanya komponen dalam pembelajaran, yaitu teori dan praktik; desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, penilaian, dan penelitian; proses, sumber, dan sistem; dan untuk belajar. Jadi istilah teknologi pendidikan lebih luas cakupannya dibandingkan dengan teknologi pembelajaran. Teknologi pendidikan mencakup sistem lain yang digunakan dalam proses mengembangkan kemampuan manusia.
Sedangkan teknologi pembelajaran merupakan suatu bidang kajian khusus ilmu pendidikan dengan objek formal “belajar” pada manusia secara individu maupun kelompok. Hal ini karena belajar tidak hanya berlangsung dalam lingkup sekolah, melainkan juga pada organisasi misalnya keluarga, masyarakat, dunia usaha, bahkan pemerintahan. Belajar dapat di mana saja, kapan saja dan siapa saja, mengenai apa saja, dengan cara dan sumber apa saja yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.
Istilah teknologi pembelajaran mencakup banyaknya lingkungan pemanfaatan yang mengambarkan fungsi teknologi dalam pendidikan secara lebih tepat; dapat merujuk baik pada belajar maupun pembelajaran; dan pemecahan masalah belajar/fasilitas pembelajaran, teknologi pembelajaran merupakan suatu bidang inovasi dalam bidang pendidikan.
Adanya perbedaan istilah yang digunakan memang sering menimbulkan persoalan berbagai kalangan. Penggunaan istilah pendidikan dan pembelajaran oleh masing-masing kalangan memiliki alasan tersendiri. Seperti pendidikan membantu mempertahankan fokus yang lebih luas untuk bidang teknologi pembelajaran, dan pembelajaran lebih berkonotasi pada lingkungan belajar untuk masing-masing objeknya.
Perbedaan bukanlah hal yang dapat menjadikan suatu perpecahan dalam mengkategorikan dari masing-masing istiah tersebut. Istilah tersebut tetap akan terpakai sesuai dengan tujuan dari masing-masing penggunaannya. Karena teknologi pembelajaran merupakan bagian dari teknologi pendidikan, dalam pengertian bahwa teknologi pembelajaran merupakan bentuk operasional dari teknologi pendidikan.
Namun ada sisi lain yang juga perlu kita ketahui, bahwa teknologi pendidikan maupun teknologi pembelajaran merupakan suatu bidang/disiplin ilmu yang perlu kita pelajari dan pahami dengan bijak. Karena keduanya menggunakan pendekatan sistem yang holistk dan komprehensif, bukan pendekatan yang bersifat parsial.
Dari pemaparan tersebut, secara sederhana dapat disimpulkan perbedaan keduanya jelas terlihat mulai dari definisi, kawasan kajian, dan ruang lingkup keduanya. Sedangkan hubungan keduanya adalah keterkaitan antar teknologi pembelajaran dengan teknologi pendidikan. Mengingat teknologi pembelajaran adalah bagian dari teknologi pendidikan itu sendiri.

Jawaban Soal No.1 Point. c
Hubungan dan Perbedaan teknologi pendidikan dan teknologi dalam pendidikan
Sebelum membahas perbedaan dan hubungan keduanya, di sini akan dipaparkan terlebih dahulu defini keduanya.
Secara konseptual teknologi pendidikan didefinisikan sebagai teori dan praktik dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, penilaian, dan penelitian proses, sumber, dan sistem untuk belajar.
Kemudian definisi teknologi merupakan perkembangan suatu media / alat yang dapat digunakan dengan lebih efisien guna memproses serta mengendalikan suatu masalah. Teknologi dalam pendidikan mencakup setiap kemungkinan sarana (alat) yang dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam pendidikan dan latihan. Ellington (1989) menyatakan bahwa teknologi dalam pendidikan pada dasarnya adalah apa yang oleh teknologi pendidikan dipopulerkan dengan nama alat bantu pandang dengar (audiovisual aid). Selanjutnya dikembangkan dalam pembelajaran untuk pencapaian tujuan pembelajaran tertentu. Teknologi dalam pendidikan merupakan perpaduan Aspek Teoritis Dalam Pendidikan, Aspek Perangkat Keras (komponen yang saling bergantung tetapi tidak berbeda satu sama lainnya) dan Aspek Perangakat Lunak (berkenaan dengan benda yang dipakai pada perangkat keras).
Melihat dari paparan di atas, perbedaan keduanya sangat signifikan. Jika teknologi lebih pada alat aatu media yang digunakan, maka teknologi pendidikan merupakan ilmu yang mempelajari desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, penilaian, dan proses, sumber, dan sistem dalam belajar.
Teknologi dalam pendidikan itu sendiri adalah penunjang kelancaran dan berjalannya  sistem pendidikan. Semakin canggihnya teknologi maka semakin terbantunya pendidikan, baik dalam proses pembelejaran maupun system pendidikan tersebut, inilah yang menjadi hubungan keduanya.
Adapun hubungan keduanya dapat dilihat dari pemaparan Miarso (2004: 62) dalam bukunya “Menyemai benih teknologi pendidikan” yang memberi penjelasan pengertian teknologi pendidikan tidak terlepas dari pengertian teknologi secara umumnya. Pengertian teknologi yang utama adalah proses yang meningkatkan nilai tambah. Proses tersebut menggunakan dan atau menghasilkan suatu produk tertentu. Produk yang digunakan dan atau dihasilkan tidak terpisah dari produk yang digunakan dan atau dihasilkan tidak terpisah dari produk lain yang telah ada, dan arena itu menjadi bagian integral dari suatu sistem. Jadi dalam pengertian umum tentang teknologi, alat atau sarana baru yang khusus diperlukan tidak menjadi syarat yang mutlak harus ada, karena alat atau sarana itu telah ada sebelumnya.

Jawaban Soal No.2 Point. a
Sejarah perkembangan Teknologi Pendidikan telah berlangsung dari waktu yang lama sekali, banyak pendapat dan kejadian sejarah yang mendasari awal perkembangan Teknologi Pendidikan, terutama yang berkaitan dengan perkembangan instruksional. Untuk itu di sini akan sedikit menguraikan kembali sekelumit hal yang berkaitan dengan sejarah perkembangan Teknologi Pendidikan ( pengajaran dan intruksional ).
Sejarah perkembangan teknologi pendidikan menjadi sangat singkat jika dihitung bagaimana jabatan dan pola pikir telah dibawa bersama sama untuk menciptakan bidang galian dari teknologi pendidikan . peserta didik dari teknologi pendidikan sepanjang tahun 1960 pada umumnya mengikuti salah satu dari dua jalur berikut yaitu pendekatan Audio Visual atau belajar terprogram yang masing masing telah dihubungkan dengan sejumlah kerangka konseptual, adopsi praktis dari kegitan mereka, pelatihan dan kepribadian mereka.
Bagaimana gerakan terbentuknya teknologi pendidikan dimulai oleh salah satu pakar yaitu Dr. James Finn, yang pada saat itu menjadi kepala devisi pendidikan audio visual (DAVI), salah stu tulisan Finn yang terkenal adalah tentang Teknologi dan Proses Pembelajaran. argument utamanya adalah bahwa dalam banyak bidang, masyarakat Amerika Utara telah diubah oleh teknologi dan teknologi itu tak bisa diacuhkan pengaruhnya terhadap pendidikan, cepat atau lambat.
Pada waktu itu dua kecendrungan utama yang dapat membedakan tetapi mereka mengalirkan pada arah kebalikan, yaitu : yang pertama adalah kecendrungan ke arah pembelajaran teknologi masa , seperti dngan mencotohkan keunggulan televisi. Dan yang kedua adalah kecendrungan ke arah individualisme.
Teknologi Pendidikan muncul sebagai bidang studi dan kategori jabatan baru pada tahun 1960, tetapi sebelum itu banyak peristiwa sejarah yan menajad dasar dari sebuah pondasi teknologi pendidikan secara keseluruhan. Seperti sejarah perkembangan Instruksional atau pengajaran. Disini penulis akan menuliskan lebih lanjut mengenai sejarah perkembangan tersebut, menyangkut perkembangan Teknologi Instruksional, terdapat beberapa pendapat mengenai hal tersebut, mereka membaginya ke dalama beberapa priode, di antaranya :
1.                  a.   Periode 1932 – 1959.
Brown (1984) membahas penjelasan yang dikemukakan Seattler sekitar perkembangan teknologi instruksional. Seattler mengemukakan bahwa teknologi instruksional memiliki dua landasan filosofis dan teoritis yang sangat berbeda, yaitu; physical science dan yang kedua behavior sicence.
Seattler menjelaskan bahwa konsep ilmu pengetahuan alam tentang teknologi instruksional biasanya berarti penggunaan ilmu pengetahuan alam dan teknologi rekayasa, seperti projektor, tape recorder, televisi dan teaching mekanik untuk menyajikan sekolompok materi instruksional., cirinya adalah bahwa konsep ini memandang berbagai media sebagai pembantu untuk mengajar dan berkecendrungan untu lebih memperhatikan alat dan prosedur dari pada memperhatikan perbedaan individual siswa atau materi pelajaran.
Gagasan yang paling berpengaruh dan berakar pada konsep imu pengetahuan alam tentang teknologi instruksional ialah memasukkan material (audio visual) dan mesin (proyektor atau gambar hidup. dan mesin (proyektor atau gambar hidup).
1.                  b.   Periode 1960 – 1969.
Beberapa kejadian memberikan masukan terhadap prgeseran teoritis secara besar besaran berkenan dengan teknologi intruksional pada akhir tahun 1950 dan awal 1960an, terutama peritiwa peluncuran sputnik pada tahun 1957 yang mencengangkan dunia. Akibat dari itu, terutama di Amerika, sekolah dikritik karena kegagalannya mengjarkan science dan matematika dalam kapaitas yang cukup. Karena itu tekanan lebih di alamatkan kepada teknologi instruksional, akibatnya terdapat dua konstruk teoritis muncul secar bersamaan yang mempengaruhi lapangan teknologi instruksional. Pertama yaitu pengaruh yang kuat dari aliran behaviorisme terhadap semua pendekatan belajar dan yang kedua adalah pendekatan sistem sistem yang datang dari teknik mesin dan teknologi. Gerakan yang berbeda ini akhirnya melahirkan dan saling melengkapi yang disebut dengan Pengajaran Terprogram. Gerakan kaum behavioris melahirkan pegembangan tujuan behavioral, karena diperlukan perumusan tingkah laju lebih lanjut dalam merancang sebuah proses pembelajaran.
1.                  c.    Periode 1970 – 1983.
Mendekati akhir tahun 1970, muncul kembali pendekatan kognitif dalam pembelajaran. Banyak ahli pikologi yang mengsulakan hal tersebut, salah satunya Wittrock.menurutnya penekatan kognitif berimplikasi bahwa belajar dan pengajaran secara ilmiah akan lebih produktif bila dipelajari sebagai sesuatu yang bersifat internal, yakni suatu proses kognitif berperantara dari pada sebagai produk langsung dari lingungan , orang atau fktor eksternal lainnya.
1.                  d.   Periode 1983 – muthakir.
Pada masa ini berlangsung kekacau balauan akibat pertengan dari landasan teoritik teknologi instruksional. Perbedaan pendapat ini terutama dialamatkan kepada para perintis audio Visual. Seperti Salomon, yang menganggap audio visual itu sebagai agen informasi dan bukan sebagai stimulus yang langsung untuk respon tertentu. Lebih lanjut mereka berpendapat bahwa media tidak lebih dari kendaraan yang menganku para ahli ke konfrensi pemecahan masalah dan memberi sumbangan terhadappemahaman para ahli tentang masalah tersebut.
Lebih lanjut dari itu sejarah perkembangan Teknologi Pendidikan tidak hanya terbatas pada hal tersebut saja, kita tidak bisa begitu saja melepaskan kaitannya dengan sejarah perkembangan Teknologi Pengajaran. Beberapa para ahli menyebutnya demikian dan mereka menjelaskan perkembangan teknologi pembelajaran ke dalam beberapa masa sejarah, diantaranya:
1)      Metode Kaum Sufi.
Perkembangan dari berbagai metoda pengajaran merupakan tanda lahirnya teknologi pengajaran yang dikenal saat ini. Beberapa pendidik pada masa lampau, yaitu golongan Sufi di Yunani, para ahli pendidikan memandang menduga kaum Sufi merupakan kaum teknologi pengajaran yang pertama. Mereka menyampaikan pelajaran dengan berbagai cara dan teknik, mula mula mereka menyampaikan bahan pelajaran yang telah disampaikan secara matang, kemudian mereka melanjutkan dengan perdebatan yang dilakukan dengan secara bebas, pada saat itulah proses kegiatan belajar itu berlangsung. Kemudian jika ada minat dari mayarakat untuk belajar, akan dibuat kontrak dan untuk kemudian menjadi sistem tutor. Pandangan ajaran kaum Sufi tersebut di atas didasarkan atas;
1.                  Bahwa manusia itu berkembang secara evolusi. Seorang dapat berkembang dengan teratur tahap demi tahap menuju kepada peradaban yang lebih tinggi. Melalui teknologilah pembelajaran dapat diarahkan secara efektif.
2.                  Bahwa proses evaluasi itu berlagsung terus, terutama aspk-aspek moral dan hukum.
3.                  Sejarah dipandang sebagai gerak perkembangan yang bersifat evousi berkelanjutan.
4.                  Demokrasi dan persamaan sebagai sikap masyarakat merupakan kaidah umum.
5.                  Bahwa asas teori pengetahuan bersifat progresif, pragmatis, empiris dan behavioristik.
Gagasan kaum Sofi ini cukup banyak mempengaruhi kurikulum di Eropa, misalnya penggunaan retorika, dialektika, dan gramar sebagai materi utama dalam quadrivium dan trivium.
2)      Metode Socrates
Bentuk pengajaran lebih ke dalam bentuk berfilsafat, metode yang dipakan disebut dengan Maieutik atau menguraikan, yng sekarang dikenal dengan nama metoda inkuiri. Pelaksanaanny berlangung dengan cara “take and give of conversation”. Dengan cara memberikan pertanyaan yang mengarah kepada suatu masalah tertentu. Pada dasarnya Socrates mengajarkan tentang mencari pengertian, yaitu suatu bentuk tetap dari sesuatu.
3)      Metode Abelard.
Metode Abelard ini berlangsung pada masa pemerintahan Karel Agung di Eropa. Metoda yang di pakai bertujuan untuk membentuk kelompok pro dan kontra terhadap suatu materi. Guru tidak memberikan jawaban final tetapi siswalah yang akan menyimpulka jawaban itu sendiri. Metoda ini biasa disebut dengan “Sic et Non”atau setuju atau tidak.
4)      Metoda Lancaster
Metoda Lancerter ini dalam bentuk sistem Monitoring yang merupakan bentuk pengajaran yang unik, meliputi pengorganisasian kelas, materi pelajaran sesuai dengan rencanannya yang meningkat dan dikelola secara ekonomis. Lancaster mempelajari konstruksi kelas kusus yang dapat mendayagunakan secara efektif penggunaan media pengajaran dan pengelompokan siswa. Dalam sistem pengajaran Lacaster, pemakaian media pengajaran masih sederhana. Seperti penggunaan pasir dalam melatih siswa menulis.
5)      Metoda Pestalozi.
Pengamatan pada alam merupakan landasan utama dari proses daktiknya. Pengetahuan bermula dari adanya pengamatan , dan pengamatan menimbulkan pengertian, selanjutnya pengertian yang bari itu menimbulkan pengertian yang selanjutnya pengertiaan tersebut bergabung dengan yang lama untuk menjadi sebuah pengetahuan. Dan dapt dikatakan bahwa perintisan ke arah peendayagunaan perangkat keras ata hardware sebenarnya telah dimulai pada masa Pestazoli ini, seperti penciptaan papan aritmatik yang terbagi dalam kotak kotak yang di setiap kotaknya diberi garis-garis yang secara keseluruhan berjumlah 100 kotak kecil. Selain itu Pestalozi juga menciptakan stylabaries untuk melatih siswanya dalam mempelajri angka, bentuk, posisi dan warna disain.
6)      Metoda Froebel.
Metode Froebel didasarkan kepada metodologi dan pandangan filsafafnya yang intinya mengatakan bahwa pendidkan masa kanak kanak merupakan hal paling penting untuk keseluruhan kehidupnnya. Karena itulah Froebel mendikrikan Kindergarten atau yang lebih dikenal dengan Taman Kanak – kanak. Metoda pengajaran Kindergasten dari Froebel meliputi kegiatan berikuti :
1.                  Bermain dan bernyanyi
2.                  Membentuk dengan melakukan kegiatan.
3.                  Grift dan Occupation.
7)      Metoda Friedrich Herbart.
Praktek pendidikan Herbert terlihat adanya pengaruh Freobert terutama pada aspek pengembangan moral sebagai tujuan utama pendidikan. Metoda instruksionalnya didasarkan kepada ilmu jiwa yang sistematis. Dengan demikian siswa secara pikologis dibentuk oleh gagasan yang datang dari luar.

Jawaban Soal No.2 Point. b
Berdasarkan tinjauan falsafah ilmu, setiap pengetahuan mempunyai tiga komponen yang merupakan tiang penyangga tubuh pengetahuan yang didukungnya. Ketiga komponen tersebut adalah :
1)      Ontology (apa). Merupakan asas dalam menetapkan ruang lingkup ujud yang menjadi objek penelaahan, serta penafsiran tentang hakikat realitas dari objek tersebut.
2)      Epistemology (bagaimana). Merupakan asas mengenai cara bagaiman materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi suatu tubuh pengetahuan.
3)      Aksiologi (untuk apa). Merupakan asas dalam menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh dan disusun dalam tubuh pengetahuan tersebut.
Dengan ketiga komponen tersebut di atas, maka akan terdapatlah rumusan yang dapat menjawabnya. Rumusan tersebut menurut Sir Eric Ashby (dalam, Miarso, 2004: 104), tergambar dalam revolusi-revolusi sebagai berikut:
1.                  Revolusi Pertama. Terjadi pada saat orang tua atau keluarga menyerahkan sebagian tanggung-jawab pendidikannya kepada orang lain yang secara khusus diberikan tanggung-jawab untuk itu. Revolusi ini tidak diketahui dengan pasti awal terjadinya.
2.                  Revolusi Kedua. Terjadi pada saat guru sebagai orang dilimpahkan yanggung-jawab untuk mendidik, pengajarn saat itu diberikan secara verbal/lisan, dan sementara itu kegiatan pendidikan dilembagakan dengan berbagai ketentuan yang dibakukan. Revolusi kedua ini jugatidak diketahui permulaannya.
3.                  Revolusi Ketiga. Muncul dengan ditemukannya mesin cetak, yaitu memungkinkan tersebarnya informasiiconic dan numeric dalam bentuk buku atau media cetak lain. Dalam sejarahnya revolusi ketiga ini meskipun dalam literatur Barat banyak menganganggap bahwa Gutenberg-lah yang menemukaan mesin cetak ini, akan tetapi jauh sebelumnya dikemukaan bahwa teknik pencetakan telah berkembang lebih dulu di Cina.
4.                  Revolusi Keempat. Pada revolusi ini berlangsung dengan perkembangan yang pesat dibidang elektronik. Yang paling menonjol adalah media komunikasi (radio, televisi, tape, dll). Dengan pesatnya perkembangan elektronik, pendidikan mulai difokuskan pada mengajar anak didik tentang bagaimana belajar. Ajaran selanjutanya akan diperoleh di pembelajar sepanjang usia hidupnya melalui sumber dan saluran.

Jawaban Soal No.2 Point. c
Kawasan Teknologi Pendidikan
Menurut defenisi tahun 1994 teknologi pendidikan dirumuskan dengan berlandaskan lima bidang garapan yaitu : Desain, Pengembangan, Pemanfaatan, Pengelolaan, dan  Penilaian.

Hubungan Antar Kawasan Teknologi Pendidikan
Masing-masing kawasan teknologi pendidikan bersifat saling melengkapi dan setiap kawasan memberikan kontribusi terhadap kawasan yang lain dan kepada penelitian maupun teori yang digunakan bersama oleh semua kawasan.

Deskripsi Masing-masing Kawasan Teknologi Pendidikan
1.                  a.      Kawasan Desain
Beberapa faktor pemicu kawasan ini adalah : 1) artikel tahun 1954 dari B.F. Skinner “The Science of Learning and the Art of Teaching” disertai teorinya tentang pembelajaran berprogram; 2) buku tahun 1969 dari Herbert Simon “The Science of Artifisial” yang membahas karakteristik umum dari pengetahuan preskriptif tentang desain; dan 3) pendirian pusat-pusat desain bahan pembelajaran dan terprogram, seperti “Learning Resource and Development Center” di Universitas Pittburgh pada tahun 1960an, (dikutip dari  Teknologi Pembelajaran Defenisi dan Kawasannya oleh Barbara B. Seels, dan Rita C. Richey Hal.30 s.d. 31).
Desain adalah proses untuk menentukan kondisi belajar. Tujuan desain adalah untuk menciptakan strategi dan produk pada tingkat makro, seperti program dan kurikulum, dan pada tingkat mikro, seperti  pelajaran dan modul.(Barbara B. Sells, Rita C. Richey, 1994).
Kawasan desain meliputi studi mengenai desain sistem pembelajaran, desain pesan, strategi pembelajaran dan karakteristik pemelajar. Defenisi dan deskripsi dari masing-masing daerah liputan tersebut adalah sebagai berikut (dikutip dari  Teknologi Pembelajaran Defenisi dan Kawasannya oleh Barbara B. Seels, dan Rita C. Richey Hal.33 s.d. 35) :
1)      Desain Sistem Pembelajaran. Desain Sistem Pembelajaran (DSI) adalah prosedur yang terorganisasi yang meliputi langkah-langkah penganalisaan, perancangan, pengembangan, pengaplikasian dan penilaian pembelajaran.
2)      Desain Pesan. Desain pesan meliputi “perencanaan untuk merekayasa bentuk fisik dari pesan” (Grabowski, 1991 : 206). Hal tersebut mencakup prinsip-prinsip perhatian, persepsi dan daya serap yang mengatur penjabaran bentuk fisik dari pesan agar terjadi komunikasi antara pengirim dan penerima.
3)      Strategi Pembelajaran. Strategi Pembelajaran adalah spesifikasi untuk menyeleksi serta mengurutkan peristiwa belajar atau kegiatan pembelajaran dalam suatu pelajaran.
4)      Karakteristik Pemelajar. Karakteristik pemelajar adalah segi-segi latar belakang pengalaman pemelajar yang berpengaruh terhadap efektivitas proses belajarnya.
1.                  b.      Kawasan Pengembangan
Kawasan pengembangan berakar pada produksi media. Teknologi merupakan tenaga penggerak dari kawasan pengembangan, oleh karena itu kita dapat merumuskan berbagai jenis media  pembelajaran dan karakteristiknya.
Kawasan pengembangan dapat diorganisasikan dalam empat kategori : teknologi cetak (yang menyediakan landasan untuk kategori yang lain), teknologi audiovisual, teknologi  berazaskan komputer, dan teknologi terpadu. (Barbara B. Sells, Rita C. Richey, 1994).
1)      Teknologi Cetak. Teknologi cetak adalah cara untuk memproduksi atau menyampaikan bahan, seperti buku-buku dan bahan-bahan visual yang statis, terutama melalui proses pencetakan mekanis dan fotografis.
2)      Teknologi Audiovisual. Teknologi audiovisual merupakan cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan peralatan mekanis dan elektronis untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual.
3)      Teknologi berbasis Komputer. Teknologi berbasis computer merupakan cara-cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan perangkat yang bersumber pada mikroprosesor.
4)      Teknologi Terpadu. Teknologi terpadu merupakan cara untuk memproduksi dan menyampaikan bahan dengan memadukan beberapa jenis media yang dikendalikan computer.
1.                  c.       Kawasan  Pemanfaatan
Pemanfaatan adalah aktivitas menggunakan proses dan sumber untuk belajar.  Mereka yang terlibat dalam pemanfaatan mempunyai tanggung jawab untuk mencocokan pemelajar dengan bahan dan aktivitas yang tertentu, menyiapkan pemelajar agar dapat berinteraksi dengan bahan dan aktivitas yang dipilih, memberikan bimbingan selama kegiatan, memberikan penilaian atas hasil yang dicapai pemelajar, serta memasukannya ke dalam prosedur organisasi yang berkelanjutan.
Seperti yang dikutip dari Teknologi Pembelajaran Defenisi dan Kawasannya oleh Barbara B. Seels, dan Rita C. Richey Hal.50 s.d. 51, terdapat empat kategori dalam kawasan pemanfaatan  yaitu : Pemanfaatan media, difusi inovasi,  implementasi  dan institusionalisasi (pelembagaan), serta kebijakan dan regulasi.
1)      Pemanfaatan Media. Pemanfaatan media ialah penggunaan yang sistematis dari sumber untuk belajar. Prinsip-prinsip pemanfaatan juga dikaitkan dengan karakteristik pemelajar. Seorang yang belajar mungkin memerlukan bantuan keterampilan visual atau verbal agar dapat memahami media belajar.
2)      Difusi Inovasi. Difusi inovasi adalah proses berkomunikasi melalui strategi yang terencana dengan tujuan untuk diadopsi. Tujuan akhir yang ingin dicapai ialah untuk terjadinya perubahan. Tahap awal dalam proses ini ialah membangkitkan kesadaran melalui desiminasi informasi. Proses tersebut meliputi tahap-tahap seperti kesadaran, minat, percobaan dan adopsi.
3)      Implementasi dan Pelembagaan. Implementasi ialah penggunaan bahan dan strategi pembelajaran dalam keadaan yang sesungguhnya. Sedangkan pelembagaan ialah penggunaan yang rutin dan pelestarian dari inovasi pembelajaran dalam suatu struktur atau budaya organisasi.
4)      Kebijakan dan Regulasi. Kebijakan dan regulasi adalah aturan dan tindakan dari masyarakat (atau wakilnya) yang mempengaruhi difusi atau penyebaran dan penggunaan teknologi pembelajaran.
1.                  d.      Kawasan Pengelolaan
Pengelolaan meliputi pengendalian Teknologi Pembelajaran melalui perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dan supervisi. Pengelolaan biasanya merupakan hasil dari penerapan suatu sistem nilai. Kerumitan dalam mengelola berbagai macam sumber, personil, usaha desain maupun pegembangan akan semakin meningkat dengan membesarnya usaha dari sebuah sekolah. Terdapat empat kategori dalam kawasan pengelolaan yaitu : pengelolaan proyek, pengelolaan sumber, pengelolaan sistem penyampaian dan pengelolaan informasi.
1)      Pengelolaan Proyek. Pengelolaan proyek meliputi perencanaan, monitoring dan pengendalian proyek desain dan pengembangan. Para pengelola proyek bertanggung jawab atas perencanaan, penjadwalan dan pengendalian fungsi desain pembelajaran atau jenis-jenis proyek yang lain.
2)      Pengelolaan Sumber. Pengelolaan sumber mencakup perencanaan, pemantauan,  dan pengendalian sistem pendukung dan pelayanan sumber.
3)      Pengelolaan Sistem Penyampaian. Pengelolaan sistem penyampaian meliputi perencanaan, pemantauan, pengendalian cara bagaimana distribusi bahan pembelajaran diorganisasikan.
4)      Pengelolaan Informasi. Pengelolaan informasi meliputi perencanaan, pemantauan dan pengendalian cara penyimpanan, pengiriman/pemindahan atau pemrosesan informasi dalam rangka tersedianya sumber untuk kegiatan belajar.
1.                  e.       Kawasan Penilaian
Penilaian dalam pengertian yang paling luas adalah aktivitas manusia sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu menakar nilai aktivitas  atau kejadian berdasarkan kepada sistem penilaian tertentu. Penilaian ialah proses penentuan memadai tidaknya pembelajaran dan belajar. Penilaian mulai dengan analisis masalah. Ini adalah langkah yang penting dalam pengembangan  dan penilaian pembelajaran  karena tujuan dan hambatan dijelaskan pada langkah ini. (Barbara B. Sells, Rita C. Richey, 1994).
Dalam kawasan penilaian terdapat empat subkawasan  yaitu : Analisis masalah, pengukuran acuan patokan, penilaian formatif dan penilaian sumatif.
1)      Analisis Masalah. Analisis masalah mencakup cara penentuan sifat dan parameter masalah dengan menggunakan strategi  pengumpulan infomasi  dan pengambilan keputusan.
2)      Pengukuran Acuan-Patokan (PAP). Pengukuran acuan patokan meliputi teknik-teknik untuk menentukan kemampuan pemelajar menguasai materi  yang telah ditentukan sebelumnya. Pengukuran acuan patokan yang sering berupa tes, juga dapat disebut acuan isi, acuan tujuan, atau acuan kawasan. Sebab, kriteria tentang cukup tidaknya hasil belajar ditentukan oleh seberapa jauh pemelajar telah mencapai tujuan. PAP memberikan informasi tentang penguasaan seseorang mengenai pengetahuan, sikap, atau keterampilan yang berkaitan dengan tujuan.
3)      Penilaian Formatif dan Sumatif. Penilaian formatif berkaitan dengan pengumpulan informasi kecukupan dan penggunaan informasi ini sebagai dasar pengembangan selanjutnya. Sedangkan penilaian sumatif berkaitan dengan pengumpulan informasi tentang kecukupan untuk pengambilan keputusan dalam hal pemanfaatan. (dikutip dari  Teknologi Pembelajaran Defenisi dan Kawasannya oleh Barbara B. Seels, dan Rita C. Richey Hal. 61 s.d. 63).

Jawaban Soal No.3

1.                  Penerapan Teknologi Pendidikan dalam Rangka Menuju “ Innovative School ” Pada SMA Negeri 2 Sekayu.
2.                  Implikasi Strategi Pembelajaran Berbasis “Multiple Intelligences” untuk Pencapaian Kompetensi dalam Pembelajaran di SMA Negeri Sekayu.
3.                  Penerapan Konsep dan Prinsip Pembelajaran Kontekstual dan Desain Pesan dalam Pengembangan Pembelajaran dan Bahan Ajar di SMA Yayasan Pondok Pesantren Al-Mizan, Rangkas Bitung Banten.
4.                  Hubungan antara akses terhadap Informasi dan Dukungan Sekolah dengan Inovasi Pembelajaran.
5.                  Hubungan antara Posisi Kendali (Locus of Control) dan Penilaian siswa terhadap Pembelajaran Menggunakan VCD/DVD dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia.

Jawaban Soal No.4 Point. a
1.                  1.   LANDASAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN
A. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Dalam Undang-Undang RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1, diungkapkan yang dimaksud dengan pendidikan adalah: “Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara” (UU RI No 20 Tahun 2003).
Dari defenisi pendidikan tersebut, dengan jelas terungkap bahwa pendidikan indonesia adalah pendidikan yang usaha sadar dan terencana, untuk mengembangkan potensi individu demi tercapainya kesejahteraan pribadi, masyarakat dan negara. Persoalannya kemudian adalah, apakah yang menjadi pijakan bagi usaha “perencanaan sadar” tersebut?, Serta apa yang menjadi sasaran standar bagi individu, masyarakat dan negara? Pencarian jawaban atas pertanyaan ini sangat penting untuk dicari, sebagai pagangan bagi seluruh insan pendidikan khususnya dan bangsa indonesia umumnya. Insan pendidikan mulai dari guru, sebagai operator pendidikan, sampai dengan menteri, sebagai pejabat khusus penanggung jawab pendidikan, haruslah mengetahui dengan tepat apa yang menjadi landasan dalam perencanaan pendidikan Indonesia.
Pengetahuan mengenai landasan akan menghindarkan pendidikan dari proyek coba-coba dan ganti menteri ganti kurikulum. Pengetahuan mengenai landasan pendidikan Indonesia oleh para guru, akan membuat pelajaran menjadi lebih bermakna. Kebermaknaan ini karena guru di dalam kelas mengetahui untuk apa, mengapa, dan karena apa dia melakukan proses pendidikan di kelas. Demikian juga dengan siswa, akan merasa lebih nyaman untuk belajar, karena mengetahui alasan dan tujuan ia menginvestasikan waktu mudanya untuk belajar di kelas.
I.2  Permasalahan
Adapun masalah yang akan dibahas dalam penulisan makalah ini adalah :
1.                  Apa saja yang menjadi landasan kebijakan pendidikan Indonesia?
2.                  Bagaimana arah kebijkan pendidikan Indonesia ?
I.3  Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui secara lebih jelas mengenai landasan kebijakan pendidikan Indonesia serta arah kebijkan pendidikan Indonesia itu sendiri.
B. PEMBAHASAN
2.1  Landasan Kebijakan Pendidikan
Pengetahuan menganai landasan pendidikan Indonesia oleh para pejabat pembuat kebijakan pendidikan, akan membuat kebijakan pendidikan nasional konsisten, tetap dan terarah dengan pasti. Konsisten, maksudnya kebijakan pendidikan secara menyeluruh (bagian dan waktu) tersusun dengan landasan yang sama. Tetap, maksudnya kebijakan pendidikan pada berbagai sub dan waktu ke waktu tidak mengalami loncatan yang mengejutkan, sehingga tidak membingungkan masyarakat sebagai pelanggan kebijakan. Terarah, maksudnya kebijakan pendidikan pada berbagai sub dan waktu ke waktu tetap mengarah pada satu tujuan besar, yaitu gambaran manusia Ideal menurut bangsa Indonesia. Bangsa Indoeseia secara keseluruhan juga teramat penting untuk memahami landasan pendidikan, sebab sebagai pelanggan dari kebijakan pendidikan, mereka berhak untuk mengetahui mengapa, untuk apa, dan apa kebijakan pendidikan yang ada harus mereka ikuti.
1.1.1     Landasan Ideal
Dalam Undang-Undang Pendidikan Nomor 4 tahun 1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran sekolah pada Bab III Pasal 4 tercantum bahwa landasan ideal pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahtearaan masyarakat dan tanah air.
Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dalam buku Program Akta Mengajar VB, componen bidang studi pendidikan Moral Pancasila (1984/1985) dikemukakan seperti berikut :
“Sistem Pendidikan Nasional Pancasila adalah sistem pendidikan nasional Indonesia satu-satunya yang menjamin teramalkan dan telestarikan Pancasila. Predikat Pancasila perlu ditonjolkan sebagai identitas sistem karena pada hakekatnya secara intrinsik Pancasila adalah kepribadian (identitas sistem kenegaraan RI dengan segala jenis implikasinya terhadap subsistem dalam negara). Pendidikan nasional adalah sistem kelembagaan yang bertanggung-jawab atas pengembangan dan pelestarian sistem kenegaraan Pancasila dan kebudayaan nasional.” (Fuad Ihsan 2005: 120-123).
Dalam pembukaan (prembule) UUD 1945, antara lain termaktub : “ Atas berkat Ramat Tuhan yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan berkebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya. Kemudian daripada itu untuk membentuk statu pemerintahan negara republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam statu undang-undang dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam statu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dab beradap, persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, serta dengan mewujudkan statu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Dari pernyataan-pernyataan di atas jelaslah bahwa landasan ideal Pendidikan nasional adalah Pancasila.
1.1.2     Landasan Konstitusional
Pendidikan Nasional didasarkan atas landasan constitucional/Undang-Undang Dasar 1945 pada Bab XIII Pasal 31 yang berbunyi :
Ayat 1  :  Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran.
Ayat 2 : Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional yang ditetapkan dengan Undang-Undang.
Pasal 32 berbunyi : Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.
Dalam pembukaan UUD 1945 dapat dilihat bahwa pemerintah :
1.                  Memajukan kesejahteraan umum.
2.                  Mencerdaskan kehidupan bangsa.
3.                  Melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan pengajaran. Ini berarti adanya kewajiban relajar yang memberi desempatan dan mengharuskan relajar lepada setiap anak ingá usia tertentu (sekurang-kurangnya usia 13 tahun). UUD 1945 menginginkan adanya suatu sistem pengajaran nasional yang disesuaikan dengan kebudayaan dan tuntutan nasional. Usaha-usaha ke arah itu sudah banyak dilakukan melalui pembaharuan pendidikan di Indonesia.
1.1.3     Landasan Operasional
Landasan operasional bagi pembangunan negara, termasuk pendidikan ialah ketetapan MPR tentang GBHN.
GBHN disebut landasan operasional karena memberikan garis-garis besar tentang kegiatan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembangunan bangsa dan negara  sesuai dengan cita-cita, seperti yang termaktub dalam Pancasila dan UUD 1945. sebagai contoh dalam GBHN 1988 dirumuskan tujuan pendidikan yaitu untuk membentuk manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras dan tanga, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil, serta sehat jasmani dan rohani.
Hendaknya setiap pelaksana pendidikan, orang tua, dosen, guru-guru, dan pegawai serta petugas-petugas pendidikan lainnya mengetahui isi dan jiwa GBHN, mengetahui ketentuan/peraturan-peraturan yang harus diikuti, agar pendidikan benar-benar dapat dilaksanakan dengan baik sebagai unsur penting pembangunan negara.
Berikut ini dikemukakan Ketetapan MPR Sejak tahun 1966-2003 sebagai landasan operasional pendidikan nasional dan tujuan pendidikan nasional :
1.                  TAP MPRS No. XXVII/1966 Bab II Pasal 3
Dasar pendidikan adalah falsafah negara Pancasila, tujuan pendidikan adalah membentuk manusia Pancasila sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh Pembukaan dan isi UUD 1945.
1.                  TAP MPR No. IV/MPR/1973
Tujuan pendidikan membentuk manusia-manusia pembangunan yang Pancasila dan untuk membentuk manusia Pancasila yang sehat jasmani dan roanilla, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dan mengembangkan aktivitas dan tanggung jawab, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam UUD1945.
1.                  TAP MPR No. IV/MPR/1978
Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan bertujuan meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
1.                  TAP MPR No. II/MPR/1983
Pendidikan nasional bertujuan meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, kecerdasan dan keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan, dan cinta tanah air agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangundirinya sendiri serta bersama-sama bertanggungjawab atas pembangunan bangsa.
1.                  TAP MPR No. II/MPR/1988
Pendidikan nasional untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, bertanggung jawab, mandiri, cerdas, dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.
1.                  Bab II Pasal 4 UU RI No. 2 tahun 1989
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
1.                  Undang-undang No. 20 Tahun 2003
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional : Peraturan perundang-undangan ini disahkan tanggal  8 Juli 2003. Undang-undang ini merupakan pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.  Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, fungsi pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dibandingkan dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 1989,  Undang-Undang No. 20/2003 memuat lebih banyak aturan baru terutama yang mendukung aspek akuisisi pengetahuan, penciptaan pengetahuan dan penyebaran pengetahuan.
1.2  Arah Kebijakan Pendidikan Indonesia
Kebijakan pembangunan pendidikan di Indonesia diarahkan untuk mencapai hal-hal sebagai berikut:
1)      Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan secara berarti;
2)      Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dantenaga kependidikan;
3)      Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasukpembaharuan kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara professional;
4)      Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap,dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakatyang didukung oleh sarana dan prasarana memadai;
5)      Melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen;
6)      Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
7)      Mengembangkan kualitas sumberdaya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruhmelalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai dengan hak dukungan dan lindungan sesuai dengan potensinya;
8)      Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk teknologi bangsa sendiri dalam dunia usaha, terutama usaha kecil, menengah, dan koperasi guna meningkatkan daya saing produk yang berbasis sumber daya lokal.
1.2.1.      Visi dan Misi Pendidikan Nasional
Solusi pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah menerbitkan UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang tercermin dalam rumusan Visi dan Misi pendidikan nasional. Visi pendidikan nasional adalah mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Sedangkan misinya adalah: (1) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia; (2) meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing di tingkat nasional, regional, dan internasional; (3) meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan global; (4) membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; (5) meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral; (6) meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar yang bersifat nasional dan global; dan (7) mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.     ( www.dikmenum.go.id).
1.2.2.      Program Pembangunan Pendidikan Indonesia
Program Pendidikan Dasar dan Prasekolah
Program pembinaan pendidikan dasar dan prasekolah bertujuan untuk (1) memperluas jangkauan dan daya tampung SD dan MadrasahIbtidaiyah (MI), SLTP dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan lembaga pendidikan prasekolah sehingga menjangkau anak-anak dari seluruh masyarakat; dan (2) meningkatkan kesamaan kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi kelompok yang kurang beruntung, termasuk mereka yang tinggal di daerah terpencil dan perkotaan kumuh, daerah bermasalah, masyarakat miskin, dan anak yang berkelainan; (3) meningkatkan kualitas pendidikan dasar danprasekolah dengan kualitas yang memadai; dan (4) terselenggaranya manajemen pendidikan dasar dan prasekolah berbasis pada sekolah dan masyarakat (school/community based management).

Program Pendidikan Menengah
Program pembinaan pendidikan menengah yang mencakupSekolah Menengah Umum (SMU), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), danMadrasah Aliyah (MA) ditujukan untuk (1) memperluas jangkauan dandaya tampung SMU, SMK, dan MA bagi seluruh masyarakat; dan (2)meningkatkan kesamaan kesempatan untuk memperoleh pendidikanbagi kelompok yang kurang beruntung, termasuk mereka yang tinggal didaerah terpencil dan perkotaan kumuh, daerah bermasalah danmasyarakat miskin, dan anak yang berkelainan;(3) meningkatkan kualitas pendidikan menengah sebagai landasanbagi peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikanyang lebih tinggi dan kebutuhan dunia kerja; (4) meningkatkan efisiensipemanfaatan sumber daya pendidikan yang tersedia, (5) meningkatkan keadilan dalam pembiayaan dengan dana publik, (6) meningkatkanefektivitas pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi setempat,(7) meningkatkan kinerja personel dan lembaga pendidikan, (8)meningkatkan partisipasi masyarakat untuk mendukung programpendidikan, dan (9) meningkatkan transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan.

Program Pendidikan Tinggi
Program pembangunan nasional pendidikan tinggi bertujuan untuk (1) melakukan penataan sistem pendidikan tinggi; (2)meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan tinggi dengan dunia kerja; dan (3) meningkatkan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan tinggi, khususnya bagi siswa berprestasi yang berasal dari keluarga kurang mampu.

Program Pembinaan Pendidikan Luar Sekolah
Program pembinaan pendidikan luar sekolah (PLS) ini bertujuan untuk menyediakan pelayanan kepada masyarakat yang tidak atau belum sempat memperoleh pendidikan formal untuk mengembangkandiri, sikap, pengetahuan dan keterampilan, potensi pribadi, dan dapat mengembangkan usaha produktif guna meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Selain itu, program PLS diarahkan pada pemberian pengetahuan dasar dan keterampilan berusaha secara profesionalsehingga warga belajar mampu mewujudkan lapangan kerja bagidirinya dan anggota keluarganya.


Program Sinkronisasi dan Koordinasi
Program ini bertujuan untuk meningkatkan sinkronisasi dan koordinasi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pengawasan program-program pendidikan baik antarjenjang, jalur, dan jenis maupun antardaerah. Sasarannya adalah mewujudkan sinkronisasi dankoordinasi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pengawasanprogram-program pembangunan pendidikan, antarjenjang, jalur danjenis maupun antardaerah.

Program Penelitian dan Pengembangan
Program ini bertujuan untuk (1) meningkatkan mutu hasil penelitian; (2) meningkatkan kualitas peneliti; (3) meningkatkan kompetensi lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) publik searah dengan kebutuhan dunia usaha dan masyarakat, serta perkembangan percepatan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan (4) membentuk iklim yang kondusif bagi terbentuknya sumber daya litbang.

Program Peningkatan Kemandirian dan Keunggulan Iptek
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pelayanan teknologi lembaga-lembaga litbang,Metrology, Standardization, Testing and Quality (MSTQ), yang ditekankan untuk mendukung daya saing dunia usaha dan mendorong pelaksanaan litbang di dan oleh dunia usaha. Sasaran yang akan dicapai adalah meningkatnya kemandirian pelayanan teknologi dan keunggulan inovasi teknologi bangsa sendiri agar dapat meningkatkan daya saing dunia usaha dan masyarakat.
1.2.3.      Peran Teknologi Pendidikan
Teknologi pendidikan secara konseptual berperan dalam pembelajaran manusia dengan mengembangkan dan atau menggunakan aneka sumber meliputi sumber daya manusia (narasumber), sumber daya alam dan lingkungan, sumber daya kesempatan atau peluang, serta dengan peningkatan efektivitas dan efisiensi sumber daya keuangan.
Bentuk pelaksanaan peran teknologi pendidikan itu dapat dibedakan dalam tiga kategori, yaitu :
1)      Pengembangan sisitem belajar-pembelajaran yang inovatif
2)      Penggunaan teknologi komunikasi dan informasi dalam proses belajar.
3)      Peningkatan kinerja sumber daya manusia agar lebi produktif
Ketiga kategori ini dapat dibedakan tetapi tidak terpisahkan karena saling berkaitan dan menunjang satu sama lain.
Kategori pertama meliputi pengembangan berbagai pola pembelajaran alternatif seperti sekolah terbuka, pembelajaran terprogram (Pamong), pembuata berbagai paket atau sumber belajar (modul untuk belajar sendiri, media audio-visual, dan lain-lain), dan pemanfaatan lingkungan untuk belajar (community and environment-based learning). Kategori kedua meliputi pengembangan sistem belajar jarak jauh dengan sarana telekomunikasi (penataan guru melalui siaran radio dan televisi, paket belajar multimedia, dan sebagainya), pembelajaran bantuan komputer  (CIA = Computer assisted instruktion), dan pengembangan sistem belajar melalui jaringan maya (virtual learning development), untuk semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan. Kategori pertama dan kedua merupakan konsep dasar dari BEBAS—salah satu bentuk paradigma reformasi pendidikan.
Kategori peran ketiga terutama ditujukan untuk peningkatatn kemampuan mereka yang berkarya dalam masyarakat atau dalam dunia dan lapangan kerja. Kemampuanitu sendiri dapat dibedakan ke dalam tiga kelompok, yaitu : 1. kemampuan memperoleh informasi yang diperlukan, 2. kemampuan untuk mengolah dan menggunakan informasi hingga menjadi pengetahuan yang mendasari kebijakan(wisdom), 3. kemampuan untuk membentuk sikap positif terhadap diri dan lingkungannya. Jelaslah bahwa peran penyampaian misi dan informasi pendidikan merupakan sebagian dari peran teknologi pendidikan. Pendidikan merupakan kepedulian semua orang sehingga ada kecendrungan pendapat bahwa oleh karena itu semua orang dengan sendirinya mengetahui dan memahami pendidikan. Teknologi pendidikan sebagai disiplin keilmuan, profesi dan bidang garapan telah memberikan kontribusinya dalam pembangunan pendidikan. Namur kontribusi tersebut hanya akan berkembang dengan adanya komitmen sungguh-sungguh dari para teknolog pendidikan.
C. PENUTUP
1.                  1.      Kesimpulan
Dari pemaparan makalah di atas penulis dapat menarik kesimpulan, Landasan kebijakan pendidikan meliputi :
a)      Landasan Ideal yaitu Pancasila,
b)      Landasan Konstitusional yaitu UUD 1945, dan
c)      Landasan Operasional yaitu meliputi ketetapan MPR
1.                  2.      Saran
Adapun saran yang dapat diberikan oleh penulis mengenai permasalahan ini adalah:
1.                  Setiap lapisan kepentingan harus benar-benar menjalankan kebijakan pendidikan yang sudah berdasar pada landasan ideal, landasan konstitusional, dan landasan operasional.
2.                  Pelaksanaan kebijakan pendidikan seyogyanya sejalan dengan arah tujuan kebijakan pendidikan yang sudah dibuat dan tersusun rapi.

DAFTAR PUSTAKA
Miarso, Yusufhadi. 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Ihsan, Fuad. 2005. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta : Rieneka Cipta.
———2006. UU Sisdiknas no. 20 tahun 2003. Jakarta : Asa Mandiri

1.                  2.   ARTIKEL/TULISAN LANDASAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN

1.                  A.    PENDAHULUAN
2.                  1.      Latar Belakang Masalah
Manusia membutuhkan pendidikan untuk menjalani kehidupannya. Pendidikan memberi bekal manusia untuk menjalani kehidupan menjadikan dewasa dengan dapat menentukan hal yang baik dan benar, dan menjalani tugas untuk belajar sepanjang hayat. Tujuan pendidikan tersebut untuk mengarah pada menjadikan manusia lebih baik. Pendidikan berproses berdasarkan landasan yang memiliki peran penting dalam pencapaian tujuan tersebut. Salah satu landasan tersebut adalah landasan pendidikan yang menentukan secara teratur rencana yang ditentukan untuk pencapaian tujuan. Suatu landasan kebijakan pendidikan berarti adalah suatu dasar keputusan untuk melakukan sesuatu dari stakeholder yang merancang aturan pencapaian keputusan pendidikan. Landasan kebijakan pendidikan tersebut menjadi acuan langkah dalam melaksanakan pendidikan. Kebijakan yang diputuskan telah dipertimbangkan dan disusun denga hati-hati dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas pendidkan yang lebih baik. Setiap kebijakan pendidikan juga akan berubah seiring dengan perkembangan zaman yang terjadi bahkan ada perubahan kebijakan yang bersifar reformatif.
Menurut John Dewey dalam Tilaar (1999) menyebutkan Education is the fundamental method of social progress and reform. All reforms wich rest simply upon the enactment of law, or the thereathenig of certain penalties, or upon changes in mechanical or autward arrangements, are transitory and futile. Pendidikan adalah metode dasar kemajuan sosial dan reformasi. Semua reformasi yang sisanya hanya pada berlakunya hukum, atau memberlakukan denda tertentu, atau atas perubahan pengaturan mekanis atau luar, yang sementara dan sia-sia.
Reformasi membuka ruang partisipasi formal dan informal secara lebih
luas. Kebebasan pers memberi sumbangan amat berarti bagi partisipasi publik, sehingga pendidikan dasar dapat dengan cepat menjadi isu publik untuk didiskusikan dan diadvokasi secara bebas. Indonesia yang mengalami beberapa kali zaman kepemimpinan juga memengaruhi perubahan kebijakan pendidikan namun landasan kebijakan utama tetap dari Pembukaan Undang-Undang tahun 1945, hingga pada Sistem Pendidikan Nasional dan Rencana Strategis di bidang pendidikan. Sebagai seorang pendidik sangat penting memahami suatu landasan kebijakan pendidian untuk melaksanakan pendidikan sesuai aturan yang berlaku, agar mencapai tujuan pendidikan yang berkualitas dan terarah. Berdasarkan pembahasan di atas maka pemakalah akan membahas tentang landasan kebijakan pendidikan di Indonesia implikasinya di negara Indonesia, serta perbandingan dengan landasan kebijakan di negara maju yaitu Amerika Serikat.
1.                  2.      Rumusan Masalah.
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas maka masalah yang akan dibahas dalam penulisan makalah ini adalah :
1)      Apakah yang dimaksud dengan Landasan?
2)      Apakah yang dimaksud dengan kebijakan?
3)      Apakah yang dimaksud dengan pendidikan?
4)      Apakah yang dimaksud dengan Landasan Kebijakan Pendidikan?
5)      Bagaimanakah Landasan Kebijakan Pendidikan Indonesia?
6)      Bagaimanakan Kebijakan Negara Amerika Serikat
1.                  3.      Tujuan Penulisan Makalah.
1)   Untuk mengetahui pengertian Landasan.
2)   Untuk mengetahui pengertian Kebijakan.
3)   Untuk mengetahui pengertian Pendidikan.
4)   Untuk mengetahui pengertian Landasan Kebijakan Pendidikan.
5)   Untuk memahami Landasan Kebijakan Pendidikan Indonesia.
6)   Untuk memahami Kebijakan Negara Amerika Serikat
1.                  B.     PEMBAHASAN
2.                  1.      Pengertian Landasan
Secara leksikal, landasan berarti tumpuan, dasar atau alas, karena itu landasan merupakan tempat bertumpu atau titik tolak atau dasar pijakan. Titik tolak atau dasar pijakan ini dapat bersifat material (contoh: landasan pesawat terbang); dapat pula bersifat konseptual (contoh: landasan pendidikan). Landasan yang bersifat koseptual identik dengan asumsi, adapun asumsi dapat dibedakan menjadi tiga macam asumsi, yaitu aksioma, postulat dan premis tersembunyi. Berdasarkan The Free Dictionary by Farlex Landasan (based) artinya adalahThe fundamental principle or underlying concept of a system or theory; a basis. Secara karta kerja berdasarkan Dictionary.com yaitu the bottom support of anything; that on which a thing stands or rests: Selanjutnya yaitu : a fundamental principle or groundwork; foundation; basis: the base of needed reforms. Berdasarkan arti penjabaran ringkas diatas maka dapat disimpulkan landasan adalah suatu prinsip yang inti dan pijakan atau mengarisbawahi suatu konsep dalam sistem atau teori.
1.                  2.      Pengertian Kebijakan
Kata policy secara etismologis berasal dari kata polis dalam bahasa Yunani yang berarti negara-kota. Dalam bahasa latin kata ini menjadi politia, yang artinya negara. Dalam bahasa Inggris lama, kata tersebut menjadi policie, yang pengertiannya berkaitan dengan urusan pemerintah atau administrasi pemerintah (Dunn,1981:). Dalam pengertian umum kata ini diartikan sebagai, “…a course of action intended to accomplish some end”(Jones,1977:4) atau sebagai “… whatever government chooses to do or not to do” (Dye,1975:1). Dalam bahasa Indonesia, kata “kebijaksanaan” atau “kebijakan” yang diterjemahkan dari kata policy tersebut mempunyai konotasi tersendiri. Kata kebijakan diambil dari kata bijaksana atau bijak yang dapat disamakan dengan pengertian wisdom, yang berasal dari kata sifat wise dalam Bahasa Inggris. Banyak definisi yang dibuat oleh para ahli untuk menjelaskan arti kebijakan. Thomas Dye menyebutkan kebijakan sebagai pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (whatever government chooses to do or not to do).
Definisi ini dibuatnya dengan menghubungkan pada beberapa definisi lain dari David Easton (1957) , dalam hayes (2001) . Easton menyebutkan kebijakan pemerintah sebagai “kekuasaan mengalokasi nilai-nilai untuk masyarakat secara keseluruhan.” Ini mengandung konotasi tentang kewenangan pemerintah yang meliputi keseluruhan kehidupan masyarakat. Tidak ada suatu organisasi lain yang wewenangnya dapat mencakup seluruh masyarakat kecuali pemerintah. Sementara Lasswell dan Kaplan (Ulul Albab, 2005) yang melihat kebijakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan, menyebutkan kebijakan sebagai program yang diproyeksikan berkenaan dengan tujuan, nilai dan praktek (a projected program of goals, values and practices). Carl Friedrich (Ulul Albab, 2005) mengatakan bahwa yang paling pokok bagi suatu kebijakan adalah adanya tujuan (goal), sasaran (objektive) atau kehendak (purpose). H. Hugh Heglo menyebutkan kebijakan sebagai “a course of action intended to accomplish some end,” atau sebagai suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi Heglo ini selanjutnya diuraikan oleh Jones dalam kaitan dengan beberapa isi dari kebijakan.Pertama, tujuan. Di sini yang dimaksudkan adalah tujuan tertentu yang dikehendaki untuk dicapai (the desired ends to be achieved). Bukan suatu tujuan yang sekedar diinginkan saja. Dalam kehidupan sehari-hari tujuan yang hanya diinginkan saja bukan tujuan, tetapi sekedar keinginan. Setiap orang boleh saja berkeinginan apa saja, tetapi dalam kehidupan bernegara tidak perlu diperhitungkan. Baru diperhitungkan kalau ada usaha untuk mencapainya, dan ada”faktor pendukung” yang diperlukan. Ke-dua, rencana atau proposal yang merupakan alat atau cara tertentu untuk mencapainya. Ke-tiga, program atau cara tertentu yang telah mendapat persetujuan dan pengesahan untuk mencapai tujuan yang dimaksud. Ke-empat, keputusan, yakni tindakan tertentu yang diambil untuk menentukan tujuan, membuat dan menyesuaikan rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program dalam masyarakat. Selanjutnya Heglo mengatakan bahwa kebijakan lebih dapat digolongkan sebagai suatu alat analisis daripada sebagai suatu rumusan kata-kata. Sebab itu, katanya, isi dari suatu kebijakan lebih dapat dipahami oleh para analis daripada oleh para perumus dan pelaksana kebijakan itu sendiri.
Bertolak dari sini, Jones merumuskan kebijakan sebagai “…behavioral consistency and repeatitiveness associated with efforts in and through government to resolve public problems” (perilaku yang tetap dan berulang dalam hubungan dengan usaha yang ada di dalam dan melalui pemerintah untuk memecahkan masalah umum). Definisi ini memberi makna bahwa kebijakan itu bersifat dinamis. Sejalan dengan perkembangan studi yang makin maju, William Dunn mengaitkan pengertian kebijakan dengan analisis kebijakan yang merupakan sisi baru dari perkembangan ilmu sosial untuk pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebab itu dia mendefinisikan analisis kebijakan sebagai “ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai metode untuk menghasilkan dan mentransformasikan informasi yang relevan yang dipakai dalam memecahpersoalan dalam kehidupan sehari-hari“. Di sini dia melihat ilmu kebijakan sebgai perkembangan lebih lanjut dari ilmu-ilmu sosial yang sudah ada. Metodologi yang dipakai bersifat multidisiplin. Hal ini berhubungan dengan kondisi masyarakat yang bersifat kompleks dan tidak memungkinkan pemisahan satu aspek dengan aspek lain. Berikut tahapan dalam membuat kebijakan menurut Sean Lennon “Defining of the Issue Setting the Agenda Formulating the Policy Adopting the Policy Implemetation of the Policy Analysis / Interpretation of the courts”.
Berdasarkan definsi-definsi diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan merupakan rencana yang disusun oleh stakeholder atau pemerintah untuk halayak umum yang bertujuan untuk mencapai suatu tujuan dan bersifat dinamis karena adanya perubahan zaman. C. Pengertian Pendidikan Berdasarkan sudut pandang pedagogik, sebagaimana dikemukakan M.J. Langeveld (1980) dapat disimpulkan bahwa pendidikan atau mendidik adalah suatu upaya orang dewasa yang dilakukan secara sengaja untuk membantu anak atau orang yang belum dewasa agar mencapai kedewasaan. Pendidikan berlangsung dalam pergaulan antara orang dewasa dengan anak atau orang yang belum dewasa dalam suatu lingkungan. Karena pendidikan itu diupayakan secara sengaja, maka dalam hal ini pendidik tentunya telah memiliki tujuan pendidikan. Untuk mencapai tujuan tersebut pendidik memilih isi pendidikan tertentu dan menggunakan alat pendidikan tertentu pula.
Dari uraian di atas, dapat diidentifikasi adanya enam unsur yang terlibat dalam pendidikan atau pergaulan pendidikan, yaitu: (1) tujuan pendidikan, (2) pendidik, (3) anak didik, (4) isi pendidikan, (5) alat pendidikan, (6) lingkungan pendidikan. Berdasarkan Dictionary of Education dinyatakan bahwa pendidikan adalah: ( a) proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, (b) proses sosial yang terjadi pada orang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga mereka dapat memperoleh perkembangan kemmapuan sosial dan kemampuan individu yang optimum (Fattah, 1996 ). Pengertian lain dijelaskan oleh Crow and Crow (1960) dalam Fattah (1996) “Modern educational thepry and practise not only are aimed at preparation for future living but also are operative indetermining the patern of present“. Komite Internasional UNESCO yang diketuai oleh Jacques Delors tentang pendidikan untuk abad XXI, yakni pendidikan yang harus dilaksanakan atas dasar dua buah prinsip, yakni prinsip pertama, pendidikan atau pembelajaran berlangsung sepanjang hayat (lifelong education, lifelong learning) dan prinsip kedua, pendidikan mempunyai empat sendi atau pilar. (i) belajar mengetahui, termasuk belajar bagaimana belajar (learning to know, including learning how to learn), (ii) belajar berbuat (learning to do), (iii) belajar menjadi seseorang (learning to be), dan (iv) belajar hidup bersama, hidup dengan orang lain (learning to live together, learning to live with others).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan pendidikan adalah suatu proses yang dialami oleh setiap individu sepanjang hayat baik disengaja atau tidak disengaja dalam rangka mengembangkan kemampuan diri untuk menghadapi berbagai aspek kehidupan.
1.                  3.      Landasan Kebijakan Pendidikan
Kata landasan dalam hukum/kebijakan berarti melandasi atau mendasari atau titik tolak.Sementara itu kata hukum dapat dipandang sebagai aturan baku yang patut ditaati. Aturan baku yang sudah disahkan oleh pemerintah ini , bila dilanggar akan mendapatkan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku pula. Landasan hokum/kebijakan dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat terpijak atau titik tolak dalam melaksanakan kegiatan – kegiatan tertentu, dalam hal ini kegiatan pendidikan “Education policy” refers to the collection of rules, both stated and implicit, or the regularities in practice that govern the behavior of persons in schools. Education policy analysis refers to the scholarly study of education policy. Examples of education policy analysis may be found in such academic journals as Education Policy Analysis Archives. “Kebijakan Pendidikan” mengacu pada kumpulan aturan, baik dinyatakan dan implisit, atau keteraturan dalam praktek yang mengatur perilaku orang di sekolah-sekolah. analisis kebijakan Pendidikan mengacu pada studi ilmiah kebijakan pendidikan Landasan kebijakan pendidikan juga akan berhubungan pihak yang berwenang melaksanakan undang-undang yaitu pihak yang merancang kebijakan tersebut. Pihak tersebut adalah pemerintah, pemerintah beserta pihak yang terkait harus mengkondisikan agar kebijakan berjalan mengarah pada tujuan utama pendidikan suatu negara dan berbasis landasan pendidikan.
Analisis kebijakan dikaitkan dengan pendidikan, maka analisis kebijakan pendidikan adalah suatu prosedur ilmiah untuk menelaah dan merumuskan seluruh isu-isu dan permasalahan pendidikan berdasarkan analisa yang tajam dan metode berfikir yang kritis yang selanjutnya menghasilkan sebuah pemikiran atau rumusan yang berguna bagi kebijakan pendidikan. Memahami kebijakan pendidikan membutuhkan sebuah kontemplasi dari pengaruh dan niat kebijakan sepanjang empat dimensi teori kebijakan. Dengan memanfaatkan empat dimensi teori kebijakan termasuk normatife, structural, konstituentive, dan teknis, individu dapat menentukan dimensi penting dari kebijakan (Coper, Fusarelli&Randall, 2004, Dennis, 2007).
Empat dimensi teori kebijakan dapat digunakan untuk evaluasi kebijakan selain itu dimensi ini mencakup bagaimana evaluasi kebijkan dapat meningkatkan efektifitas pendidikan, termasuk kurikulum, pengajaran dan penilaian. Berikut penjelasan dari ke empat dimensi tersebut: a. Dimensi Normatif : Dimensi ini terdiri dari nilai-nilai standar, dan filosofi yang mendorong masyarakat untuk melakukan perbaikan dan perubahan semua kebijakan, oleh karena itu semua kebijakan adalah refleksi dari masyarakat. b. Dimensi Struktural, yaitu berisi langkah-langkah pemerintah dan stuktur organisasi, metode dan prosedur yang menyatakan dan mendukung kebijakan pendidikan. c. Dimensi constituentive terdiri dari asumsi individu, kelompok kepentingan, dan penerima yang mengerahkan kekuatan atas, adalah pihak, dan keuntungan dari proses pembuatan kebijakan.d. Dimensi teknis mencakup pengembangan, praktek, implementasi, dan penilaian kebijakan pendidikan.
Pemahaman kebijakan pendidikan memerlukan bahwa para pembuat kebijakan merenungkan pengaruh dan konsekuensi dari kebijakan pendidikan sepanjang dimensi (Cooper, Fusarelli, & Randall, 2004, Dennis, 2007).
1.                  4.      Landasan Kebijkan Pendidikan Indonesia
Landasan yuridis atau kebijakan pendidikan Indonesia adalah seperangkat konsep peraturan perundang-undangan yang menjadi titik tolak system pendidikan Indonesia, yang menurut Undang-Undang Dasar 1945 meliputi, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Undang-Undang Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang, peraturan pemerintah, dan lainnya. Berikut landasan kebijakan pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia:
1)      Dalam pembukaan (UUD 1945, antara lain : “ Atas berkat Ramat Tuhan yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan berkebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya. Kemudian daripada itu untuk membentuk statu pemerintahan negara republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam statu undang-undang dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam statu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dab beradap, persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, serta dengan mewujudkan statu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.” (Dikti).
2)      Pasal 31 UUD 1945 menyatakan bahwa (1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan; (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; serta (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
3)      UU RI No. 2 Tahun 2003 tentang: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
4)      Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan menyatakan bahwa pendidikan nasional Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
5)      Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional. Pendidikan Pasal 1 yang berisi bahwa Standar nasional pendidikan adalah criteria minimal tentang sistem pendidikan diseluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
1.                  5.      Kebijakan Pendidikan di Negara Amerika Serikat.
Negara Amerika sangat memeperhatikan pembuatan kebijakan pendidikan berdasarkan karakterisitk geografis dan demografis serta factor sejarah. Luas negara kurang lebih 9,4 juta km persegi yang secara fisik memiliki sangat bervariasi, beriklim yang bervariasi sehingga keadaan flora dan fauna yang juga beragam. Berdasarkan keragaman tersebut karakterisitk utama sistem pendidikan Amerika Serikat yang sangat menonjol adalah desentralisasi. Karakter desentralistik ini berupa pemerintah pusat tidak memiliki mandar untuk mengontrol atau mengadakan pendidikan untuk masyarakat. Setiap pemerintah federal. Negara bagian, dan pemerintah daerah memiliki atauran dan tanggung jawab adminstratif masing-masing yang sangat jelas. Amerika Serikat tidak mempunyai sistem pendidikan yang terpusat atau yang bersifat nasional. Namun Amerika Serikat memiliki tujuan pendidikan secara umum yaitu (Syah Nur, 2002) :
1)   Untuk mencapai kesatuan dalam kebinekaan
2)   Untuk mengembangkan cita-cita dan praktek demokrasi
3)   Untuk membantu pengembangan idnvidu
4)   Untuk memperbaiki kondisi social masyarakat
5)   Untuk mempercepat kemajuan social.
Setiap negara menydiakan pendidikan secara gratis bagi anak-anak sekolah negeri, mulai dari Taman Kanak-Kanak ditambah 12 tahun pada jenajang berikutnya. Setiap undang-ungan tidak sama diantara negara-negara bagian, namun pada dasarnya pendidikan adalah wajib bagi anak-anak dan remaja dari umur 6 atau 7 sampai 16 tahun. Dalam system pendidikan Amerika Serikat, terdapat beberapa pola struktur pendidikan, baik pada tingkat dasar dan menengah, maupun pada tingkat pendidikan tinggi. Pada tingkat dasar dan menengah terdapat pola sebagai berikut:
1)      Taman Kanak-Kanak+Pendidikan Dasar “grade” 1-8+4 tahun SLTA: 2. Taman Kanak-Kanak+Sekolah Dasar grade 1-6=3 tahun SLTP=3 tahun SLTA; 3. Taman Kanak-kanak+Sekolah Dasar “grade” 1-4/5+4 Tahun SLTP + 4 tahun SLTA dan 4. Setelah menyelesaikan pendidikan tingkat Taman Kanak-Kanak+12 tahun, pada beberapa buah negara bagian, dilanjutkan 2 tahun pada tingkat akademi 9Junior/Cummunity College) Sebagaian dari system pendidikan dasar dan menengah Pada pendidikan tinggi, struktur dan jenis/jenjang pendidikan pada dasarnya dikelompokkan dalam tiga bentuk, baik pendidikan tinggi negeri maupun swasta, yaitu: 1. Pendidikan tinggi 2 tahun yang disebut “Junior, Cimmunity atau Technical Collegel”. Memberikan sertifikat, dan kadang kendala memberikan gelar “Associate of Art” (A.A) 2. Pendidikan tinggi 4 tahun yang menyediakan Strata -1 disamping pendidikan professional. Tingkat ini lazim disebut “undergraduate”.
2)      Universitas biasanya terdiri dari berbagai fakultas yang menyediakan program Diploma, S-1, Pascasarjana S-2 (Master) dan kebanyakan menyediakan program Doktor (S-3) Kebijakan umum pendidikan dasar dan menengah dipegang oleh sebuah badan yang disebut “Board of Education” yang berfungsi memebuat kebijaknakebijakan serta menentukan anggara pendidikan, sementara Departemen Pendidikan engara bagian bertanggung jawab atas semua pendidikan dan semua tingkat, yang kadang-kadang juga mencakup pendidikan tinggi. Kurikulum sekolah, penentuan persyaratan sertifikasi, guru-guru, dan pembiyaan sekolah menjadi tanggung jawab badan ini. Pimpinan bagian pendidikan ini disebut “Comissioner” atau “Superintendent”biasanya ditunjuk oleh “Board of education” atau oleh gubernur, tetapi pada beberap negara bagian pimpinan itu dipilih. Pada dasrnya, operasional sekolah dilasanakan oleh unit-unit yang lebih rendah, bahkan langsung oleh sebuah sekolah dasar. Mereka pada prinsipnya memiliki kebebasan atau otonomi yang luas.
1.                  C.    PENUTUP
Pengertian Landasan. Landasan adalah suatu prinsip yang inti dan pijakan atau mengarisbawahi suatu konsep dalam sistem atau teori. Pada landasan untuk konseptual landasan mengandung asumsi.
Pengertian kebijakan. Kebijakan merupakan rencana yang disusun oleh stakeholder atau pemerintah untuk khalayak umum yang bertujuan untuk mencapai suatu tujuan dan bersifat dinamis karena adanya perubahan zaman.
Pengertian pendidikan. Pendidikan adalah suatu proses yang dialami oleh setiap individu sepanjang hayat baik disengaja atau tidak disengaja dalam rangka mengembangkan kemampuan diri untuk menghadapi berbagai aspek kehidupan.
Landasan Kebijakan. Pendidikan Landasan kebijakan pendidikan merupakan suatu dasar untuk melakukan melaksanakan undang-undang oleh pihak yang berwenang termasuk juga pihak yang merancang kebijakan tersebut. Pihak yang dominan adalah tersebut adalah pemerintah, pemerintah beserta pihak yang terkait harus mengkondisikan agar kebijakan berjalan mengarah pada tujuan utama pendidikan suatu negara dan berbasis landasan pendidikan.
Landasan Kebijakan Pendidikan Indonesia Landasan yuridis atau kebijakan pendidikan Indonesia adalah seperangkat konsep peraturan perundang-undangan yang menjadi titik tolak system pendidikan Indonesia, yang menurut Undang-Undang Dasar 1945 meliputi, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Undang-Undang Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang, peraturan pemerintah, dan lainnya.
Kebijakan Negara Amerika Serikat Kebijakan pendidikan negara Amerika Serikat disusun berdasarkan kondisi geografis negara dan demografis negara hingga menggunakan kebijakan desentralisasi. Kebijakan ini meng-arahkan pada setiap negara bagian memiliki aturan administrative sendiri untuk menjalankan pendidikan hingga tingkat lembaga sekolha. Namun pemerintah pusat beserta dewan yudikatif, legislative membantu penuh dalam memecahkan masalah pendidikan dan memberikan infrastruktur yang layak untuk kebutuhan sekolah. Saran Suatu hal memerlukan pijakan kuat untuk teori yang akan digunakan dalam rangka membuat suatu kebijakan untuk membuat rencana, diharapkan untuk benar-benar mengkaji masalah agar dapat membuat kebijakan yang sesuai dengan nilai-nilai dan kebutuhan masyarakat. Kebijakan yang dibuat seharusnya suatu kebijakan hrslah kontinue dan berkelanjutan. Sosialisasi suatu kebijakan penting terlebih lagi untuk kebijakan pendidikan. Sosialisasi tersebut harus dilakukan hingga semua element pendidikan mengetahui dan memahami serta dapat menerapkan dengan profesional. Setelah sosialisasi tercapai pemerintah dapat menganalisis apakah kebijakan yang disusun telah mencapai tujuan dan berjalan dengan baik atau malah belum tepat dalam mengeluarkan kebijakan. Analisis ini sangat penting agar dapat melihat mana kekurangan dan kelebihan suatu kebijakan.
DAFTAR PUSTAKA
Childers, Dennis ( 2007). Empat Dimensi Teori Kebijakan Pendidikan: Normatif, Struktural, Constituentive, dan Teknik [Online] Tersedia: http://translate.google.com/translate? hl=id&sl=en&tl=id&prev=_t&u=article/500765/four_dimensions_of _educational_policy_pg2.html%3Fcat%3D4
Dictionary.com [Online] Tersedia:http://dictionary.reference.com/browse/base Dye, T. R. (1972). Understanding public policy. Englewood Cliffs, NJ: PrenticeHall./
Fattah, Nanang.1996. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Lennon, Sean (____) Educational Policy [Online] Tersedia:http://www.lennonportal.net/index_files/policy1.ppt.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 [Online] Tersedia:www.bpkp.go.id/unit/hukum/pp/2005/019-05.pdf.
Tilaar. 1999. Pendidikan Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia. Bandung: PT Remadja Rosdakarya.
DIKTI (2003) Sistem Pendidikan Nasional [Online] Tersedia: www.inherentdikti.net/files/sisdiknas.pdf .
Syah, Agustiar Nur. 2002.  Perbandingan Sistem Pendidikan 15 Negara. Bandung: Penerbit Lubuk Agung.
Undang-Undang Dasar 1945 (Amandemen) – Undang-Undang Dasar Negara [Online]Tersedia: www.bpkp.go.id/unit/hukum/uud/uud1945.pdf Ulul Albab, (2005) Definisi &
Pengertian Kebijakan Publik. [Online] Tersedia: elisa.ugm.ac.id/files/PSantoso_Isipol/…/Hani%20Arya%20-%20KP.pdf

Jawaban Soal No.4 Point. b
MATERI KULIAH
LANDASAN ILMIAH DAN PENELITIAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
Tersedia online : www.wijayalabs.wordpress.com/2008/06/16
1.                  I.              PENDAHULUAN
Teknologi sejak dahulu kala sudah ada dan keberadaannya sudah dimanfaatkan oleh manusia, misalnya teknologi memahat contoh membuat candi untuk kebutuhan ritual beribadah dan teknologi pertanian contoh bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan sebagainya. Dengan demikian maka teknologi tidak lepas dari kebutuhan hidup manusia dan merupakan bagian integral dari kehidupan masyarakat sejak dahulu. Menurut Yusufhadi Miarso, 2008, teknologi merupakan hasil dari rekayasa manusia dan diciptakan untuk mengatasi masalah dan/atau mengatasi keterbatasan manusia. Dengan demikian, maka teknologi selalu digunakan oleh manusia untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi karena terbatasnya kemampuan yang dimiliki oleh manusia. Teknologi terus berkembang sejak dahulu dari yang sederhana sampai dengan yang mutakhir sampai saat ini sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat.
Berkembangnya teknologi di dalam kehidupan masyarakat termasuk di dalam bidang pendidikan. Teknologi di bidang pendidikan digunakan oleh masyarakat misalnya pada waktu memberikan pelatihan baik untuk memberikan informasi atau pengetahuan maupun keterampilan. Selain itu, teknologi juga digunakan oleh tenaga pendidik baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah dalam rangka mentransfer ilmu pengetahuan maupun keterampilan kepada peserta didik. Teknologi baik sebagai sarana maupun sebagai pendukung di bidang pendidikan di sebut teknologi pendidikan.
Namun demikian, sampai saat ini istilah ”teknologi pendidikan” masih terjadi dua pendapat, yaitu ada pihak yang menyatakan ”teknologi pendidikan” dan ada pula yang menyatakan ”teknologi pembelajaran” . Menurut Barbara B. Seels & Rita C. Richey,1994, ada dua pendapat yang setuju dengan istilah teknologi pembelajaran. Pertama, karena kata teknologi. Kedua, karena kata pendidikan lebih sesuai dengan hal-hal yang berhubungan dengan sekolah lingkungan pendidikan. Istlah pembelajaran tidak hanya mencakup pengertian pendidikan mulai dari TK hingga SLTA, juga mencakup pelatihan atau training. Menurut Knirk dan Gustafson, 1986, kata ”pembelajaran” berkenaan dengan permasalahan belajar dan mengajar, sedangkan ”pendidikan” terlalu luas karena mencakup segala aspek pendidikan. Sebaliknya mereka yang setuju dengan ”teknologi pendidikan” berdalih bahwa karena pembelajaran atau instruction dianggap oleh banyak orang sebagai bagian dari pendidikan. Oleh karena itu, untuk memahami teknologi pendidikan maka perlu memahami lebih dahulu mengenai hakekat teknologi dan teknologi pendidikan. Hal ini dilakukan agar dalam memahami mengenai teknologi pendidikan tidak keliru.
1.                  II.           Hakekat Teknologi Menurut Para Ahli
Menurut Iskandar Alisyahbana, 1980, teknologi telah dikenal manusia sejak jutaan tahun yang lalu karena dorongan untuk hidup yang lebih nyaman, lebih makmur dan lebih sejahtera. Jadi sejak awal peradaban sebenarnya telah ada teknologi meskipun istilah teknologi belum digunakan. Istilah teknologi berasal dari techne atau cara dan logis atau pengetahuan. Jadi secara harfiah teknologi dapat diartikan dengan pengetahuan tentang cara. Pengertian teknologi sendiri menurutnya adalah cara melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan alat dan akal, sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat atau membuat lebih ampuh anggota tubuh, pancaindera dan otak manusia. Menurut Jaques Ellul, 1967, teknologi yaitu ” ”keseluruhan metode yang secara rasioal mengarah dan memiliki ciri efisiensi dalam setiap bidang kegiatan manusia”. Sedangkan menurut Hoban, 1977, teknologi merupakan perpaduan yang kompleks dari organisasi manusia dan mesin, ide, prosedur dan pengelolaan.
1.                  III.        Hakekat Teknologi Pendidikan Menurut AECT
Menurut Komisi definisi dan terminologi The Association for Educational Communication and Technology atau AECT, 1972, menyatakan bahwa teknologi pendidikan adalah suatu bidang yang berkepentingan dengan memfasilitasi belajar pada manusia, melalui usaha sisematik dalam identifikasi, pengembangan, pengorganisasian dan pemanfaatan berbagai macam sumber belajar serta dengan pengelolaan atas keseluruhan proses tersebut. Dengan demikian, maka teknologi pendidikan sebagai suatu bidang keilmuan dan memiliki kepentingan untuk memfasilitasi belajar pada manusia dengan menggunakan suatu sistem. Teknologi pendidikan dinyatakan sebagai suatu bidang keilmuan, karena pada tahun 1976 di Indonesia sudah menjadi suatu program studi baik untuk jenjang S1; dan pada tahun 1978 ditingkatkan pada jenjang S2; dan S3



1.                  IV.        Teknologi Pendidikan Ditinjau Dari Filsafat Pengetahuan
Bidang pendidikan saat ini terus berkembang, ini terjadi karena adanya tuntutan dari masyarakat agar pendidikan dapat sesuai dengan kebutuhan masa kini dan masa mendatang. Selain itu, pendidikan juga harus meluas sehingga semua orang dapat memperoleh pendidikan sehingga lulusannya dapat berkompetisi dalam tataran global. Hal ini sejalan dengan pernyataan UNESCO mengenai empat pilar pendidikan yaitu learning to do; learning to be; learning to know; dan learning to live together. Learning to do, dimana intinya yaitu bagaimana mengembangkan potensi maksimal pebelajar, sedangkan learning to know yaitu bagaimana melakukan penelitian agar pebelajar dapat mengetahui yang ada di sekitarnya. Semua itu, tentunya bermuara kepada bagaimana cara memecahkan masalah belajar pada manusia.
1.                  Teknologi pendidikan ditinjau dari segi filsafat pengetahuan, maka dapat pula disebut sebagai obyek formal atau landasan ontologi teknologi pendidikan. Obyek formal tersebut digarap dengan cara khusus yaitu dengan:
2.                  Pendekatan isomeristik yaitu menggabungkan berbagai pemikiran atau bidang keilmuan seperti psikologi, komunikasi, ekonomi, manajemen, dan sebagainya ke dalam kebulatan tersendiri.
3.                  Pendekatan sistemik yaitu dengan cara yang berurutan dan terarah dalam usaha memecahkan persoalan.
4.                  Pendekatan sinergistik yaitu yang menjamin adanya nilai tambah dari keseluruh kegiatan dibandingkan dengan bila kegiatan itu dijalankan sendiri-sendiri.
5.                  Sistemik yaitu pengkajian secara menyeluruh.
6.                  Inovatif yaitu mencari penyelesaian masalah dengan pendekatan baru. Komponen inovatif Ini merupakan usaha khusus atau pendekatan ini merupakan asas epistemologis teknologi pendidikan.
1.                  V.           Kesimpulan
Teknologi pendidikan merupakan suatu cara bagaimana memecahkan masalah belajar pada manusia yang memilki keterbatasan. Dengan teknologi pendidikan maka pendidikan dapat diberikan secara efisien dan efektif serta meluas sehingga semua orang dapat memperoleh pendidikan yang bermutu. Dengan memiliki hasil pendidikan yang bermutu atau kompeten sehingga diharapkan dapat bersaing atau berkompetisi baik secara nasional, regional maupun internasional.

REFERENSI
Miarso, Yusufhadi, Prof. Dr.,M.Sc., Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Penerbit Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan (Pustekkom) dan Diknas, 2007, Jakarta.
——————–, Makalah “Landasan Ilmiah dan Penelitian Teknologi Pendidikan”, 2008.
——————-, Makalah “Strategi dalam Teknologi Pendidikan”, 2008
Seels, B, Barbara & Richey C. Rita, Teknologi Pembelajaran, Penerbit Universitas Negeri Jakarta, 1994, Jakarta.


Terseda Online : www.fadlebae.wordpress.com/2008/03/10
A. PENDAHULUAN
1.                  Latar Belakang
Perkembangan teknologi berpengaruh juga terhadap perkembangan pendidikan, sehingga lahir beberapa hal baru dalam dunia pendidikan. Hal baru tersebut pada awalnya hanya menfokuskan diri pada bidang media, sehingga dapat memberikan nilai tambah dalam proses, produk dan struktur atau system.  Ketiga hal tersebut di kenal sebagai teknologi pendidikan (education tecnologi).
Lahirnya ilmu baru menuntuk adanya bidang kajian atau bidang kajian penelitian dengan segala perangkatnya. Hal ini menjadi pemikiran para ahli bidang teknologi pendidikan yang dapat digunakan untuk panduan dan pedoman.
Landasan berfikir dalam bidang teknologi pendidikan (education technologi) atau teknologi pembelajaran (instructional technologi) yang menjadikan bidang garapan baru menjadi bidang ilmu atau menjadi disiplin ilmu yang baru adalah rangkaian dalil yang dijadikan sebagai pembenar.  Dasar falsafi dasar keilmuan tersebut ada 3 jenis yaitu : ontology, epistemology dan aksiologi.
Ketiga hal di atas dapat dicapai melalui pendekatan yang memenuhi 4 persyaratan : pendekatan isometric, pendekatan sistematik, pendekatan sinergistik dan pendekatan sistemik. Dengan demikian diharapkan falsafah teknologi pendidikan bertujuan agar setiap orang dapat memperoleh kesempatan belajar, baik sendiri maupun secara organisasi, dan optimal melalui pendekatan yang ada di atas sehingga sumber belajar dapat dirancang sedemikian rupa sehingga menjadi efesien, efektif dan selaras dengan perkembangan masyarakat dan lingkungan, ke arah terbentuknya masyarakat belajar.
Keadaan tersebut menjadi hal yang penting dalam penggarapan bidang teknologi pendidikan yang telah mengalami perubahan pengertian menjadi teknologi pembelajaran sebagai suatu bidang ilmu melalui penelitian dan pengembangan teknologi pendidikan atau teknologi pembelajaran.
Menurut Creswell, Denzin & Lincoln Miaso: di katakan bahwa ada 2 pembagian penelitian dalam teknologi pendidikan yaitu positivistik dan pascapostivistik atau fenomenologik. Pendekatan positivistic dilakukan dalam pendekatan ilmu-ilmu eksakta dengan menggunakan pola statistic, yang didalamnya terdapat variable yang dikontrol, pengacakan sample, pengujian validitas dan realiabelitas instrument, dan ditujukan pada genaralisasi sample ke dalam populasi. Sedangkan pendekatan atau penelitian pascapositivistik/fenomenologi berakar pada penelitian social seperti bidang etnografi, studi kasus, studi naturalistic, sejarah, biografi, dan teori membumi (grounded theory) dan studi deskriptif. (Miarso, 2007:209)

1.                  2.      Rumusan Masalah
Dari beberapa hal yang telah diungkapkan dalam latar belakang di atas didapatkan suatu rumusan masalah
1.                  Apa saja yang menjadi landasan falsafah dan landasan ilmiah serta landasan berfikir penelitian teknologi pendidikan
2.                  Apa saja yang menjadi kawasan Penelitian Teknologi Pendidikan
1.                  3.      Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penulisan ini adalah :
1.                  Dapat memberikan informasi tentang falsafah, landasan ilmiah serta landasan berfikir penelitian teknologi pendidikan bagi mahasiswa teknologi pendidikan
2.                  Memberikan informasi dan gambaran kepada mahasiswa khususnya mahasiswa teknologi pendidikan dan masyarakat umum tentang kawasan penelitian teknologi pendidikan
3.                  Memberikan sumbangan tentang tulisan yang berkaitan dengan teknologi pendidikan karena masih sulitnya mendapat referensi tentang teknologi pendidikan khususnya bidang falsafaj ilmiah dan landasan berfikir penelitian pendidikan serta kawasannya dalam pemasyarakatan teknologi pendidikan.
1.                  A.  Pembahasan
2.                  1.    Landasan Falsafah
Landasan Falsafah Penelitian teknologi pendidikan, terdiri atas 3 komponen seperti yang diungkapkan oleh Suriasumantri dalam Miarso. Ada 3 jenis komponen dalam teknologi pendidikan yaitu: ontology (apa), epistemology (bagaimana) dan aksiologi (untuk apa).
·                       Ontologi : merupakan bidang kajian ilmu itu apa, jika teknologi pendidikan sebagai ilmu maka bidang kajiannya itu apa
·                       Estimologi : Pendekatan yang digunakan dalam suatu ilmu
·                       Aksiologi : Menelaah tentang nilai guna, baik secara umum maunpun secara khusus, baik secara kasad mata maupun secara abstrak.
Yang menjadi kajian dalam penelitian teknologi pendidikan menjadikan beberapa perkembangan dalam bidang pendidikan seperti yang diungkapkan oleh Ashby yaitu adanya revolusi dalam bidang pendidikan
·                       Revolusi I: Pada saat orang tua menyerahkan tanggung jawab pendidikan anak-anaknya kepada oran lain. Orang lain tersebut diserahi untuk melaksanakan pendidikan anak-anaknya. Sebelumnya orang-orang melaksanakan pendidikan anak-anaknya sendiri-sendiri atau mengajar anak-anak sendiri tidak memberikan kepada orang lain, hampir semua keluarga mendidik anak-anaknya dalam keluarga sendiri. Pendidikan yang dilakukan secara individual.
·                       Revoluasi II : Ada suatu lembaga guru, jadi pada tahapan ini ada lembaga pendidikan formal. Tidak seperti sebelumnya belum ada lembaga resmi yang ada sehingga pendidikan dilaksakan orang per orang. Dalam lembaga ada aturan-aturan yang diberlakukan, contohnya untuk masuk SR usianya 6 tahun dan lain-lain. Dalam revoluasi ini guru dianggap sangat penting segala sesuatu dianggap diketahui oleh guru, dan guru dipandang memiliki pengetahuan yang lebih dari orang lain. Sehingga lembaga ini memiliki kedudukan yang tinggi di masyarakat.
·                       Revolusi III : Disebabkan oleh ditemukannya mesin cetak, cetak secara manual dilakukan oleh Cina, dan cetak dengan menggunakan mesin cetak dilakukan oleh Eropa (Prancis). Dengan mesin cetak maka pengetahuan tidak hanya diperoleh dari guru tetapi dapat diperoleh dari hasil cetakan seperti: buku, majalah, koran dan lain-lain. Pada revolusi ke-3 ini peran guru sudah mengalami pengurangan. Revolusi ke-3 sampai dengan saat ini masih terjadi
·                       Revolusi IV : Disebabkan oleh berkembangnya bidang elektronik sepeti telpon, tv, komputer, internet dimana guru tidak dapat lagi untuk mengontrolnya. Atau minimal peran guru berkurang, dan guru tidak dapat mengklaim dirinya sebagai.
Sudut pandang yang baru mengenai teknologi pendidikan menggunakan beberapa pendekatan dengan ciri-ciri:
1)      keseluruhan masalah belajar dan upaya pemecahannya ditelaah secara simultan. Semua situasi diperhatikan dan dikaji saling kaitannya, dan bukannya dikaji secara terpisah-pisah.
2)      Unsur-unsur yang berkempentingan diintegrasikan dalam suatu proses komplek secara sistemik, yaitu dirancang, dikembangkan, dinilai dan dikelola sebagai satu kesatuan, dan ditujukan untuk memecahkan masalah.
3)      Penggabungan ke dalam proses yang komplek dan perhatian agar gejala secara menyeluruh, harus mengandung daya lipat atau sinergisme, berbeda dengan hal dimana masing-masing fungsi berjalan sendiri-sendiri. (Miarso, 2007, h.108).
Ada 6 hal kegunaan yang potensial dalam teknologi pendidikan yaitu:
Meningkatkan peroduktivitas pendidikan dengan jalan
1.                  memperlaju penahanan belajar
2.                  membantu guru untuk menggunakan waktunya secara lebih baik
3.                  mengurangi beban guru dalam penyajian informasi, sehingga guru dapat lebih banyak membina dan mengembangkan kegairahan belajar anak.
Memberikan kemungkinanan pendidikan yang sifatnya lebih individual dengan jalan
1.                  mengurangi kontrol guru yang kaku dan sederhana
2.                  memberikan kesempatan anak sesuai kemampuannya
Memberikan dasar pengajaran yang lebih ilmiah dengan jalan
1.                  perencanaan program pengajaran yang lebih sistematik
2.                  pengembangan bahan pengajaran yang dilandasi penelitian tentang prilaku
Lebih menerapkan pelajaran, dengan jalan
1.                  meningkatkan kapasitas manusia dengan berbagai media komunikasi
2.                  penyajian informasi dan data secara lebih konkrit
Memungkinkan belajar  lebih akrab
1.                  mengurangi jurang pemisah antara pelajaran didalam dan diluar sekolah
2.                  memberikan pengetahuan tangan pertama
Memungkinkan penyajian pendidikan lebih luas dan merata, terutama dengan jalan
1.                  pemanfaatan bersama tenaga atau kejadian yang langka
2.                  penyajian informasi menembus batas geografi
1.                  2.      Landasan Ilmiah
Teknologi pendidikan merupakan cabang ilmu yang memiliki obyek forma “belajar” manusia baik secara pribadi maupun secara kelompok yang memiliki pola pendekatan isomeristik, sistematik dan sistemik.
·                       Isomeristik: yaitu pendekatan yang menggabungkan berbagai unsure yang saling berkaitan dan membentuk satu kesatuan yang lebih bermakna
·                       Sistematik: yaitu dilakukan secara teratur dan menggunakan pola tertentu dan runtut.
·                       Sistemik: Dilakukan secara menyeluruh, holistic atau komprehensif.
Landasan ilmiah yang menunjang keberadaan teknologi pendidikan beserta bidang penelitiannya ada beberapa paham seperti berikut ini.
A.A Lumsidaine (1964): teknologi pendidikan merupakan aplikasi dari ilmu dan saint dasar, yaitu:
1)   ilmu fisika
2)   rekayasa mekanik, optic, electro dan elektronik
3)   teknologi komunikasi & telekomunikasi
4)   ilmu perilaku
5)   ilmu komunikasi
6)   ilmu ekonomi
Robert Morgan (1978) berpendapat ada 3 disiplin utama yang menjadi fondasi teknologi pendidikan.
1)   ilmu perilaku
2)   ilmu komunikasi
3)   ilmu manajemen
Donald P. Eli (1983) teknologi pendidikan meramu sejumlah disiplin dasar dan bidang terapannya menjadi suatu prinsip, prosedurdan keterampilan. Disiplin yang memberikan kontribusi adalah :
1)      basic contributing discipline: komunikasi, psikologi, evaluasi dan menajemen
2)      related contributing field : psikolodi persepsi, prikologi kognisi, psikologi social, media, system dan penilaian kebutuhan.
Barbara B. Seels & Rita C. Richey (1994): akar intelektual teknologi pembelajaran berasal dari disiplin lain meliputi:
1)   psikologi
2)   rekayasa
3)   komunikasi
4)   ilmu computer
5)   bisnis
6)   pendidikan
Secara umum perkembangan landasan ilmiah teknologi pendidikan bersifat ekletik, yaitu berasal dari berbagai sumber dan ditinjau dari berbagai segi atau sudut pandang.

1.                  3.    Landasan berfikir
Tujuan dari setiap penelitian pada hakikatnya untuk mengungkapkan kebenaran, baik itu kebenaran baru maupun untuk memperbaiki sesuatu yang sudah beredar di masyarakat. Dengan tujuan tersebut maka penelitian terus mengalami perkembangan dan mengalami kemajuan untuk menjawab tantang yang ada yang bermuara pada kebutuhan dan kesejahteraan manusia.
Kebenaran yang ada dan berkembang di masyarakat ada beberapa hal yaitu:
·                       kebenaran lapis dasar / kebenaran inderawi
·                       kebenaran  lapis 2 / kebenaran ilmiah
·                       kebenaran lapis 3 / kebenaran falsafi
·                       kebenaran lapis 4 / kebenaran religi
Gambar 2.1 Tingkatan Kebenaran
·                       Kebenaran lapis dasar atau kebenaran inderawi adalah kebenaran yang diperoleh dari kebenaran inderawi, seperti kebenara yang dilihat oleh mata, kebenaran yang dirasakan oleh tangan atau di dengar oleh telingan dan lain-lain. Kebenaran seperti ini dapat dilakukan dan dapat dirasakan oleh siapa saja, sebagai contoh panasnya sinar matahari yang dirasakan oleh setiap orang, maka kebenaran ini dapat dirasakan dan dapat diterima oleh setiap orang.
·                       Kebenaran lapis kedua atau kebenaran ilmiah kebenaran yang diperoleh secara sistematik, logik oleh orang yang terpelajara.
·                       Kebenaran lapis ketiga yaitu kebenaran falsafah adalah kebenaran yang diperoleh dari pemikiran yang mendalam atau falsafi, biasanya hal ini dapat dilakukan oleh orang terpelajar hasilnya dapat diterima dan biasa dijadikan rujukan oleh orang lain dan masyarakat luas.
·                       Kebenaran lapis keempat atau kebenaran religi adalah kebenaran yang hakiki, kebenaran ini berasal dari Tuhan Yang Maha Esa melalui wahyu para nabi. Jenis kebenaran ini adalah mutlak bagi yang menganutnya dan tidak dapat dibantah maka seseorang harus memilih satu di antara dua yaitu take it or leave it, kita mengambilnya dan mematuhinya semua ajaran baik perintah dan larangannya atau meninggalkannya yaitu tidak menyakini dan mencari kebenaran menurut keyakinan masing-masing.

Kebenaran positivistic
Perkembangan akan falsafi atau penalaran akan sehat dapat menyakini suatu keyakinan yang berasalah dari Tuhan (kebenaran mutlak) menjadikan perkembangan dan memberikan penafsiran yang berbeda. Demikian juga dalam kebenaran ilmih tentu akan lebih banyak lagi timbul pertanyaan dari akal sehat (common sense) yang diperoleh secara ilmiah (scientific).
Tidak selamanya kebenaran yang diperoleh melalui penelitian ilmiah mendapat sambutan benar dari masyarakat seperti yang diungkapkan oleh Yusufhadi:
“Meskipun hampir semua penelitian ilmiah apakah itu ekseperimen, koresional, studi kasus, evaluasi, histori, biografi, riset tindakan, riset kebijakan dan lain-lain merupakan usaha investigativ untuk menentukan kebenaran tentang dunia, namun ada perbedaan tentang dunia tersebut. (Miarso, 2007: 210)
Ada beberapa penafsiran tentang dunia seperti plato dengan paham idealis yang memandang pengideraan manusia di anggap reliable untuk suatu pengukuran. Sedangkan muridnya Aristoteles memili pandangan realis, memandang dunia merupakan hukum alam yang tetap yang dapat diperoleh melalui obeservasi dan pemikiran.
Pada kubu lain yang mempunyai pemahaman kebalikan dari kedua orang di atas adalah Francis Bacon dan John Locke yang menganut paham empiris, manusia merupakan kunci untuk mentransfomasikan data mentah menjadi pengetahuan, sedangkan data yang diperoleh melalui penginderaan dibangun melalui proses induktif dan pengalaman.
Pendapat lain yang diungkapan paham rasionalis, Emanuel Khan dalam bukunya Critique of Pure Reasonmengatakan bahwa pengetahuan dapat dibangun melalui pendekatan deduktif dan didasarkan pada logica formal dan metematik harus diuji dan dibuktikan secara empiric, yang diungkapkan oleh Eichelberger (Miarso, 2007: 211)
Pemikiran yang diungkapkan oleh eichelberger memberikan 3 landasan yang didapat digunakan dalam landasan penelitian baru, yaitu positivistic, fenomelogik dan hermeneutic.
Positivistic: landasan ini memberikan gagasan keberadaan besaran yang dapat diukur, dan penulis hanya sebagai pengamat yang obyektif. Pokok dari paham ini adalah “jika sesuatu itu ada maka, sesuatu itu dapat diukur”. Penelitian ini misalkan di lakukan secara laboratorik dan berulang. Dari penelitian ini melahirkan pengajaran terprogram “mesin pengajaran” (teaching machine). Fakta-fakta yang didapat dalam penelitian ini diuji secara empiric. Misalkan kita akan melakukan pengukuran tentang motivasi belajar maka dapat dijabarkan ke dalam indicator variable seperti motivasi belajar, cara belajar, usaha yang dilakukan, persaingan dan lain-lain. Data-data yang diperoleh harus diubah ke dalam bentuk angka-angka yang dapat dihitung secara statistic. Paham positivistic saat ini sangat dominan dalam penelitian khususnya dalam penelitian bidang IPA.
Fenomenologik, dikembangkan oleh matemtikawan Jerman Edmund Husserl (1850 – 1938) paham ini mengutamakan pada pengalaman dan kesadaran yang disengaja. Jadi pengalaman bukan saja pada interaksi dengan lingkungan belajar tetapi melainkan pelajaran yang diperoleh dalam rentang waktu tertentu. Untuk mendapatkan pengalaman diperlukan pemikiran, perasaan, tanggapan, dan berbagai ungkapan, tanggapan dan berbagai ungkapan psikologis atau mental.
Paradigma fenomenologik adalah akal sehat (common sense) yang oleh para penganut positivistic dianggap sebagai sesuatu yang kurang ilmiah. Fenomelogik tidak semata-mata berpangku pada data dan informasi yang ada tetapi mengadopsi pengalaman khusus menjadi umum, konkrit menjadi abstrak yang mempunyai sifat holistic. Semua diungkapkan secara naratif dengan memberikan uraian yang rinci dan mengenai hakikat suatu obyek atau konsep kebenaran ini syarat dengan nilai.
Hermeneutic dikembangkan oleh filosof Jerman Wilhelm Dithey yang memberikan ciri bahwa pencarian kebenaran dengan menafsirkan atas gejala yang ada. Sejarawan menafsirkan legenda, artefak, naskah kuno dengan menggunakan kondisi yang ada saat ini. Demikian juga para ahli tafsir kitab suci menafsirakan ayat-ayat yang ada dengan keadaan yang tren saat ini. Ahli hukum juga memberikan tafsiran pada sehingga secara umum pada paham ini memiliki bebas nilai yang sesuai dengan keadaan baik yang terlihat maupun sesuatu yang tidak terlihat.
Di bawah ini perbandingan antara 3 paham.
Tabel 2.1 Perbandingan Tiga Paham
Positivistik
Fenomenologik
Hermeneutic
Analitik
Holistik
Sintetik
Nomotetik
Ideografik
Interpretatik
Deduktif
Induktif
Sinkretik
Laboratorik
Empirik
Empatik
Pembuktian dengan Logika
Pengukuhan pengalaman
Penafsiran yang tidak memihak
Kebenaran Universal
Kebenaran bersifat unik
Kebenaran yang diterima
Bebas Nilai
Tidak bebas nilai
Tidak bebas nilai

Kebenaran Pascapositivistik
Kebenaran pascapositivistik akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat dan sedemikian rupa. Dan keadaan ini akan terus mengalami perkembangan sehingga menemukan hal-hal yang baru yang lebih bersifat inovatif. Pascapositivistik meliputi paradigma pascamodernis (postmodernism), paradigma kritis (critical paradigm), pendekatan feminis (feminis approaches) dan perkembangan lainya.
Dalam dunia pendidikan kebenaran pascapositivistik yang terbaru dan terus mengalami perkembangan adalah masalah model-model pembelajaran seperti model pembelajaran berkelompok, model pembelajaran langsung dan model pembelajaran kontruktivis. Perkembangan ini akan terus bertambah seperti quantum learning dan quantum teaching yang merupakan produk-produk inovatif dalam penelitian teknologi pendidikan.

Contektual Teaching And Learning
Pendekatakan kontektual, pembelajaran kebermaknaan (meaning full) yang dikembangkan oleh Bruner (Nur, 2000) merupakan hasil pembelajaran yang menekankan agar keaktifan siswa. Tujuan dari pembelajaran ini adalah untuk menekankan pada materi yang sulit untuk diserap dengan mengerjakan secara mandiri dengan penyelaman “dunia nyata” yang secara umum menggunakan umpan balik, refleksi, evaluasi, dan penyelaman kembali. Ada 7 hal yang menjadi pendekatan kontekstual (kontekstul teaching and learning) yaitu:
(1)      Inquiri
Kegiatan inkuiri dilakukan dengan proses induktif yang diawali dengan pengamatan dalam rangka memahami suatu konsep. Dalam praktik, proses ini melewati siklus kegiatan mengamati, bertanya, menganalisis, dan merumuskan teori baik secara induvidul maupun secara bersama-sama. Penemuan ini bertujuan untuk mengembangkan dan sekaligus menggunakan keterampilan berfikir pemelajar.
(2)      Questioning
Pertanyaan merupakan hal penting agar proses pembelajaran menjadi meningkat, dan berkembang sehingga guru dapat melakukan dorongan, bimbingan dan menilai kemampuan berfikir siswa. Pertanyaan dapat dijadikan pemelajar untuk melakukan penemuan.
(3)      Contructivism
Pemelajar dapat melakukan pemahaman dan membangun pengetahuannya sendiri dari pengalaman-pengalaman yang baru berdasarkan pengalaman awal Pengalaman awal selalu menjadi tumpuan dalam pemahaman baru.
(4)      Learning society
Salah satu yang membedakan antara cirri dari teknologi pembelajaran modern dan pembelajaran tradisional adalah adalah learning society, masyarakat belajar. Masyarakat belajar diharapkan saling mengisi saling memberi, dan tidak terjadi persaingan secara individu sehingga tidak mengembangkan sikap egoistis.
(5)      Autentic assessment
Assessment yang merupakan salah satu kawasan teknologi pendidikan, menjadi ciri lain dari pembelajaran modern, penilaian yang dilakukan tidak hanya dilakukan pada akhir saja tetapi dilakukan juga pada saat proses. Penilaian ini juga memprasyaratkan penerapan pengetahuan dan keterampilan.
(6)      Reflection
Refleksi adalah merupakan pola dari teknologi dalam belajar, dimana pemejar diharapkan dapat memberikan revisi, merespon kejadian, melakukan aktivitas, dan pengalaman mereka setelah proses terjadi. Bentuk aktivitas refleksi adalah diskui, jurnal, karya seni dan lain-lain.
(7)      Modelling
Kecerungan dari pemelajar untuk meniru apa-apa yang dilihatkan dan dilakukan oleh dirinya menjadikan modeling mendapatkan perhatian cukup serius dalam penelitian teknologi pembelajaran. Dengan modeling diharapkan adanya peningkatan aktivitas, partisipasi dan keingintahuan pemelajar tentang sesuatu hal.
Kawasan Penelitian Teknologi Pendidikan
Sebagai cabang ilmu baru maka teknologi pendidikan harus memiliki kawasan tersendiri dalam penelitian sehingga dapat memperkokoh landasan atau dasar ilmu tersebut. Secara garis besar penelitian teknologi pendidikan meliput empat komponen seperti yang diungkapkan oleh Sells dan Richey dalam Miarso:
Dalam definisi ini terdapat 4 komponen yaitu :
1) riset dan teory
2) desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, penilaian dan penelitian
3) proses, sumber dan system
4) belajar
Pada poin kedua di atas merupakan kawasan penelitian pendididikan, dimana hal tersebut merupakan kawasan penelitian pendidikan.

1.                  B.     KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa ada beberapa hal yang menjadi landasan dalam penelitian Teknologi Pendidikan yaitu: Kebenaran Inderawi, Kebenaran Ilmiah dan Kebenaran Religi. Sedangkan paham yaitu ada 2 macam yaitu paham positivistic dan pascapositivistik.
Paham Positivistik terdiri atas 3 hal yaitu kebenaran positivistic, kebenaran fenomenologik, dan kebenaran hermeneutic.
Setiap paham atau kebenaran memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing dimana kebenaran positivistic lebih mengutamakan pengujian melalui uji statistic, bidang ini banyak dilakukan dalam bidang eksakta. Kebenaran fenomenologik adalah kebenaran yang berdasarkan pada pengalaman, kebenaran ini bersifat akal sehat (common sense). Sedangkan kebenaran hermeneutic adalah kebenaran yang berdasarkan pada pencarian kebenaran melalui asumsi dari sesuatu yang ada dengan membandingkan keadaan yang relevan pada saat ini.
Sedangkan kebenaran pascarppositivistik adalah kebenaran yang berladasan pada perkembangan yang ada saat ini, kebenaran ini akan terus mengalami perkembangan dan penyempurnaan, salah satu contoh dari perkembangan pascapositivistik adalah adanya model-model pembelajaran seperti model pembelajaran langsung, model pembelajaran kelompok dan model pembelajaran kontruktivis. Model-model yang masih baru dan banyak digunakan antara lain model pembelajaran Quantum teaching dan Quantum Learning.
Ciri dari teknologi pembelajaran pascapositivistik adalah mengarah pada proses dan aktivitas pemelajar yang memiliki beberapa cirri antara lain :      Inquiri,  Questioning, Contructivism, Learning society, Autentic assessment,  Reflection,  Modelling

1.                  C.      DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas, 2003. Model-Model Pembelajaran, Materi Pembekalan Instruktur KBK 2004. Jakarta: Depdiknas.
Eichelberger, Tony R, 1989. Disciplined inquiri: Understanding and Doing Educational Research. New York: Longman Inc
DePorter, Bobby, dkk., 2001. Quantum Teaching. Bandung: Kaifa.
Miarso, Yusufhadi, 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Jakarta: Kencana.
Nur, Mohammad, 2000. Strategi-strategi Belajar. Surabaya: University Press-UNESA
Seels, Barbara. B., Teknologi Pembelajaran Definisi dan Kawasannya. Jakarta: Unit Penerbitan Universitas Negeri Jakarta.


Jawaban Soal No.4 Point. c

1.                  1.      LANDASAN TEORI DAN KONSEP SISTEM ; STRATEGI PEMBELAJARAN DENGAN KONSEP DASAR POLA SISTEM BELAJAR MANDIRI
Oleh : Rosdiana (20082013008)**)
1.                  A.       PENDAHULUAN
Teknologi pendidikan merupakan konsep yang kompleks. Ia dapat dikaji dari berbagai segi dan kepentingan. Kecuali itu teknologi pendidikan sebagai suatu bidang kajian ilmiah, senantiasa berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang mendukung dan mempengaruhinya. Pada awal perkembangannya (sekitar 70 tahun yang lalu), teknologi pendidikan selalu dikaitkan dengan adanya peralatan terutama yang berupa ruparungu (audiovisual). Peralatan inipun hanya berfungsi sebagai alat bantu guru dalam mengajar. Perkembangan ini disebut sebagai paradigma pertama. Perkembangan berikutnya atau paradigma kedua bertolak dari pendekatan sistem dan teori komunikasi dalam kegiatan pendidikan. Paradigma ketiga bertolak dari pendekatan manajemen proses instruksional, dimana unsur-unsur yang masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda, dijalin secara integral. Paradigma keempat bertolak dari pendekatan ilmu perilaku, yaitu dengan memfokuskan perhatian kepada diri peserta didik agar mereka itu dapat dimungkinkan untuk be;ajar secara efektif dan efisien. Kemudian ini tercipta melalui suatu proses kompleks dan terpadu, serta dirancang dan dilaksanakan secara cermat.Paradigma baru atau paradigma kelima, merupakan perkembangan internal untuk lebih menegaskan indentitas teknologi pendidikan. Fokus teknologi pendidikan adalah memecahkan masalah belajar yang bertujuan, terarah dan terkendali.
Oleh karena itu istilah ”teknologi pendidikan” dipersempit menjadi ”teknologi pembelajaran”. Berdasarkan perkembangan paradigma yang terakhir ini, maka definisi teknologi pembelajaran adalah teori dan praktik dalam merancang, mengembangkan, memanfaatkan, mengelola, dan menilai proses dan sumber untuk belajar. Secara operasional teknologi pendidikan dapat dikatakan sebagai proses yang bersistem dalam membantu memecahkan masalah belajar pada manusia. Kegiatan yang bersistem mengandung dua arti, yaitu pertamayang sistemik atau beraturan, dan kedua yang sistemik atau beracuan pada konsep sistem.
Kegiatan yang beraturan adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan yang dilakukan dengan langkah-langkah mengkaji kebutuhan itu sendiri terlebih dahulu, kemudian merumuskan tujuan, mengidentifikasikan kemungkinan pencapaian tujuan dengan mempertimbangkan kendala yang ada, menentukan kriteria pemilihan kemungkinan, memilih kemungkinan yang terbaik, mengembangkan dan menguji cobakan kemungkinan yang dipilih, melaksanakan hasil pengembangan dan mengevaluasi keseluruhan kegiatan maupun hasilnya.
Pendekatan yang sistemik adalah yang memandang segala sesuatu sebagai sesuatu yang menyeluruuh (komprehensif) dengan segala komponen yang saling terintegrasi. Keseluruhan itu lebih bermakna dari sekadar penjumlahan komponen-komponen. Tiap komponen mempunyai fungsi sendiri, dan perubahan pada tiap komponen akan mempengaruhi komponen lain serta sistem sebagai keseluruhan. Pendekatan ini juga memperhatikan bahwa pendidikan sebagai suatu sistem terdiri dari berbagai lapis sistem: makro, meso dan mikro. Pendidikan di dalam kelas merupakan lapis terbawah atau terkecil atau suatu sistem mikro. Sedangkan pendidikan nasional merupakan sistem makro atau yang paling atas. Masalah belajar yang dipecahkan banyak ragamnya. Ada masalah dalam skala mikro, yaitu masalah yang dihadapi guru dalam satu kelas untuk mata pelajaran tertentu, dan ada masalah makro, yaitu masalah pendidikan nasional, misalnnya ketersediaan kesempatan belajar pada jenjang pendidikan lanjut. Pembelajaran adalah suatu usaha yang disengaja, bertujuan, dan terkendali agar orang lain belajar atau terjadi perubahan yang relatif menetap pada diri orang lain. Usaha ini dapat dilakukan oleh seseorang atau suatu tim yang memiliki kemampuan dan kompetensi dalam merancang dan atau mengembangkan sumber belajar yang diperlukan. Pengertian ini dibedakan dengan pengajaran yang telah terlanjur mengandung arti sebagai penyajian bahan ajaran yang dilakukan oleh seseorang pengajar.
Pembelajaran tidak harus diberikan oleh pengajar, karena kegiatan itu dapat dilakukan oleh perancang dan pengembang sumber belajar, misalnya seorang teknolog pembelajaran atau suatu tim terdiri dari ahli media dan ahli materi ajaran tertentu. Keberhasilan proses belajar mengajar dapat terjadi dari upaya berbagai komponen dan salah satunya adalah strategi pembelajaran, yang menjadi salah satu bahan kajian dalam teknologi pendidikan. Semua bentuk teknologi adalah sistem yang diciptakan manusia untuk sesuatu tujuan tertentu, yang pada intinya adalah mempermudah manusia dalam memperingan usahanya, meningkatkan hasilnya, dan menghemat tenaga serta sumber daya yang ada. Setiap teknologi, tidak terkecuali teknologi pendidikan, merupakan proses untuk menghasilkan nilai tambah, sebagai produk atau piranti untuk dapat digunakan dalam aneka keperluan, dan sebagai sistem yang terdiri atas berbagai komponen yang saling berkaitan untuk suatu tujuan tertentu. Melihat penjelasan diatas untuk itu penulis mengakat tema ”Strategi Pembelajaran dengan Konsep Dasar Pola Sistem Belajar Mandiri”. Dengan tujuan penulisan untuk mengetetahui strategi pembelajaran dengan Konsep Dasar Pola Sistem Belajar Mandiri.
2.      PEMBAHASAN
Dalam konsep teknologi pendidikan, dibedakan istilah pembelajaran (instruction) dan pengajaran (teaching). Pembelajaran, disebut juga kegiatan pembelajaran instruksional, adalah usaha mengelola lingkungan dengan sengaja agar seseorang membentuk diri secara positif tertentu dalam kondisi tertentu. Sedangkan pengajaran adalah usaha membimbing dan mengarahkan pengalaman belajar kepada peserta didik yang biasanya berlangsung dalam situasi resmi atau formal. Reigeluth dan Merrill (1983) berpendapat bahwa pembelajaran sebaiknya didasarkan pada teori pembelajaran yang bersifat preskiptif, yaitu teori yang memberikan ”resep” untuk mengatasi masalah belajar. Teori pembelajarn yang prespektif itu harus memerhatikan tiga variabel, yaitu variabel kondisi, metode, dan hasil.2) Kerangka teori instruksional itu dapat digambarkan sebagai berikut : Kondisi Karakteristik Pelajaran Karakteristik Siswa Pembelajaran Tujuan Hambatan [Photo] [Photo] [Photo] Metode Pengorganisasian Bahan Pelajaran Strategi Penyampaian Pengelolaan Kegiatan Pembelajaran [Photo][Photo] [Photo][Photo] [Photo] Hasil Pembalajaran Efektivitas, efisiensi, dan daya tari pembelajaran Gambar 1. Kerangka Teori Pembelajaran (Diadaptasi dari Yusuf Hadi Miarso, 2007 : 529) Karakteristik siswa meliputi pola kehidupan sehari-hari, keadaan sosial ekonomi, kemampuan membaca, dan sebagainya. Karakteristik pelajaran meliputi tujuan apa yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut, dan apa hambatan untuk pencapaian itu. Misalnya saja kemampuan berbahasa Inggris yang umumnya lemah merupakan hambatan untuk mempelajari teks berbahasa Inggris.
Pengorganisasiaan bahan pelajaran, meliputi antara lain bagaimana merancang bahan untuk keperluan belajar mandiri. Strategi penyampaian meliputi pertimbangan panggunaan media apa untuk menyajikan nya, siapa dan atau apa yang akan menyajikan, dan sebagainya. Sedang pengelolaan kegiatan meliputi keputusan untuk mengembangkan dan mengelola serta kapab dan bagaimana digunakannya bahan pelajaran dan strategi penyampaian. Berdasarkan kerangka teori itu setiap metode pembelajaran harus mengandung rumusan pengorganiasasian, bahan pelajaran, strategi penyampaian, dan pengelolaan kegiatan, dengan memerhatikan faktor tujuan belajar, hambatan belajar, karakteristik siswa, agar dapat diperoleh efektivitas, efisiensi, dan daya tarik pembelajaran.
Cara-cara yang digunakan dalam pembelajaran disebut dengan berbagai macam istilah. Istilah yang paling sering disebut adalah “metode”. Namun istilah metode itu meliputi banyak pengertian dan dipakai untuk menunjukkan berbagai macam kegiatan yang maknanya berbeda-beda, hingga dapat menimbulkan kerancuan. Sebagai gantinya di pakai istilah strategi dan teknik pembelajaran. Strategi pembelajaran adalah pendekatan menyeluruh pembelajaran dalam suatu sistem pembelajaran, yang berupa pedoman umum dan kerangka kegiatan untuk mencapai tujuan umum pembelajaran, yang dijabarkan dari pandangan falsafah atau teori belajar tertentu. Sedangkan teknik pembelajaran merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran yang dipilih dan dilaksanakan oleh guru dengan jalan mengkombinasikan lima komponen sistem pembelajaran, yaitu yang terdiri atas orang, pesan, bahan, alat, dan lingkungan, agar tercapai tujuan belajar. Pemilihan Strategi Pembelajaran Strategi pembelajaran sebagai suatu pendekatan menyeluruh oleh Romiszowski (1981) dibedakan menjadi dua strategi dasar, yaitu ekpositori (penjelasan) dan diskoveri (penemuan). Kedua strategi itu dapat dipandang sebagai dua ujung yang berlawanan dalam suatu kontinum strategi. Diantara kedua ujung itu terdapat sejumlah strategi lain. Strategi ekspositori didasarkan pada teori pemrosesan informasi. Pada garis besarnya teori pemrosesan informasi (information processing learning) menjelaskan proses belajar sebagai berikut :
1)      Pembelajar menerima informasi mengenai prinsip atau dalil yang dijelaskan dengan memberikan contoh.
2)      Terjadi pemahaman pada diri pembelajar atas prinsip atau dalil yang diberikan .
3)      Pembelajar menarik kesimpulan berdasarkan kepentingannya yang khusus.
4)      Terbentuknya tindakan pada diri pembelajar, yang merupakan hasil pengolahan prinsip/dalil dalam situasi yang sebenarnya.
Penerapan strategi ekspositori ini berlangsung sebagai berikut :
1)      Informasi disajikan kepada pembelajar.
2)      Diberikan tes pengasaan, serta penyajian ulang bilamana dipendang perlu .
3)      Diberikan kesempatan penerapan dalam bentu contoh soal, dengan jumla dan tingkat kesulitan yang bertambah.
4)      Diberikan kesempatan penerapan uinformasi baru dalam situasi dan masalah yang sebenarnya Strategi diskoveri didasarkan pada teori pemrosesan pengalaman, atau disebut pula teori belajar berdasarkan pengalaman (experiential learning).
Pada garis besarnya proses belajar menurut teori ini berlangsung sebagai berikut :
1)   Pembelajar bertindak dalam suatu peritiwa khusus.
2)   Timbul pemahaman pada diri pembelajar atas peristiwa khusus itu.
3)   Pembelajar menggeneralisasikan peristiwa khusus itu menjadi suatu prinsip yang umum.
4)   Terbentuknya tindakan pembelajar yang sesuai dengan prinsip itu dalam situasi atau peristiwa baru.
Penerapan strategi diskoveri ini berlangsung dengan langkah-langah berikut :
1)   Diberikan kesempatan kepada pembelajar untuk berbuat dan mengamati
2)   Diberikan tes tentang adanya hubungan sebab-akibat serta diberikan kesempatan ulang untuk berbuat bilamana dipeandang perlu.
3)   Diusahakan terbentuknya prinsip umum dengan latihan pendalaman dan pengamatan tindakan lebih banya.
4)   Diberikan kesempatan untuk penerapan informasi yang baru dipelajari dalam situasi yang sebenarnya.
Startegi eskpositori erat kaitannya dengan pendekatan deduktif, danstrategi diskoveri dengan pendekatan induktif. Namun, meskipun secara konseptual strategi instruktional itu dapat dibedakan, dalam praktik sering digabungkan. Para pendidik cenderung lebih banyak menggunakan strategi ekspositori karena ditinjau dari pertimbangan waktu lebih hemat, dan lebih mudah dikelola.
Pemilihan strategi pembelajaran didasarkan pada pertimbang berikut : Tujuan belajar, jenis dan jenjang. Isi ajaran : sifat, kedalaman, dan banyaknya.Pembelajar : latar belakang, motivasi, serta kondisi fisik dan mental. Tenaga kependidikan : jumlah, kualifikasi, dan kompetensi. Waktu : lama dan jadwalnya, sarana : yang dimanfaatkan, dan biaya
Unsur-Unsur Strategi Pembelajaran Setiap rumusan satrategi pembelajaran mengandung sejumlah unsur atau komponen. Kombinasi diantara unsur-unsur itu boleh sikatakan tidak terbatas. Unsur-unsur yang lazim terdapat dalam rumusan strategi pembelajaran adalah :
1.                  Tujuan umum pembelajaran (sekarang lebih dikenal dengan nama standar kompetensi) yang ingin dicapai; misalnya meningkatnya minat baca, meningkatnya motivasi untuk belajar fisika.
2.                  Teknik : berbagai macam cara yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan umum. Pada umumnya merupakan penggabungan dari beberapa teknik sekaligus, misalnya ceramah, mendongeng, simulasi, dan permainan .
3.                  Pengorganisasian kegiatan belajar mengajar meliputi pengorganisaian siswa, guru dan tenaga kependidikan lainnya.
4.                  Peritiwa pembelajaran, yaitu penahapan dalam melakasanakan proses pembelajaran termasuk usaha yang perlu dilakukan dalam tiap tahap, agar proses berhasil. Secara garis besar meliputi langkah-langkah ; persiapan, penyajian, pemantapan.
5.                  Urutan belajar, yaitu penahapan isi ajaran yang diberikan agar lebih mudah dipahami.
6.                  Penilaian, yaitu dasar dan alat (instrumen) yang digunakan untuk mengukur usaha atau hasil belajar. Untuk mengukur hasil belajar, ada dua macam patokan yang dapat dipakai, yaitu acuan norma kelompok, dan acuan tujuan.
7.                  Pengelolaan kegiatan belajar/kelas, yaitu meliputi bagaimana pola pembelajaran diselenggarakan. Salah satu pengelolaannnya dalam bentu pola belajar mandiri.
8.                  Tempat atau latar adalah lingkungan dimana proses belajar-mengajar berlangsung. Hal ini meliputi keadaan dan kondisinya, pengaturan tempat duduk, bentuk kursi, macam perlengkapan yang tersedia serta kaya atau miskinnya rangsangan yang tersedia.
9.                  Waktu : jumlah dan saat/jadwal berlangsungnya proses belajar mengajar.
Konsep Dasar Sistem Belajar Mandiri Konsep dasar sistem belajar mandiri adalah pengaturan program belajar yang diorganisasikan sedemikian rupa sehingga tiap peserta didik/pelajar dapat memilih dan atau menentukan bahan dan kemajuan belajar sendiri. Sistem belajar mandiri sebagai suatu sistem dapat dipandang sebagai struktur, proses, maupun produk. Sebagai suatu struktur maksudnnya ialah adanya suatu susunan dangan hiererki tertentu. Sebagai proses adalah adanyanya tata cara atau prosedur yang runtut. Sedangkan sebagai produk adalah adanya hasil atau wujud yang bermanfaat.
Komponen Sistem Belajar Mandiri Komponen-komponen sistem belajar mandiri meliputi falsafah dan teori, kebutuhan, organisasi peserta, program, produksi, penyebaran, pemanfaatan, organisasi, tenaga, prasarana, sarana, bantuan dan pengawasan, kegiatan belajar, dan penilaian/penelitian. Semua komponen ini saling berkaitan dan terintegrasi dalam suatu kesatuan. Secara operasional pengertian sistem belajar mandiri dengan segala komponennya ini lebih merupakan suatu pola konseptual dan tindakan.
Kerangka Teori Sistem Belajar Mandiri Sistem belajar mandiri adalah teori instruksional yang bersifat preskiptif, artinya teori yang memberikan ”resep” untuk mengatasi masalah. Kerangka teori ini mengandung tiga variabel, yaitu : kondisi, perlakuan, dan hasil. Salah satu landasan yang digunakan pada sistem belajar mandiri adalah model J.B Carroll (Wager, 1977) mengenai faktor waktu dalam keberhasilan belajar, yang diadaptasi sebagai berikut : Keberhasilan belajar = Waktu yang diperlukan Waktu yang digunakan Variabel waktu yang digunakan dapat dirinci lebih lanjut menjadi waktu yang diberikan dan kegigihan. Sedangkan variabel waktu yang digunakan terdiri atas kemampuan, kualitas instruksional, dan kemauan. Keberhasilan belajar = Waktu yang diberikan dan kegigihan Kemampuan, kualitas instruksional, kemauan Model tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : meningkatkan nilai pembilang (waktu yang diberikan dan kegigihan) akan meningkatkan waktu yang diperlukan, dan mengakibatkan meningkatnya keberhasilan belajar. Sedangkan meningkatnya nilai sebutan (kemampuan, kualitas instruksional, dan kemampuan) akan menurunkan waktu yang digunakan, dan karena itu akan meningkatkan keberhasilan belajar. Strategi Sistem Belajar Mandiri Strategi adalah pendekatan menyeluruh dalam pembelajaran, dan yang berupa pedoman umum dan kerangka yang dijabarkan dari pandangan falsafah dan teori tertentu. Strategi ini ditetapkan untuk mencapai tujuan umum.
Penentuan strategi pada umumnya meliputi :
1)      Tujuan belajar, jenis dan jenjangnya.
2)      Cara penyajiian bahan pelajaran.
3)      Media yang digunakan.
4)      Biaya yang diperlukan.
5)      Waktu yang diberikan dan jadwalnya.
6)      Prosedur kegiatan belajar.
7)      Instrumen dan prosedur penilaian Penentuan strategi ini memberikan masukan kepada pengembangan materi, distribusi, dan kegiatan belajar.
Bertolak dari dasar model Carroll maka variabel yang dapat dikontrol oleh penyelenggara sistem belajar mandiri adalah waktu yang diberikan dan kualitas instruksional. Waktu yang diberikan dapat ketat atau luwes. Kualitas instruksional dalam sistem belajar mandiri adalah kualitas bahan ajar itu yang kebanyakan berupa modul cetak atau paket bahan belajar.
Kualitas intsruksional mengandung empat rujukan, yaitu kesesuaian, daya tarik, efektif dan efesien. Kesesuaian mengandung ciri, antara lain kesepadanan dengan karakteristik peserta, keserasian dengan aspirasi, dan keselarasan dengan tuntutan zaman. Daya tarik mengandung ciri kemudahan memperoleh dan mencerna, kemustarian (ketepatan) pesan, dan keterandalan yang tinggi.
Efektifitas mengandung ciri pengembangannya uyang bersistem, kejelasan dan kelengkapan tujuan, dan kepekaan terhadap kebutuhan peserta.
Efesien mengandung ciri keteraturan dan kehematan dalam artian waktu, tenaga, dan dana.
Materi Pelajaran Sistem Belajar Mandiri Meskipun secara teoritik dalam sistem belajar mandiri para peserta dapat memilih dan menentukan materi pelajaran yang diperlukannya, namun dalam praktik paling tidak akan ditentukan pedoman tentang materi yang memenuhi syarat untuk dipilih. Bahkan dalam kenyataannya, materi ini telah disiapkan oleh penyelenggara, dengan alasan untuk mengendalikan mutu dan meningkatkan efesiensi. Materi pelajaran yang sengaja dikembangkan ini, dapat disajikan melalui media apa saja. Namun, masih ada sejumlah ketentuan lain yang tidak dapat diabaikan. Materi itu perlu diolah sedemikian rupa dengan memperhatikan strategi, serta sifat mereka itu sendiri. Materi yang bersifat kognitif lebih ringan pengembangannya dari materi yang bersifat afektif psikomotor. Materi yang mengandung aspek psikomotor lebih sulit untuk dikembangkan, apalagi kalau harus berpegangan pada satu macam medium saja seperti yang ditentukan dalam strategi, medium cetak. Dalam pengembangan materi ini harus benar-benar diperhatikan kondisi dan karakteristik peserta. Masyarakat kita pada umumnya masih dikenal sebagai masyarakat yang masih berbudaya mendengar dan belum berbudaya membaca, apalagi membaca secara mandiri. Penggunaan ilustrasi, kalimat–kalimat pendek, kosakata yang terbatas, serta tata letak (layout) menari pada bahan cetak akan sangat menolong keadaan ini.
Kegiatan Belajar Sistem Belajar Mandiri Puncak kegiatan sistem belajar mandiri adalah terjadinya kegiatan belajar oleh peserta. Peserta diharapkan mampu belajar di tempat yang ditentukan sendiri, pada waktu yang dipilhnya sendiri, dan dengan cara belajar sendiri tanpa bimbingan tatap muka dari orang lain. Namun hal ini tergantung pada kondisi dan karakteristik peserta, serta kualitas bahan pelajaran. Pada sistem belajar mandiri yang ideal, kegiatan belajar ini tidak dibatasi waktu, jadi lebih ditekankan pada pendekatan penguasaan (mastery concept). Penguasaan atas tujuan belajar dapat dibuktikan (dievaluasi) dengan berbagai macam cara, yaitu dengan seft-test (tes sendiri), tes baku yang dapat diambil kapan saja, tes baku pada saat tertentu saja, tes kolokium, dan pembuatan portopolio.
Implikasi Sistem Belajar Mandiri dalam Manajemen Manajemen sistem belajar mandiri sediktnya mengandung tiga kategori, yaitu manajemen kegiatan, manajemen organisasi, dan managemen personel. Manajemen kegiatan pada hakikatnya merupakan usaha yang bertujuan untuk menentukan dan menyelenggarakan pembaruan demi tercapainya falsafah daan kebijakan kelembagaan. Manajemen personel ini perlu dirumuskan jenis tenaga yang diperlukan, jabatan atau posisinya dalam organisasi, tanggung jawabnya, kompetensinya yang harus dimilikinya, pelatihan yang diperlukan memiliki dan atau meningkatkan kompetensi, penugasan ke dalam suatu pekerjaan tertentu, pembinaan dalam pekerjaan (termasuk pengawasan, penyegaran, dan peningkatan karier dan kesejahteraan), serta pelayanan dalam pekerjaan (penyediaan sarana dan pemberian bantuan teknis). Personel dengan segala kegiatannya itu perlu diorganisasikan, dan ini merupakan bidang manajemen organisasi yang bertujuan untuk berfungsinya kegiatan dengan jalan membentuk unit kerjs, menentukan status organisasi, menyususn struktur organisasi, mengusahakan anggaran, mengusahakan sarana dan prasarana, serta menentukan prosedur administratif suatu unit kerja.
Fenomena Sistem Belajar Mandiri Proses belajar mandiri, memberi kesempatan para peserta didik untuk mencerna materi ajar dengan sedikit bantuan guru. Mereka mengikutikegiatan belajar belajar dengan materi ajar yang sudah dirancang khusus sehingga masalah atau kesulitan sudah diantisipasi sebelumnya. Model belajar mandiri ini sangat bermanfaat, karena dianggap luwes, tidak mengikat, serta melatih kemandirian siswa agar tidak tergantung atas kehadiran atau uraian materi ajar dari guru. Berdasarkan gagasan keluwesan dan kemandirian inilah belajar mandiri telah bermetamorfosis sedemikian rupa, diantaranya menjadi sistem belajar terbuka, belajar jarak jauh, dan e-learning. Perubahan tersebut juga dipengaruhi oleh ilmu-ilmu lain dan kenyataan dilapangan.
Berikut ini bagan gambaran fenomena sistem belajar mandiri : [Photo]Belajar Mandiri : Pilihan Proses Belajar Mengajar di Kelas [Photo]Sekolah tanpa gedung: tidak ada jadwal, jumlah siswa lebih banyak (sekolah) Belajar Terbuka : [Photo] [Photo] Belajar tebuka (Open Learning) : Pendidikan untuk orang dewasa dilembaga Belajar Jarak Jauh (Distance Learning) menggunakan jasa Telekomunikasi [Photo]Inovasi Belajar Terbuka Konsep Dasar : Belajar di Organisasi [Photo][Photo][Photo][Photo] Belajar berasas sumber (resource-based learning)Flexible learning Belajar Jarak Jauh (Generasi Ke-3) e-learning : internet Gambar 2. Gambaran Fenomena Sistem Belajar Mandiri (Diadaptasi dari Dewi Salma Prawiradilaga, 2007 : 191).
Dari proses belajar mandiri tersebut diperoleh peran guru atau instruktur diubah menjadi fasilisator, atau perancang proses belajar. Sebagai fasilisator, seorang guru atau instruktur membantu peserta didik mengatasi kesulitan belajar, atau ia dapat menjadi mitra belajar untuk materi tertentu pada program tutorial. Tugas perancangan proses belajar mengharuskan guru untuk mengubah materi ke dalam format sesuai dengan pola belajar mandiri.
Sistem Belajar Mandiri Salah Satu Aplikasi Teknologi Pendidikan Penerapan teknologi pendidikan sangatlah luas dalam satu rangkaian sistem yaitu yang bersifat mikro dan bersifat makro. Taknologi pendidikan merupakan suatu konsep yang masih relatif baru. Secara ringkas dapat disebutkan bahwa teknologi pendidikan sebagai suatu konsep, mengandung sejumlah gagasan dan rujukan. Gagasan yang ingin diwujudkan adalah agar setiap pribadi dapat berkembang semaksimal mungkin dengan jalan memanfaatkan teknologi sedemikian rupa sehingga selaras dengan perkembangan masyarakat dan lingkungan. Rujukan konsep itu merupakan hasil sintesi dari gejala yang diamati dan kecenderungan yang ada.
Analisis empirik terhadap sistem belajar mandiri yang dilakukan untuk menghasilkan manfaat penerapan teknologi instruksional :
1.                  Meningkatkan produktifitas pendidikan dengan jalan : a) Memperlaju penerapan bahan b) Membantu guru untuk menggunakan waktunya secara lebih baik c) Mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga guru dapat lebih banyak membina dan mengembangkan kegiatan belajar anak didik.
2.                  Memberikan kemungkinan pendidikan yang sifatnya lebih individual dengan jalan : a) Mengurangi kontrol guru yang kaku dan tradisional b) Memberikan kesempatan anak didik untuk berkembang sesuai perkembangan perorangan mereka .
3.                  Memberikan dasar pembelajaran yang lebih ilmiah dengan jalan: a) Perencanaan program pembelajaran secara bersistem b) Pengembangan bahan ajaran yang dilandasi penelitian.
4.                  Meningkatkan kemampuan pembelajaran dengan memperluas jangkauan penyajian , dan kecuali itu penyajian pesan dapat lebih kongkret.
5.                  Memungkinkan belajar lebih akrab, karena dapat : a) Mengurangi jurang pemisah antara pelajaran didalam dan diluar sekolah b) Memberikan pengalaman tangan pertama.
6.                  Memungkinkan pemerataan pendidikan yang bermutu, terutama dengan : a) Dimanfaatkan bersama tenaga atau kejadian langka b) Didatangkannya pendidikan kepada mereka ytang memerlukan Analisis ini dilakukan dengan harapan bahwa keberadaan teknologi pendidikan dapat dimanfaatkan dan benar-benar mampu menjadi solusi terhadap pemecahan semua permasalahan bejara, baik yang bersifat mikro ataupun makro.
3.      PENUTUP
Sistem belajar mandiri merupaka satu tawaran konsep dalam pengembangan strategi pembelajaran, sebagai solusi pemecahan permasalahan pendidikan yang menjadi garapan bidang teknologi pendidikan. Dimana telah disebutkan dimuka bahwa teknologi pendidikan membantu memecahkan maslah belajar. Masalah belajar yang bersifat mikro maupun makro. Menurut penulis strategi pembelajaran merupakan permasalahan yang bersifat mikro.
Beberapa masalah belajar-mengajar yang bersifat mikro, misalnya adalah : 1. Sulit mempelajari konsep yang abstrak 2. sulit membayangkan peristiwa yang telah lau 3. Sulit mengamati sesuatu objek yang terlelu kecil/besar 4. Sulit memperoleh pengalaman langsung 5. Sulit memahami pelajaran yang diceramahkan 6. Sulit untuk memahami konsep yang rumit 7. Terbatasnya waktu untuk belajar Masalah tersebut dapat diatasi dengan menggunakan berbagai kombinasi komponen sistem pembelajaran. Misalnya, masalah pada butir 1 s/d 4 dapat diatasi dengan digunakannya media pembelajaran. Masalah tersebut pada butir 5 s/d 7 dapat diatasi dengan mengkombinasikan pesan dengan teknik pembelajaran tertentu. Namun, perlu ditegaskan bahwa untuk pemecahan masalah ini tidak mungkin dilakukan hanya dengan dasar institusi ataupun peniruan begitu saja.
Guru harus memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus untuk keperluan itu, yaitu dibidang teknologi pendidikan. Proses belajar mandiri, diharapkan dapat memberi kesempatan para peserta didik untuk mencerna materi ajar dengan sedikit bantuan guru. Mereka mengikutikegiatan belajar belajar dengan materi ajar yang sudah dirancang khusus sehingga masalah atau kesulitan sudah diantisipasi sebelumnya. Model belajar mandiri ini sangat bermanfaat, karena dianggap luwes, tidak mengikat, serta melatih kemandirian siswa agar tidak tergantung atas kehadiran atau uraian materi ajar dari guru.

DAFTAR PUSTAKA
Miarso, Yusuf Hadi, 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta : Kencana, Cetakan ke-3.
Prawiradilaga, Dewi Salma. 2007.  Mozaik Teknologi Pendidikan.  Jakarta : Kencana, Cetakan ke-2,

1.                  2.      LANDASAN TEORI DAN KONSEP SISTEM
Oleh : SUMARNI
1.                  1.      Pendahuluan
Pendidikan bukan merupakan sesuatu yang asing bagi kita, terlebih lagi karena kita bergerak di bidang pendidikan. Juga pasti kita sepakat bahwa pendidikan diperlukan oleh semua orang. Bahkan dapat dikatakan bahwa pendidikan itu dialami oleh semua manusia dari semua golongan. Tetapi seringkali, orang melupakan makna dan hakikat pendidikan itu sendiri. Layaknya hal lain yang sudah menjadi rutinitas, cenderung terlupakan makna dasar dan hakikatnya.
Setiap orang yang terlibat dalam dunia pendidikan sepatutnya selalu merenungkan makna dan hakikat pendidikan, merefleksikannya di tengah-tengah tindakan/aksi dalam dunia yang digelutinya dan melakukan tindakan/aksi sebagai buah refleksinya. Dengan singkat, dapat kita katakan hal ini sebagai pendidikan dalam praxis atau praxis dalam pendidikan.
Pendidikan merupakan proses yang terus menerus, tidak berhenti. Dalam proses pendidikan ini, keluhuran martabat manusia dipegang erat karena manusia (yang terlibat dalam pendidikan ini) adalah “subyek” dari – pendidikan. Karena merupakan subyek di dalam pendidikan, maka dituntut suatu tanggung jawab agar tercapai suatu hasil pendidikan yang baik. Jika memperhatikan bahwa manusia itu sebagai subyek dan pendidikan meletakkan hakikat manusia pada hal yang terpenting, maka perlu diperhatikan juga masalah otonomi pribadi. Maksudnya adalah, manusia sebagai subyek pendidikan harus bebas untuk “ada” sebagai dirinya yaitu manusia yang berpribadi, yang bertanggung-jawab.
Melalui pendidikan manusia menyadari hakikat dan martabatnya di dalam relasinya yang tak terpisahkan dengan alam lingkungannya dan sesamanya. Itu berarti, pendidikan sebenarnya mengarahkan manusia menjadi insan yang sadar diri dan sadar lingkungan. Dari kesadarannya itu mampu memperbarui diri dan lingkungannya tanpa kehilangan kepribadian dan tidak tercerabut dari akar tradisinya.
Sehingga dengan pendidikan ini menimbulkan konsep pendidikan, tumbuh berkembangnya suatu konsep tidak akan terlepas dari konteks dimana konsep itu dapat tumbuh, serta apa dan bagaimana awal perkembangan konsep itu sendiri. Misalnya, konsep sekolah yang merupakan lembaga khusus untuk menyelengarakan pendidikan akan dapat tumbuh bilamana konteks masyarakat memungkinkannya adanya kebutuhan yang dirasakan oleh pembuatan masyarakat, adanya tenaga professional yang mengelola dan sebagainya.
Dalam bahasa keseharian, konteks dapat dianalogikan dengan lahan, dan awal konsep rumusan konsep, dianalogikan dengan benih. Sehingga lahan yang masih kosong dapat ditumbuhkan benih didalamnya.
Setiap konsep tentu memerlukan istilah atau nama yang diciptakan sebagai lambang untuk mengidentifikasi konsep yang dimaksud, misalnya istilah sekolah dan untuk mengomunikasikan gagasan yang ada didalamnya. Istilah itu harus menunjukkan gagasan yaitu gambaran mental mengenai suatu gejala dan harus pula mewakili adanya sejumlah rujukan yaitu gejala kongkrit yang dapat dikenal denga penginderaan. Sedangkan gagasan mengarahkan memberikan batasan pada sejumlah kenyatan yang terdapat dalam rujukan.
Dalam makalah ini akan dibahas konteks dari landasan teori dan konsep teknologi pendidikan dengan membahas perkembangan pendidikan dan teknologi, dilanjutkan dengan pembahasan perkembangan konsep teknologi pendidikan.
1.                  2.      Definisi Landasan Teori
Landasan teori memuat teori-teori atau konsep-konsep dasar, yang diambil dari buku-buku acuan yang langsung berkaitan dengan bidang ilmu yang diteliti sebagai tuntunan, untuk memecahkan masalah penelitian dan untuk merumuskan hipotesis (Ardiansyah, 2006).
Tanpa teori dalam arti seperangkat alasan dan rasional yang konsisten dan saling berhubungan maka tindakan-tindakan dalam pendidikan hanya didasarkan atas alasan-alasan yang kebetulan, seketika dan aji mumpung. Hal itu tidak boleh terjadi karena setiap tindakan pendidikan bertujuan menunaikan nilai yang terbaik bagi peserta didik dan pendidik. Bahkan pengajaran yang baik sebagai bagian dari pendidikan selain memerlukan proses dan alasan rasional serta intelektual juga terjalin oleh alasan yang bersifat moral. Sebabnya ialah karena unsur manusia yang dididik dan memerlukan pendidikan adalah makhluk manusia yang harus menghayati nilai-nilai agar mampu mendalami nilai-nilai dan menata perilaku serta pribadi sesuai dengan harkat nilai-nilai yang dihayati itu.
Pendidikan tidak dilakukan kecuali oleh orang-orang yang mampu bertanggung jawab secara rasional, sosial dan moral. Sebaliknya apabila pendidikan dalam praktek dipaksakan tanpa teori dan alasan yang memadai maka hasilnya adalah bahwa semua pendidik dan peserta didik akan merugi. Kita merugi karena tidak mampu bertanggung jawab atas esensi perbuatan masing-masing dan bersama-sama dalam pengamalan Pancasila. Pancasila yang baik dan memadai, konsisten antara pengamalan (lahiriah) dan penghayatan (psikologis) dan penataan nilai secara internal. Dalam hal ini kita bukan menyaksikan kegiatan (praktek) pendidikan tanpa dasar teorinya tetapi suatu praktek pendidikan nasional tanpa suatu teori yang baik.
1.                  3.      Macam-Macam Landasan Teori dalam Teknologi Pendidikan
1.                  Landasan Teori dalam llmu Perilaku
Ilmu perilaku, khususnya teori belajar, merupakan ilmu yang utama untuk memperkembangkan teknologi pembelajaran. Bahkan Deterline berpendapat bahwa teknologi pembelajaran merupakan aplikasi teknologi perilaku, yaitu untuk menghasilkan perilaku tertentu secara sistematik guna keperluan pembelajaran.
Landasan perilaku merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman bagi pendidik tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh pendidik adalah tentang : (a) motif dan motivasi; (b) pembawaan dan lingkungan, (c) perkembangan individu; (d) belajar; dan (e) kepribadian.
1.                  Motif dan Motivasi
Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan seseorang berperilaku baik motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki oleh individu semenjak dia lahir, seperti : rasa lapar, bernafas dan sejenisnya maupun motif sekunder yang terbentuk dari hasil belajar, seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu dan sejenisnya. Selanjutnya motif-motif tersebut tersebut diaktifkan dan digerakkan,– baik dari dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik)–, menjadi bentuk perilaku instrumental atau aktivitas tertentu yang mengarah pada suatu tujuan.
1.                  Pembawaan dan Lingkungan
Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang membentuk dan mempengaruhi perilaku individu. Pembawaan yaitu segala sesuatu yang dibawa sejak lahir dan merupakan hasil dari keturunan, yang mencakup aspek psiko-fisik, seperti struktur otot, warna kulit, golongan darah, bakat, kecerdasan, atau ciri-ciri-kepribadian tertentu. Pembawaan pada dasarnya bersifat potensial yang perlu dikembangkan dan untuk mengoptimalkan dan mewujudkannya bergantung pada lingkungan dimana individu itu berada. Pembawaan dan lingkungan setiap individu akan berbeda-beda. Ada individu yang memiliki pembawaan yang tinggi dan ada pula yang sedang atau bahkan rendah. Misalnya dalam kecerdasan, ada yang sangat tinggi (jenius), normal atau bahkan sangat kurang (debil, embisil atau ideot). Demikian pula dengan lingkungan, ada individu yang dibesarkan dalam lingkungan yang kondusif dengan sarana dan prasarana yang memadai, sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya dapat berkembang secara optimal. Namun ada pula individu yang hidup dan berada dalam lingkungan yang kurang kondusif dengan sarana dan prasarana yang serba terbatas sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya tidak dapat berkembang dengan baik.dan menjadi tersia-siakan.
1.                  Perkembangan Individu
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal) hingga akhir hayatnya, diantaranya meliputi aspek fisik dan psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial. Beberapa teori tentang perkembangan individu yang dapat dijadikan sebagai rujukan, diantaranya : (1) Teori dari McCandless tentang pentingnya dorongan biologis dan kultural dalam perkembangan individu; (2) Teori dari Freud tentang dorongan seksual; (3) Teori dari Erickson tentang perkembangan psiko-sosial; (4) Teori dari Piaget tentang perkembangan kognitif; (5) teori dari Kohlberg tentang perkembangan moral; (6) teori dari Zunker tentang perkembangan karier; (7) Teori dari Buhler tentang perkembangan sosial; dan (8) Teori dari Havighurst tentang tugas-tugas perkembangan individu semenjak masa bayi sampai dengan masa dewasa.
1.                  Belajar
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi. Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat mempertahankan dan mengembangkan dirinya, dan dengan belajar manusia mampu berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah ada pada diri individu. Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses belajar diperlukan prasyarat belajar, baik berupa prasyarat psiko-fisik yang dihasilkan dari kematangan atau pun hasil belajar sebelumnya.
1.                  Kepribadian
Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan rumusan tentang kepribadian secara bulat dan komprehensif.. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider dalam Syamsu Yusuf (2003) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.
2.      Landasan Teori dalam llmu Komunikasi
Edgar Dale menyatakan bahwa teori komunikasi merupakan suatu metode yang paling berguna dalam usaha meningkatkan efektifitas bahan audiovisual. Pada masa itu memang pendekatan dalam teknologi pendidikan masih condong ke pendekatan media.
Hoban berpendapat bahwa pendekatan yang paling berguna untuk memahami dan meningkatkan efisiensi dibidang audiovisual adalah melalui konsep komunikasi. Orientasi komunikasi ini menyebabkan lebih diperhatikannya proses komunikasi informasi secara menyeluruh.
Pada awalnya teori komunikasi yang paling mendapat perhatian yang dikemukakan oleh Shannon dan Weafer yang sebenarnya merupakan teori matematis dalam komunikasi. Setelah teori tersebut timbullah teori komunikasi yang dikemukakan oleh Bherlo dan teori ini dianggap merupakan pembaharuan karena implikasinya dalam teknologi pendidikan menyebabkan dimasukkannya orang dan bahan sebagai sumber yang merupakan bagian integral dari teknologi pendidikan. Yang terakhir memberikan teori adalah Schramm berpendapat perlunya dilakukan penelitian terus menerus dalam kaitan antara media komunikasi dan pendidikan, yaitu suatu kawasan teknologi pendidikan. Hal ini juga menunjukkan bahwa teknologi pendidikan sebagai satuan pengetahuan yang terorganisasikan akan senantiasa berkembang dengan adanya penelitian. (Dalam Miarso, 2007 :115-119)
3.      Landasan Teori dalam Ilmu Sosiologi
Dalam ilmu sosiologi, manusia merupakan makhluk sosial, saling berinteraksi satu sama lain, sehingga jika dikaitkan dengan teknologi pendidikan,ilmu sosiologi menyatakan bahwa teknologi bukan hanya untuk masing-masing orang tetapi untuk semua orang.
Pendidikan sebagai gejala sosial dalam kehidupan mempunyai landasan individual, sosial dan cultural. Pada skala mikro pendidikan bagi individu dan kelompok kecil berlangsung dalam skala relatif tebatas seperti antara sesama sahabat, antara seorang guru dengan satu atau sekelompok kecil siswanya, serta dalam keluarga antara suami dan isteri, antara orang tua dan anak serta anak lainnya. Pendidikan dalam skala mikro diperlukan agar manusia sebagai individu berkembang semua potensinya dalam arti perangkat pembawaanya yang baik dengan lengkap. Manusia berkembang sebagai individu menjadi pribadi yang unik yang bukan duplikat pribadi lain. Tidak ada manusia yang diharap mempunyai kepribadian yang sama sekalipun keterampilannya hampir serupa. Dengan adanya individu dan kelompok yang berbeda-beda diharapkan akan mendorong terjadinya perubahan masyarakat dengan kebudayaannya secara progresif. Pada tingkat dan skala mikro pendidikan merupakan gejala sosial yang mengandalkan interaksi manusia sebagai sesama (subyek) yang masing-masing bernilai setara. Tidak ada perbedaan hakiki dalam nilai orang perorang karena interaksi antar pribadi (interpersonal) itu merupakan perluasan dari interaksi internal dari seseorang dengan dirinya sebagai orang lain, atau antara saya sebagai orang kesatu (yaitu aku) dan saya sebagai orang kedua atau ketiga (yaitu daku atau-ku; harap bandingkan dengan pandangan orang Inggris antara I dan me).
Pada skala makro pendidikan berlangsung dalam ruang lingkup yang besar seperti dalam masyarakat antar desa, antar sekolah, antar kecamatan, antar kota, masyarakat antar suku dan masyarakat antar bangsa. Dalam skala makro masyarakat melaksanakan pendidikan bagi regenerasi sosial yaitu pelimpahan harta budaya dan pelestarian nilai-nilai luhur dari suatu generasi kepada generasi muda dalam kehidupan masyarakat. Diharapkan dengan adanya pendidikan dalam arti luas dan skala makro maka perubahan sosial dan kestabilan masyarakat berangsung dengan baik dan bersama-sama. Pada skala makro ini pendidikan sebagai gejala sosial sering terwujud dalam bentuk komunikasi terutama komunikasi dua arah. Dilihat dari sisi makro, pendidikan meliputi kesamaan arah dalam pikiran dan perasaan yang berakhir dengan tercapainya kemandirian oleh peserta didik. Maka pendidikan dalam skala makro cenderung dinilai bersifat konservatif dan tradisional karena sering terbatas pada penyampaian bahan ajar kepada peserta didik dan bisa kehilangan ciri interaksi yang afektif.
4.      Landasan Teori dalam Ilmu Filsafat
Landasan filsafat pendidikan memberi perspektif filosofis yang seyogyanya merupakan “kacamata” yang dikenakan dalam memandang menyikapi serta melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu maka ia harus dibentuk bukan hanya mempelajari tentang filsafat, sejarah dan teori pendidikan, psikologi, sosiologi, antropologi atau disiplin ilmu lainnya, akan tetapi dengan memadukan konsep-konsep, prinsip-prinsip serta pendekatan-pendekatannya kepada kerangka konseptual kependidikan.
Dengan demikian maka landasan filsafat pendidikan harus tercermin didalam semua, keputusan serta perbuatan pelaksanaan tugas- tugas keguruan, baik instruksional maupun non-instruksional, atau dengan pendekatan lain, semua keputusan serta perbuatan guru yang dimaksud harus bersifat pendidikan.
Akhirnya, sebagai pekerja professional guru dfan tenaga kependidikan harus memperoleh persiapan pra-jabatan guru dfan tenaga kependidikan harus dilandasi oleh seperangkat asumsi filosofis yang pada hakekatnya merupakan penjabaran dari konsep yang lebih tepat daripada landasan ilmiah pendidikan dan ilmu pendidikan.
Landasan filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan arahan dan pemahaman khususnya bagi pendidik dalam melaksanakan setiap kegiatan pendidikan yang lebih bisa dipertanggungjawabkan secara logis, etis maupun estetis.Landasan filosofis dalam pendidikan terutama berkenaan dengan usaha mencari jawaban yang hakiki atas pertanyaan filosofis tentang : apakah manusia itu ? Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan filosofis tersebut, tentunya tidak dapat dilepaskan dari berbagai aliran filsafat yang ada, mulai dari filsafat klasik sampai dengan filsafat modern dan bahkan filsafat post-modern. Dari berbagai aliran filsafat yang ada, para penulis Barat .(Victor Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson & Rudolph, dalam Prayitno, 2003) telah mendeskripsikan tentang hakikat manusia sebagai berikut :
·                       Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
·                       Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.
·                       Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri khususnya melalui pendidikan.
·                       Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol keburukan.
·                       Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara mendalam.
·                       Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri.
·                       Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri.
·                       Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu adan akan menjadi apa manusia itu.
·                       Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana apapun, manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu.
Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap upaya pendidikan diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang manusia itu sendiri. Seorang pendidik dalam berinteraksi dengan kliennya harus mampu melihat dan memperlakukan peserta didik sebagai sosok utuh manusia dengan berbagai dimensinya.
5.      Landasan Teori dari Disiplin Lain
a)      James Finn (1972), pada tahun 1957 telah mencanangkan perlunya diadakan:
Penilaian menyeluruh tentang watak teknologi yang baru serta implikasinya dalam bidang pendidikan
b)      Pembaruan organisasi, prosedur dan isi pendidikan, yang akan menjembatani jurang yang terjadi karena meroketnya perkembangan teknologi dan perkembangan pendidikan yang berjalan seperti siput.
c)      Aplikasi konsep dan proses yang berguna dari teknologi dalam usaha pendidikan sebagai usaha menutupi jurang perbedaan yang makin melebar.
Lumsdaine (1964), lebih terinci ulasannya tentang pengaruh teknologi dan perekayasaan dalam bidang teknologi pendidikan. Misalnya dari kimia ditemukan litografi dan fotografi dari rekayasa mekanik ditemukan mesin cetak dan peralatan proyeksi. Sedang penggabungan dari mekanik, optik, elektrik, dan elektronik dihasilkan gambar hidup, alat perekam, radio, televisi, mesin pembelajaran dan computer. Adalah tugas bidang teknologi pendidikan kemudian untuk menjabarkan keserasian perangkat keras teknologi itu dengan hasil-hasil penelitian dalam ilmu perilaku dan teori belajar.

4.      Definisi Sistem
Sistem adalah jaringan kerja dari beberapa prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama untuk melakukan suatu kegiatan atauuntuk menyelesaikan suatu sasaran yang tertentu. (Gunadarma, 2006).
Sistem berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma) adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi. Istilah ini sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu set entitas yang berinteraksi, di mana suatu model matematika seringkali bisa dibuat.
Sistem juga merupakan kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan yang berada dalam suatu wilayah serta memiliki item-item penggerak, contoh umum misalnya seperti negara. Negara merupakan suatu kumpulan dari beberapa elemen kesatuan lain seperti provinsi yang saling berhubungan sehingga membentuk suatu negara dimana yang berperan sebagai penggeraknya yaitu rakyat yang berada dinegara tersebut.
Kata “sistem” banyak sekali digunakan dalam percakapan sehari-hari, dalam forum diskusi maupun dokumen ilmiah. Kata ini digunakan untuk banyak hal, dan pada banyak bidang pula, sehingga maknanya menjadi beragam. Dalam pengertian yang paling umum, sebuah sistem adalah sekumpulan benda yang memiliki hubungan di antara mereka.
Pada prinsipnya, setiap sistem selalu terdiri atas empat elemen:
·                       Objek, yang dapat berupa bagian, elemen, ataupun variabel. Ia dapat benda fisik, abstrak, ataupun keduanya sekaligus; tergantung kepada sifat sistem tersebut.
·                       Atribut, yang menentukan kualitas atau sifat kepemilikan sistem dan objeknya.
·                       Hubungan internal, di antara objek-objek di dalamnya.
·                       Lingkungan, tempat di mana sistem berada.
Ada berbagai tipe sistem berdasarkan kategori:
1)      Atas dasar keterbukaan:
·                       Sistem terbuka, dimana pihak luar dapat mempengaruhinya.
·                       Sistem tertutup.
2)      Atas dasar komponen:
·                       Sistem fisik, dengan komponen materi dan energi.
·                       Sistem non-fisik atau konsep, berisikan ide-ide.
1.                  5.      Konsep Sistem dalam Teknologi Pendidikan
Dalam teknologi pendidikan dikenal beberapa pendekatan dalam proses belajar mengajar. Pendekatan tersebut pada prinsipnya merupakan suatu sistem yang dapat dibedakan satu dengan yang lainnya.
Secara sederhana, sistem pendidikan terdiri dari masukan (input) yang terdiri dari orang, informasi dan sumber lainnya. Sedangkan keluarannya (output) adalah orang-orang dalam kondisi yang mempunyai kemampuan yang lebih baik dari semula. Dalam sistem di atas, proses belajar-mengajar terletak di tengah-tengah, di antara input dan output.
Terdapat 2 kelompok pendekatan yang digunakan dalam mendefinisikan sistem, yaitu :
1)      Lebih menekankan pada prosedur yang digunakan dalam sistem dan mendefinisikan sistem sebagai jaringan prosedur, metode, dan cara kerja yang saling berinteraksi dan dilakukan untuk pencapaian suatu tujuan tertentu.
2)      Lebih menekankan pada elemen atau komponen penyusun sistem, mendefinisikan sebagai kumpulan elemen baik abstrak maupun fisik yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu.
Kedua definisi tersebut sama benarnya dan tidak saling bertentangan. Yang berbeda hanyalah cara pendekatan yang dilakukan pada sistem. Karena pada hakekatnya setiap komponen sistem, untuk dapat saling berinteraksi dan untuk dapat mencapai tujuan tertentu harus melakukan sejumlah prosedur, metode, dan cara kerja yang juga saling berinteraksi. Beberapa karakteristik sistem informasi adalah sasaran, sumber daya, jaringan komunikasi, konversi data, masukan data, keluaran informasi, dan pengguna-pengguna informasi.
Masukan terdiri dari semua arus berwujud (tangible) yang masuk ke dalam sistem di samping juga dampak tak berwujud (intangible) terhadap sistem. Keluaran terdiri dari semua arus keluar atau hasil. Dan proses terdiri dari metode yang digunakan untuk mengubah masukan menjadi keluaran. Mekanisme kerja dalam suatu sistem dijelaskan dalam gambar berikut.
Gambar 1. Mekanisme Kerja Sistem
Sasaran sistem mempengaruhi dan sering mengendalikan konten masukan menjadi keluaran. Pada sistem demikian, biasanya terdapat dua pendekatan yang dapat dilaksanakan, yaitu pendekatan yang berorientasi pada guru dan pendekatan yang berorientasi pada siswa. Pendekatan pertama, merupakan sistem yang konvensional. Hampir seluruh kegiatan belajar-mengajar dikendalikan oleh guru. Melalui pendekatan ini, guru mengomunikasikan pengetahuannya kepada murid dalam beberapa bentuk bahasan atau materi yang sudah disiapkan. Metode yang dipakai adalah ceramah atau tatap muka. Pendekatan ini mempunyai keuntungan, yaitu memudahkan pendidikan mengefisiensikan akomodasi dan sumber-sumber peralatan, serta mempermudah jadwal yang efektif oleh para staf.
Kelemahannya, keberhasilan belajar murid tergantung keterampilan dan kemampuan guru serta bahan dan materi yang dibawakannya. Kondisi ini hanya menguntungkan apabila pengajar sangat berpengalaman dan berbakat. Kelemahan lainnya, proses belajar terikat pada suatu jadwal yang kaku dan akan menyulitkan murid apabila suatu saat tidak dapat mengikuti pelajaran karena tidak mendapat pengulangan yang memadai.
Pendekatan kedua, adalah proses belajar-mengajar dengan menekankan ciri-ciri dan kebutuhan murid secara individual. Dalam hal ini guru hanya sebagai penunjang. Keuntungannya, pendekatan ini memungkinkan murid belajar dan memperoleh kesempatan yang luas sesuai dengan kemampuan masing-masing. Kelemahannya, bila murid pasif dalam belajar karena sistem ini menuntut kesiapan yang tinggi dari para murid.
Dengan membandingkan kedua pendekatan di atas, langkah yang tepat bagi lembaga pendidikan di Indonesia adalah melaksanakan sistem pendidikan dengaan orientasi kepada guru. Pendekatan ini didasarkan kenyataan, bahwa murid-murid lembaga pendidikan di Indonesia pada umumnya terdiri atas berbagai latar belakang yang berbeda. Namun, secara umum, tingkat kemampuaan menangkap pelajaran rata-rata dianggap sama.
Untuk mengeliminasi kelemahan pendekatan yang berorientasi pada guru, diperlukan peningkatan hubungan guru dan murid. Dalam hal ini, ada semacam mitos yang berlaku di kalangan pendidikan. Seorang guru yang baik harus memenuhi persyaratan antara lain, bersikap tenang, tidak pernah berteriak, dan tidak menunjukkan emosi yang tinggi. Guru yang baik tidak pernah berprasangka buruk, tidak pernah membedakan anak atas dasar suku, ras, atau jenis kelamin. Guru yang baik menerima semua anak dengan pandangan yang sama, tidak pernah punya favorit dan tidak pilih kasih.
Seorang guru dituntut untuk lebih mengerti, lebih memiliki ilmu pengetahuan, dan lebih sempurna daripada orang-orang pada umumnya. Kekeliruan anggapan ini memaksa guru melampaui sifat-sifat manusiawinya. Guru dituntut melakukan hal-hal yang tidak mungkin dilakukan. Namun rupanya patokan ini pun memperoleh dukungan dari kalangan guru sendiri, sehingga pada masing-masing guru telah terpola model guru yang ideal.
Dengan menganggap patokan tersebut sebagai norma, justru hubungan guru dan murid akan terganggu. Guru tidak perlu mengambil jarak terlalu jauh sehingga hubungan guru dan murid tak berfungsi. Jadi, yang diharapkan sebetulnya adalah guru harus bersikap realistis untuk menilai dirinya dalam hubungannya dengan murid. Ia harus menyadari kekurangan-kekurangannya.
Memberikan penekanan pada hubungan guru dan murid berarti memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk saling berkomunikasi secara wajar dan tidak terpaku pada patokan-patokan yang sangat ideal yang hampir tidak mungkin tercapai.
Menurut Finn (1972), yang menjadi ciri-ciri konsep sistem dalam teknologi pendidikan adalah mengoordinasikan orang-mesin-informasi, adanya informasi untuk pengendalian, analisis yang menyeluruh dan perencanaan jangka panjang.
Hobban (1960), menekankan perlunya konsep sistem dalam pendidikan. Kegunaan konsep sistem adalah gagasan adanya :
a)      Komponen dalam system
b)      Integrasi diantara komponen
c)      Peningkatan efisiensi system
Perkembangan konsep sistem dan teknik-tekniknya seperti pendekatan sistem dan analisis sistem, membawa pengaruh lebih lanjut dibidang teknologi pendidikan. Pendekatan sistem menurut Heinich (1965), memerlukan pengkajian seluruh proses dengan menyadari adanya saling hubungan dalam dan antara komponen, mempunyai tujuan tertentu, berjalan melalui tahapan yang diperlukan, serta menilai hasil akhir apakah sesuai dengan tujuan dan memperbaikinya bila belum sesuai. Konsepsi ini paling tidak mempengaruhi perkembangan bidang teknologi pendidikan dengan konsep sebagai berikut:
a)   Teknologi Pendidikan merupakan suatu proses bukan produk
b)   Teknologi Pendidikan menerapkan pendekatan sistem untuk pembelajaran dengan melakukan analisis, pengembangan, dan evaluasi
c)   Teknologi Pendidikan mengintegrasikan sumber insani dan non-insani
d)  Kegiatan analisis, pengembangan dan evaluasi memerlukan sumber insani yang dipersiapkan/ mempunyai tanggung jawab khusus.
e)   Teknologi Pendidikan lebih dari sekadar jumlah komponen-komponen melainkan kombinasi fungsi dan sumber dalam proses yang sistematis dan menghasilkan sesuatu yang baru-yang tidak dapat dihasilkan oleh masing-masing komponen secara terpisah.
1.                  6.      Perkembangan Landasan Teori dan Konsep Sistem Teknologi Pendidikan.
Perkembangan konsep teknologi pendidikan tersebut diawali dengan adanya alat peraga yang digunakan oleh tiap-tiap guru secara individual dalam rangka kegiatan pembelajarannya. Kemudian disediakannya berbagai media pengajaran oleh lembaga yang khusus membuat tugas pembuatan dan penyediaan media (seperti yang dilakukan oleh TAC). Para guru diharapkan menggunakan media yang tersedia sebagai bagian integral dari program belajar mengajar.
Perkembangan kemudian masih terbatas dalam lingkup pendidikan sekolah, namun teknologi pendidikan tak hanya berupa media, tapi juga berbagai strategi yang diperlukan agar siswa belajar aktif. Namun dengan demikian, pertimbangan bahwa belajar itu terjadi dimana saja, kapan saja, serta oleh siapa dan apa saja, maka konsep pendidikan disekolah harus diperluas, hingga lingkungan luar sekolah termasuk dilembaga masyarakat, lembaga pelatihan, lembaga kerja, lembaga ibadah, bahkan oleh pribadi. Sedang kegiatannya dapat berupa teknologi pembelajaran atau teknologi kinerja.
1.                  7.      Aplikasi Landasan Teori dan Konsep Sistem Teknologi Pendidikan.
Konsep-konsep yang telah ditumbuhkan melalui program pendidikan dan penelitian, kemudian diadaptasi dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan. Meskipun demikian, gagasan dan rujukan yang terkandung dalam istilah teknologi pendidikan atau teknologi pembelajaran dapat dipertahankan yaitu : agar setiap orang mampu mengembangkan diri secara optimal dengan memperoleh kesempatan belajar melalui berbagai proses dan sumber dengan rujukan : proses yang sistemik dan sistematis, aneka sumber yang dikembangkan dan atau digunakan untuk belajar; bertolak dari berbagai teori yang relevan dan kenyataan empiris; adanya nilai tambah dalam mencapai tujuan kegiatan; bersifat inovatif karena harus menyesuaikan dengan perkembangan pengeahuan dan kebutuhan : dan ditambah dengan pendekatan isomeristik yang menggabungkan berbagai pemikiran atau disiplin keilmuan.
Perkembangan terminologi dalam bidang teknologi pendidikan bahkan telah menjadi bagian integral dalam sistem pendidikan. Jelaslah bahwa konsep teknologi pendidikan telah tumbuh dan berkembang di Indonesia. Namun ibarat tanaman yang telah tumbuh dan berkembang, tetapi tidak dirawat, dipupuk, dan diremajakan, maka tanaman itu akan dapat mati, demikian juga dengan konsep dari teknologi pendidikan ini.
Apabila kita konsekuen terhadap upaya memprofesionalkan pekerjaan guru maka filsafat pendidikan merupakan landasan berpijak yang mutlak. Artinya, sebagai pekerja professional, tidaklah cukup bila seorang guru hanya menguasai apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kedua penguasaan ini baru tercermin kompetensi seorang tukang.
Disamping penguasaan terhadap apa dan bagaimana tentang tugasnya, seorang guru juga harus menguasai mengapa ia melakukan setiap bagian serta tahap tugasnya itu dengan cara tertentu dan bukan dengan cara yang lain. Jawaban terhadap pertanyaan mengapa itu menunjuk kepada setiap tindakan seorang guru didalam menunaikan tugasnya, yang pada gilirannya harus dapat dipulangkan kepada tujuan-tujuan pendidikan yang mau dicapai, baik tujuan-tujuan yang lebih operasional maupun tujuan-tujuan yang lebih abstrak. Oleh karena itu maka semua keputusan serta perbuatan instruksional serta non-instruksional dalam rangka penunaian tugas-tugas seorang guru dan tenaga kependidikan harus selalu dapat dipertanggung-jawabkan secara pendidikan (tugas professional, pemanusiaan dan civic) yang dengan sendirinya melihatnya dalam perspektif yang lebih luas dari pada sekedar pencapaian tujuan-tujuan instruksional khusus, lebih-lebih yang dicekik dengan batasan-batasan behavioral secara berlebihan.
Pendidik dan subjek didik melakukan pemanusiaan diri ketika mereka terlihat di dalam masyarakat profesional yang dinamakan pendidikan itu; hanyalah tahap proses pemanusiaan itu yang berbeda, apabila diantara keduanya, yaitu pendidik dan subjek didik, dilakukan perbandingan. Ini berarti kelebihan pengalaman, keterampilan dan wawasan yang dimiliki guru semata-mata bersifat kebetulan dan sementara, bukan hakiki. Oleh karena itu maka kedua belah pihak terutama harus melihat transaksi personal itu sebagai kesempatan belajar dan khusus untuk guru dan tenaga kependidikan, tertumpang juga tanggungjawab tambahan menyediakan serta mengatur kondisi untuk membelajarkan subjek didik, mengoptimalkan kesempatamn bagi subjek didik untuk menemukan dirinya sendiri, untuk menjadi dirinya sendiri (Learning to Be, Faure dkk, 1982). Hanya individu-individu yang demikianlah yang mampu membentuk masyarakat belajar, yaitu masyarakat yang siap menghadapi perubahan-perubahan yang semakin lama semakin laju tanpa kehilangan dirinya. Apabila demikianlah keadaannya maka sekolah sebagai lembaga pendidikan formal hanya akan mampu menunaikan fungsinya serta tidak kehilangan hak hidupnya didalam masyarakat, kalau ia dapat menjadikan dirinya sebagai pusat pembudayaan, yaitu sebagai tempat bagi manusia untuk meningkatkan martabatnya. Dengan perkataan lain, sekolah harus menjadi pusat pendidikan. Menghasilkan tenaga kerja, melaksanakan sosialisasi, membentuk penguasaan ilmu dan teknologi, mengasah otak dan mengerjakan tugas-tugas persekolahan, tetapi yang paling hakiki adalah pembentukan kemampuan dan kemauan untuk meningkatkan martabat kemanusiaan seperti telah diutarakan di muka dengan menggunakan cipta, rasa, karsa dan karya yang dikembangkan dan dibina.
Perlu digarisbawahi di sini adalah tidak dikacaukannya antara bentuk dan hakekat. Segala ketentuan prasarana dan sarana sekolah pada hakekatnya adalah bentuk yang diharapkan mewadahi hakekat proses pembudayaan subjek didik. Oleh karena itu maka gerakan ini hanya berhenti pada “penerbitan” prasarana dan sarana sedangkan transaksi personal antara subjek didik dan pendidik, antara subjek didik yang satu dengan subjek didik yang lain dan antara warga sekolah dengan masyarakat di luarnya masih belum dilandasinya, maka tentu saja proses pembudayaan tidak terjadi. Seperti telah diisyaratkan dimuka, pemberian bobot yang berlebihan kepada kedaulatan subjek didikakan melahirkan anarki sedangkan pemberian bobot yang berlebihan kepada otoritas pendidik akan melahirkan penjajahan dan penjinakan. Kedua orientasi yang ekstrim itu tidak akan menghasilkan pembudayaan manusia.
Tidaklah berlebihan kiranya bila dikatakan bahwa di Indonesia kita belum punya teori tentang pendidikan guru dan tenaga kependidikan. Hal ini tidak mengherankan karena kita masih belum saja menyempatkan diri untuk menyusunnya. Bahkan salahsatu prasaratnya yaitu teori tentang pendidikan sebagimana diisyaratkan pada bagian-bagian sebelumnya, kita masih belum berhasil memantapkannya. Kalau kita terlibat dalam berbagi kegiatan pembaharuan pendidikan selama ini maka yang diperbaharui adalah pearalatan luarnya bukan bangunan dasarnya.
Dalam memetakan masalah pendidikan maka perlu diperhatikan realitas pendidikan itu sendiri yaitu pendidikan sebagai sebuah subsistem yang sekaligus juga merupakan suatu sistem yang kompleks. Gambaran pendidikan sebagai sebuah subsistem adalah kenyataan bahwa pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang berjalan dengan dipengaruhi oleh berbagai aspek eksternal yang saling terkait satu sama lain.
Aspek politik, ekonomi, sosial-budaya, pertahanan-keamanan, bahkan ideologi sangat erat pengaruhnya terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan, begitupun sebaliknya. Sedangkan pendidikan sebagai suatu sistem yang kompleks menunjukan bahwa pendidikan di dalamnya terdiri dari berbagai perangkat yang saling mempengaruhi secara internal, sehingga dalam rangkaian input-proses-output pendidikan, berbagai perangkat yang mempengaruhinya tersebut perlu mendapatkan jaminan kualitas yang layak oleh berbagai stakeholder yang terkait.
Dalam kaitan pendidikan sebagai suatu sistem, maka aplikasi pendidikan yang saat ini tengah berkembang diantaranya Sistem Informasi Manajemen Sekolah ini menjadi 8 sub-sistem yaitu :
1)      Sistem Informasi Profil (Portal Sekolah) : yang nantinya akan berisi Profil Sekolah, Visi, Misi, Fasilitas, program-program, Berita/Artikel, kegiatan/agenda, informasi kesiswaan, forum, galeri foto, dan buku tamu.
2)      Sistem Informasi Personalia : yang berisi Data Guru dan Staf untuk mengelola informasi penting tentang tenaga pengajar maupun staf yang terdaftar di sekolah, seperti biodata, pangkat, jabatan, alamat, status bekerja, jam kerja, riwayat pendidikan, riwayat karir, riwayat pelatihan, tingkat kehadiran, info gaji dan lain-lain
3)      Sistem Informasi Sarana dan Prasarana : berisi mengenai Manajemen Aset sekolah mulai dari penomoran aset, lokasi aset, penggunaan aset dan jumlah asset
4)      Sistem Informasi Keuangan : akan berisi data pembayaran biaya pendidikan siswa, seperti SPP, uang pembangunan, dan biaya-biaya lain. Data pembayaran tersebut akan ditampilkan dalam format laporan yang akan memudahkan pihak sekolah dalam melakukan pemeriksaan dan evaluasi, seperti :
·                       Laporan siswa yang belum dan sudah melakukan pembayaran.
·                       Laporan-laporan yang berkenaan dengan honor guru/karyawan.
5)      Sistem Informasi Siswa : akan berisi data Penerimaan Siswa Baru, Biodata siswa, Pengelolaan Kenaikan Kelas Siswa (manual maupun otomatis), Pengelolaan Kelulusan/Alumni, Pencetakan Kartu Siswa, dan Pengelolaan Kedisiplinan Siswa
6)      Sistem Informasi Akademik : berisi Pengelolaan Kurikulum, Penjadwalan Satuan Pengajaran, Pengelolaan Nilai Akademik Siswa dan Laporan Hasil Studi Siswa, dan Presensi Siswa dalam kegiatan PBM
7)      Sistem Informasi Perpustakaan : berisi Pengelolaan buku, Pengelolaan anggota, Transaksi peminjaman dan pengembalian buku, dan Manajemen Arsip Digital
8)      Sistem E-Learning : berisi Proses pendidikan menggunakan sistem online maupun intranet bagi siswa dan guru berupa modul sekolah, tanya-jawab, kuis online, maupun tugas-tugas.
1.                  Penutup
Macam-Macam Landasan Teori dalam Teknologi Pendidikan adalah:
·                       Landasan Teori dalam llmu Perilaku.
·                       Landasan Teori dalam llmu Komunikasi.
·                       Landasan Teori dalam ilmu Sosiologi.
·                       Landasan Teori dalam Ilmu Filsafat.
·                       Landasan Teori dari Disiplin Lain.
Kegunaan konsep sistem adalah gagasan adanya :
·                       Komponen dalam system.
·                       Integrasi diantara komponen.
·                       Peningkatan efisiensi system.
Konsep sistem teknologi pendidikan yaitu :
·                       Teknologi Pendidikan merupakan suatu proses bukan produk
·                       Teknologi Pendidikan menerapkan pendekatan sistem untuk pembelajaran dengan melakukan analisis, pengembangan, dan evaluasi
·                       Teknologi Pendidikan mengintegrasikan sumber insani dan non-insani
·                       Kegiatan analisis, pengembangan dan evaluasi memerlukan sumber insani yang dipersiapkan/ mempunyai tanggung jawab khusus
·                       Teknologi Pendidikan lebih dari sekadar jumlah komponen-komponen melainkan kombinasi fungsi dan sumber dalam proses yang sistematis dan menghasilkan sesuatu yang baru-yang tidak dapat dihasilkan oleh masing-masing komponen secara terpisah.
Jelaslah bahwa konsep teknologi pendidikan telah tumbuh dan berkembang di Indonesia. Namun ibarat tanaman yang telah tumbuh dan berkembang, tetapi tidak dirawat, dipupuk, dan diremajakan, maka tanaman itu akan dapat mati, demikian juga dengan konsep dari teknologi pendidikan ini.
Referensi
Miarso, Yusufhadi. 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Prawiradilaga, Dewi Salma dan Eveline Siregar. 2007. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta : Universitas Negeri Jakarta.
Seels, Barbara B dan Richey, Rita C. 1994. Teknologi Pembelajaran Definis dan Kawasannya. Jakarta : Universitas Negeri Jakarta.

0 komentar: