SOAL
1. Coba Anda
jelaskan keterkaitan/hubungan dan perbedaan antara
a) Pendidikan
dan teknologi pendidikan
b) Teknologi pendidikan
dan teknologi pembelajaran
c) Teknologi
pendidikan dan teknologi dalam pendidikan
2. Coba Anda jelaskan tentang
a) Sejarah perkembangan teknologi pendidikan
b) Landasan falsafah teknologi pendidikan
c) Kawasan
dan bidang garapan teknologi pendidikan
3. Coba Anda
tuliskan lima judul penelitian yang berkaitan dengan teknologi pendidikan
4. Coba Anda
cari dari internet dua artikel/tulisan yang membahas tentang
a) Landasan
kebijakan pendidikan
b) Landasan
ilmiah teknologi pendidikan
c) Landasan
teori dan konsep sistem
======================================
Jawaban Soal No.1 Point. a
Hubungan dan Perbedaan pendidikan dan
teknologi pendidikan
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sisdiknas pada Pasal 1, ayat 1 yang berbunyi :
“Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara”.
Penjelasan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pada
Pasal 1, ayat 1 di atas, memeberikan pengertian pendidikan secara Nasional.
Selanjutnya dalam
bukunya “Menyemai benih teknologi pendidikan” Miarso (2004: 62) memberi
penjelasan pengertian teknologi pendidikan tidak terlepas dari pengertian
teknologi secara umumnya. Pengertian teknologi yang utama adalah proses yang
meningkatkan nilai tambah. Proses tersebut menggunakan dan atau menghasilkan
suatu produk tertentu. Produk yang digunakan dan atau dihasilkan tidak terpisah
dari produk yang digunakan dan atau dihasilkan tidak terpisah dari produk lain
yang telah ada, dan arena itu menjadi bagian integral dari suatu sistem. Jadi
dalam pengertian umum tentang teknologi, alat atau sarana baru yang khusus
diperlukan tidak menjadi syarat yang mutlak harus ada, karena alat atau sarana
itu telah ada sebelumnya.
Dengan memahami
dari kedua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidikan dan teknologi
pendidikan perbedaannya terletak pada bentuknya, jika pendidikan adalah wadah
untuk suatu proses pencapaian keberhasilan pembelajaran, maka teknologi
pendidikan adalah alat (disiplin ilmu) dari proses tersebut. Ini dapat kita
lihat dari kegunaan teknologi pendidikan berikut ini:
Mengatasi
masalah belajar & pembelajaran dengan :
·
Menghasilakan teori pembelajaran
·
Mengembangkan strategi pembelajaran
·
Mengembangkan pola pembelajaran
·
Mengusahakan sumber belajar
·
Mengemas materi pelajaran
·
Mendidik tenaga akademisi/praktisi
·
Teknologi
pendidikan sebagai disiplin (pengeta-huan terapan) berperan besar dalam
pembangunan
Jawaban Soal No.1 Point. b
Hubungan dan perbedaan teknologi pendidikan
dan teknologi pembelajaran
Teknologi
pembelajaran dan teknologi pendidikan, dua istilah yang terkadang membuat kita
bingung, apakah istilah itu sama ataukah berbeda. Banyak kalangan yang
menyebutnya sebagai suatu istilah yang dapat digunakan secara bergantian dalam
lingkup pengertian yang sama. Namun tak jarang orang yang menganggap keduanya
sebagai istilah yang berbeda dengan alasannya masing-masing.
Dilihat dari pengertian kata pendidikan dan pembelajaran
yang membentuk istilah tersebut tentu berbeda, menurut UU No. 20 tahun 2003
tentang Sisdiknas, “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya ….”, sedangkan “Pembelajaran adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar”.
Jika diartikan
menurut istilahnya secara umum, secara konseptual teknologi pendidikan
didefinisikan sebagai teori dan praktik dalam desain, pengembangan, pemanfaatan,
pengelolaan, penilaian, dan penelitian proses, sumber, dan sistem untuk
belajar. Definisi tersebut mengandung pengertian adanya komponen dalam
pembelajaran, yaitu teori dan praktik; desain, pengembangan, pemanfaatan,
pengelolaan, penilaian, dan penelitian; proses, sumber, dan sistem; dan untuk
belajar. Jadi istilah teknologi pendidikan lebih luas cakupannya dibandingkan
dengan teknologi pembelajaran. Teknologi pendidikan mencakup sistem lain yang
digunakan dalam proses mengembangkan kemampuan manusia.
Sedangkan
teknologi pembelajaran merupakan suatu bidang kajian khusus ilmu pendidikan
dengan objek formal “belajar” pada manusia secara individu maupun kelompok. Hal
ini karena belajar tidak hanya berlangsung dalam lingkup sekolah,
melainkan juga pada organisasi misalnya keluarga, masyarakat, dunia usaha,
bahkan pemerintahan. Belajar dapat di mana saja, kapan saja dan siapa saja,
mengenai apa saja, dengan cara dan sumber apa saja yang sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan.
Istilah teknologi
pembelajaran mencakup banyaknya lingkungan pemanfaatan yang mengambarkan fungsi
teknologi dalam pendidikan secara lebih tepat; dapat merujuk baik pada belajar
maupun pembelajaran; dan pemecahan masalah belajar/fasilitas pembelajaran,
teknologi pembelajaran merupakan suatu bidang inovasi dalam bidang pendidikan.
Adanya perbedaan
istilah yang digunakan memang sering menimbulkan persoalan berbagai kalangan.
Penggunaan istilah pendidikan dan pembelajaran oleh masing-masing kalangan
memiliki alasan tersendiri. Seperti pendidikan membantu mempertahankan fokus
yang lebih luas untuk bidang teknologi pembelajaran, dan pembelajaran lebih
berkonotasi pada lingkungan belajar untuk masing-masing objeknya.
Perbedaan bukanlah
hal yang dapat menjadikan suatu perpecahan dalam mengkategorikan dari
masing-masing istiah tersebut. Istilah tersebut tetap akan terpakai sesuai
dengan tujuan dari masing-masing penggunaannya. Karena teknologi pembelajaran
merupakan bagian dari teknologi pendidikan, dalam pengertian bahwa teknologi
pembelajaran merupakan bentuk operasional dari teknologi pendidikan.
Namun ada sisi
lain yang juga perlu kita ketahui, bahwa teknologi pendidikan maupun teknologi
pembelajaran merupakan suatu bidang/disiplin ilmu yang perlu kita pelajari dan
pahami dengan bijak. Karena keduanya menggunakan pendekatan sistem yang holistk
dan komprehensif, bukan pendekatan yang bersifat parsial.
Dari pemaparan
tersebut, secara sederhana dapat disimpulkan perbedaan keduanya jelas terlihat
mulai dari definisi, kawasan kajian, dan ruang lingkup keduanya. Sedangkan
hubungan keduanya adalah keterkaitan antar teknologi pembelajaran dengan
teknologi pendidikan. Mengingat teknologi pembelajaran adalah bagian dari
teknologi pendidikan itu sendiri.
Jawaban Soal No.1 Point. c
Hubungan dan Perbedaan teknologi pendidikan
dan teknologi dalam pendidikan
Sebelum membahas
perbedaan dan hubungan keduanya, di sini akan dipaparkan terlebih dahulu defini
keduanya.
Secara konseptual
teknologi pendidikan didefinisikan sebagai teori dan praktik dalam desain,
pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, penilaian, dan penelitian proses,
sumber, dan sistem untuk belajar.
Kemudian definisi teknologi merupakan perkembangan suatu
media / alat yang dapat digunakan dengan lebih efisien guna memproses serta
mengendalikan suatu masalah. Teknologi dalam pendidikan mencakup setiap
kemungkinan sarana (alat) yang dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam
pendidikan dan latihan. Ellington (1989) menyatakan bahwa teknologi dalam
pendidikan pada dasarnya adalah apa yang oleh teknologi pendidikan dipopulerkan
dengan nama alat bantu pandang dengar (audiovisual aid). Selanjutnya
dikembangkan dalam pembelajaran untuk pencapaian tujuan pembelajaran tertentu.
Teknologi dalam pendidikan merupakan perpaduan Aspek
Teoritis Dalam Pendidikan, Aspek Perangkat Keras (komponen yang saling bergantung
tetapi tidak berbeda satu sama lainnya) dan Aspek Perangakat Lunak (berkenaan dengan benda yang dipakai
pada perangkat keras).
Melihat dari
paparan di atas, perbedaan keduanya sangat signifikan. Jika teknologi lebih
pada alat aatu media yang digunakan, maka teknologi pendidikan merupakan ilmu
yang mempelajari desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, penilaian, dan
proses, sumber, dan sistem dalam belajar.
Teknologi dalam
pendidikan itu sendiri adalah penunjang kelancaran dan berjalannya sistem
pendidikan. Semakin canggihnya teknologi maka semakin terbantunya pendidikan,
baik dalam proses pembelejaran maupun system pendidikan tersebut, inilah yang
menjadi hubungan keduanya.
Adapun hubungan
keduanya dapat dilihat dari pemaparan Miarso (2004: 62) dalam bukunya “Menyemai
benih teknologi pendidikan” yang memberi penjelasan pengertian teknologi
pendidikan tidak terlepas dari pengertian teknologi secara umumnya. Pengertian
teknologi yang utama adalah proses yang meningkatkan nilai tambah. Proses
tersebut menggunakan dan atau menghasilkan suatu produk tertentu. Produk yang
digunakan dan atau dihasilkan tidak terpisah dari produk yang digunakan dan
atau dihasilkan tidak terpisah dari produk lain yang telah ada, dan arena itu
menjadi bagian integral dari suatu sistem. Jadi dalam pengertian umum tentang
teknologi, alat atau sarana baru yang khusus diperlukan tidak menjadi syarat
yang mutlak harus ada, karena alat atau sarana itu telah ada sebelumnya.
Jawaban Soal No.2 Point. a
Sejarah
perkembangan Teknologi Pendidikan telah berlangsung dari waktu yang lama
sekali, banyak pendapat dan kejadian sejarah yang mendasari awal perkembangan
Teknologi Pendidikan, terutama yang berkaitan dengan perkembangan
instruksional. Untuk itu di sini akan sedikit menguraikan kembali sekelumit hal
yang berkaitan dengan sejarah perkembangan Teknologi Pendidikan ( pengajaran
dan intruksional ).
Sejarah
perkembangan teknologi pendidikan menjadi sangat singkat jika dihitung
bagaimana jabatan dan pola pikir telah dibawa bersama sama untuk menciptakan
bidang galian dari teknologi pendidikan . peserta didik dari teknologi
pendidikan sepanjang tahun 1960 pada umumnya mengikuti salah satu dari dua
jalur berikut yaitu pendekatan Audio Visual atau belajar terprogram yang masing
masing telah dihubungkan dengan sejumlah kerangka konseptual, adopsi praktis
dari kegitan mereka, pelatihan dan kepribadian mereka.
Bagaimana gerakan
terbentuknya teknologi pendidikan dimulai oleh salah satu pakar yaitu Dr. James
Finn, yang pada saat itu menjadi kepala devisi pendidikan audio visual (DAVI),
salah stu tulisan Finn yang terkenal adalah tentang Teknologi dan Proses
Pembelajaran. argument utamanya adalah bahwa dalam banyak bidang, masyarakat
Amerika Utara telah diubah oleh teknologi dan teknologi itu tak bisa diacuhkan
pengaruhnya terhadap pendidikan, cepat atau lambat.
Pada waktu itu dua
kecendrungan utama yang dapat membedakan tetapi mereka mengalirkan pada arah
kebalikan, yaitu : yang pertama adalah kecendrungan ke arah pembelajaran
teknologi masa , seperti dngan mencotohkan keunggulan televisi. Dan yang kedua
adalah kecendrungan ke arah individualisme.
Teknologi
Pendidikan muncul sebagai bidang studi dan kategori jabatan baru pada tahun
1960, tetapi sebelum itu banyak peristiwa sejarah yan menajad dasar dari sebuah
pondasi teknologi pendidikan secara keseluruhan. Seperti sejarah perkembangan
Instruksional atau pengajaran. Disini penulis akan menuliskan lebih lanjut
mengenai sejarah perkembangan tersebut, menyangkut perkembangan Teknologi
Instruksional, terdapat beberapa pendapat mengenai hal tersebut, mereka
membaginya ke dalama beberapa priode, di antaranya :
1.
a. Periode 1932 – 1959.
Brown (1984)
membahas penjelasan yang dikemukakan Seattler sekitar perkembangan teknologi
instruksional. Seattler mengemukakan bahwa teknologi instruksional memiliki dua
landasan filosofis dan teoritis yang sangat berbeda, yaitu; physical science
dan yang kedua behavior sicence.
Seattler
menjelaskan bahwa konsep ilmu pengetahuan alam tentang teknologi instruksional
biasanya berarti penggunaan ilmu pengetahuan alam dan teknologi rekayasa,
seperti projektor, tape recorder, televisi dan teaching mekanik untuk
menyajikan sekolompok materi instruksional., cirinya adalah bahwa konsep ini
memandang berbagai media sebagai pembantu untuk mengajar dan berkecendrungan
untu lebih memperhatikan alat dan prosedur dari pada memperhatikan perbedaan
individual siswa atau materi pelajaran.
Gagasan yang paling berpengaruh dan berakar pada konsep imu pengetahuan alam tentang teknologi instruksional ialah memasukkan material (audio visual) dan mesin (proyektor atau gambar hidup. dan mesin (proyektor atau gambar hidup).
Gagasan yang paling berpengaruh dan berakar pada konsep imu pengetahuan alam tentang teknologi instruksional ialah memasukkan material (audio visual) dan mesin (proyektor atau gambar hidup. dan mesin (proyektor atau gambar hidup).
1.
b. Periode 1960 – 1969.
Beberapa kejadian memberikan masukan terhadap
prgeseran teoritis secara besar besaran berkenan dengan teknologi intruksional
pada akhir tahun 1950 dan awal 1960an, terutama peritiwa peluncuran sputnik
pada tahun 1957 yang mencengangkan dunia. Akibat dari itu, terutama di Amerika,
sekolah dikritik karena kegagalannya mengjarkan science dan matematika dalam
kapaitas yang cukup. Karena itu tekanan lebih di alamatkan kepada teknologi
instruksional, akibatnya terdapat dua konstruk teoritis muncul secar bersamaan
yang mempengaruhi lapangan teknologi instruksional. Pertama
yaitu pengaruh yang kuat dari aliran behaviorisme terhadap semua pendekatan
belajar dan yang kedua adalah pendekatan sistem sistem yang datang dari teknik
mesin dan teknologi. Gerakan yang berbeda ini akhirnya melahirkan dan saling
melengkapi yang disebut dengan Pengajaran Terprogram. Gerakan kaum behavioris
melahirkan pegembangan tujuan behavioral, karena diperlukan perumusan tingkah
laju lebih lanjut dalam merancang sebuah proses pembelajaran.
1.
c. Periode 1970 – 1983.
Mendekati akhir tahun 1970, muncul kembali
pendekatan kognitif dalam pembelajaran. Banyak ahli pikologi yang mengsulakan
hal tersebut, salah satunya Wittrock.menurutnya penekatan kognitif berimplikasi
bahwa belajar dan pengajaran secara ilmiah akan lebih produktif bila dipelajari
sebagai sesuatu yang bersifat internal, yakni suatu proses kognitif
berperantara dari pada sebagai produk langsung dari lingungan , orang atau
fktor eksternal lainnya.
1.
d. Periode 1983 – muthakir.
Pada masa ini
berlangsung kekacau balauan akibat pertengan dari landasan teoritik teknologi
instruksional. Perbedaan pendapat ini terutama dialamatkan
kepada para perintis audio Visual. Seperti Salomon, yang menganggap audio
visual itu sebagai agen informasi dan bukan sebagai stimulus yang langsung
untuk respon tertentu. Lebih lanjut mereka berpendapat bahwa media tidak lebih
dari kendaraan yang menganku para ahli ke konfrensi pemecahan masalah dan
memberi sumbangan terhadappemahaman para ahli tentang masalah tersebut.
Lebih lanjut dari
itu sejarah perkembangan Teknologi Pendidikan tidak hanya terbatas pada hal
tersebut saja, kita tidak bisa begitu saja melepaskan kaitannya dengan sejarah
perkembangan Teknologi Pengajaran. Beberapa para ahli
menyebutnya demikian dan mereka menjelaskan perkembangan teknologi pembelajaran
ke dalam beberapa masa sejarah, diantaranya:
1) Metode
Kaum Sufi.
Perkembangan dari
berbagai metoda pengajaran merupakan tanda lahirnya teknologi pengajaran yang
dikenal saat ini. Beberapa pendidik pada masa lampau, yaitu golongan Sufi di
Yunani, para ahli pendidikan memandang menduga kaum Sufi merupakan kaum
teknologi pengajaran yang pertama. Mereka menyampaikan pelajaran dengan
berbagai cara dan teknik, mula mula mereka menyampaikan bahan pelajaran yang
telah disampaikan secara matang, kemudian mereka melanjutkan dengan perdebatan
yang dilakukan dengan secara bebas, pada saat itulah proses kegiatan belajar
itu berlangsung. Kemudian jika ada minat dari mayarakat untuk belajar, akan
dibuat kontrak dan untuk kemudian menjadi sistem tutor. Pandangan ajaran kaum
Sufi tersebut di atas didasarkan atas;
1.
Bahwa manusia itu
berkembang secara evolusi. Seorang dapat berkembang dengan teratur tahap demi
tahap menuju kepada peradaban yang lebih tinggi. Melalui teknologilah
pembelajaran dapat diarahkan secara efektif.
2.
Bahwa proses
evaluasi itu berlagsung terus, terutama aspk-aspek moral dan hukum.
3.
Sejarah dipandang
sebagai gerak perkembangan yang bersifat evousi berkelanjutan.
4.
Demokrasi dan persamaan sebagai sikap
masyarakat merupakan kaidah umum.
5.
Bahwa asas teori
pengetahuan bersifat progresif, pragmatis, empiris dan behavioristik.
Gagasan kaum Sofi ini cukup banyak mempengaruhi kurikulum di Eropa, misalnya penggunaan retorika, dialektika, dan gramar sebagai materi utama dalam quadrivium dan trivium.
Gagasan kaum Sofi ini cukup banyak mempengaruhi kurikulum di Eropa, misalnya penggunaan retorika, dialektika, dan gramar sebagai materi utama dalam quadrivium dan trivium.
2) Metode
Socrates
Bentuk pengajaran lebih ke dalam bentuk berfilsafat,
metode yang dipakan disebut dengan Maieutik atau menguraikan, yng sekarang
dikenal dengan nama metoda inkuiri. Pelaksanaanny berlangung dengan cara “take and give of conversation”. Dengan cara memberikan
pertanyaan yang mengarah kepada suatu masalah tertentu. Pada dasarnya Socrates
mengajarkan tentang mencari pengertian, yaitu suatu bentuk tetap dari sesuatu.
3) Metode
Abelard.
Metode Abelard ini berlangsung pada masa pemerintahan
Karel Agung di Eropa. Metoda yang di pakai bertujuan untuk membentuk kelompok
pro dan kontra terhadap suatu materi. Guru tidak memberikan jawaban final
tetapi siswalah yang akan menyimpulka jawaban itu sendiri. Metoda ini biasa
disebut dengan “Sic et Non”atau setuju atau tidak.
4) Metoda
Lancaster
Metoda Lancerter
ini dalam bentuk sistem Monitoring yang merupakan bentuk pengajaran yang unik,
meliputi pengorganisasian kelas, materi pelajaran sesuai dengan rencanannya
yang meningkat dan dikelola secara ekonomis. Lancaster mempelajari konstruksi
kelas kusus yang dapat mendayagunakan secara efektif penggunaan media
pengajaran dan pengelompokan siswa. Dalam sistem pengajaran Lacaster, pemakaian
media pengajaran masih sederhana. Seperti penggunaan pasir dalam melatih siswa
menulis.
5) Metoda
Pestalozi.
Pengamatan pada
alam merupakan landasan utama dari proses daktiknya. Pengetahuan bermula dari
adanya pengamatan , dan pengamatan menimbulkan pengertian, selanjutnya
pengertian yang bari itu menimbulkan pengertian yang selanjutnya pengertiaan
tersebut bergabung dengan yang lama untuk menjadi sebuah pengetahuan. Dan dapt
dikatakan bahwa perintisan ke arah peendayagunaan perangkat keras ata hardware
sebenarnya telah dimulai pada masa Pestazoli ini, seperti penciptaan papan
aritmatik yang terbagi dalam kotak kotak yang di setiap kotaknya diberi
garis-garis yang secara keseluruhan berjumlah 100 kotak kecil. Selain itu
Pestalozi juga menciptakan stylabaries untuk melatih siswanya dalam mempelajri
angka, bentuk, posisi dan warna disain.
6) Metoda
Froebel.
Metode Froebel
didasarkan kepada metodologi dan pandangan filsafafnya yang intinya mengatakan
bahwa pendidkan masa kanak kanak merupakan hal paling penting untuk keseluruhan
kehidupnnya. Karena itulah Froebel mendikrikan Kindergarten atau yang lebih
dikenal dengan Taman Kanak – kanak. Metoda pengajaran Kindergasten dari Froebel
meliputi kegiatan berikuti :
1.
Bermain dan bernyanyi
2.
Membentuk dengan melakukan kegiatan.
3.
Grift dan Occupation.
7) Metoda Friedrich Herbart.
Praktek pendidikan
Herbert terlihat adanya pengaruh Freobert terutama pada aspek pengembangan
moral sebagai tujuan utama pendidikan. Metoda instruksionalnya didasarkan
kepada ilmu jiwa yang sistematis. Dengan demikian siswa secara pikologis
dibentuk oleh gagasan yang datang dari luar.
Jawaban Soal No.2 Point. b
Berdasarkan
tinjauan falsafah ilmu, setiap pengetahuan mempunyai tiga komponen yang
merupakan tiang penyangga tubuh pengetahuan yang didukungnya. Ketiga komponen
tersebut adalah :
1)
Ontology (apa). Merupakan asas dalam menetapkan ruang lingkup ujud yang menjadi
objek penelaahan, serta penafsiran tentang hakikat realitas dari objek
tersebut.
2)
Epistemology (bagaimana). Merupakan asas mengenai cara bagaiman materi pengetahuan
diperoleh dan disusun menjadi suatu tubuh pengetahuan.
3)
Aksiologi (untuk apa). Merupakan asas dalam menggunakan pengetahuan yang telah
diperoleh dan disusun dalam tubuh pengetahuan tersebut.
Dengan ketiga
komponen tersebut di atas, maka akan terdapatlah rumusan yang dapat
menjawabnya. Rumusan
tersebut menurut Sir Eric Ashby (dalam, Miarso, 2004: 104), tergambar dalam
revolusi-revolusi sebagai berikut:
1.
Revolusi Pertama. Terjadi pada saat
orang tua atau keluarga menyerahkan sebagian tanggung-jawab pendidikannya
kepada orang lain yang secara khusus diberikan tanggung-jawab untuk itu.
Revolusi ini tidak diketahui dengan pasti awal terjadinya.
2.
Revolusi Kedua. Terjadi pada saat guru sebagai orang dilimpahkan
yanggung-jawab untuk mendidik, pengajarn saat itu diberikan secara
verbal/lisan, dan sementara itu kegiatan pendidikan dilembagakan dengan
berbagai ketentuan yang dibakukan. Revolusi kedua ini jugatidak diketahui
permulaannya.
3.
Revolusi Ketiga. Muncul dengan ditemukannya mesin cetak, yaitu memungkinkan
tersebarnya informasiiconic dan numeric dalam
bentuk buku atau media cetak lain. Dalam sejarahnya revolusi ketiga ini
meskipun dalam literatur Barat banyak menganganggap bahwa Gutenberg-lah yang
menemukaan mesin cetak ini, akan tetapi jauh sebelumnya dikemukaan bahwa teknik
pencetakan telah berkembang lebih dulu di Cina.
4.
Revolusi
Keempat. Pada revolusi ini berlangsung dengan perkembangan yang pesat dibidang
elektronik. Yang paling menonjol adalah media
komunikasi (radio, televisi, tape, dll). Dengan pesatnya
perkembangan elektronik, pendidikan mulai difokuskan pada mengajar anak didik
tentang bagaimana belajar. Ajaran selanjutanya akan diperoleh di pembelajar
sepanjang usia hidupnya melalui sumber dan saluran.
Jawaban Soal No.2 Point. c
Kawasan
Teknologi Pendidikan
Menurut defenisi tahun 1994 teknologi
pendidikan dirumuskan dengan berlandaskan lima bidang garapan yaitu : Desain,
Pengembangan, Pemanfaatan, Pengelolaan, dan Penilaian.
Hubungan
Antar Kawasan Teknologi Pendidikan
Masing-masing kawasan teknologi pendidikan
bersifat saling melengkapi dan setiap kawasan memberikan kontribusi terhadap
kawasan yang lain dan kepada penelitian maupun teori yang digunakan bersama
oleh semua kawasan.
Deskripsi Masing-masing Kawasan Teknologi
Pendidikan
1.
a. Kawasan Desain
Beberapa faktor pemicu kawasan ini adalah : 1)
artikel tahun 1954 dari B.F. Skinner “The Science of Learning and the Art of
Teaching” disertai teorinya tentang pembelajaran berprogram; 2) buku tahun 1969
dari Herbert Simon “The Science of Artifisial” yang membahas karakteristik umum
dari pengetahuan preskriptif tentang desain; dan 3) pendirian pusat-pusat
desain bahan pembelajaran dan terprogram, seperti “Learning Resource and
Development Center” di Universitas Pittburgh pada tahun 1960an, (dikutip
dari Teknologi Pembelajaran Defenisi dan Kawasannya oleh Barbara B.
Seels, dan Rita C. Richey Hal.30 s.d. 31).
Desain adalah
proses untuk menentukan kondisi belajar. Tujuan desain adalah untuk menciptakan
strategi dan produk pada tingkat makro, seperti program dan kurikulum, dan pada
tingkat mikro, seperti pelajaran dan modul.(Barbara B. Sells, Rita C.
Richey, 1994).
Kawasan desain
meliputi studi mengenai desain sistem pembelajaran, desain pesan, strategi
pembelajaran dan karakteristik pemelajar. Defenisi dan deskripsi dari
masing-masing daerah liputan tersebut adalah sebagai berikut (dikutip
dari Teknologi Pembelajaran Defenisi dan Kawasannya oleh Barbara B.
Seels, dan Rita C. Richey Hal.33 s.d. 35) :
1) Desain
Sistem Pembelajaran. Desain Sistem Pembelajaran (DSI) adalah
prosedur yang terorganisasi yang meliputi langkah-langkah penganalisaan,
perancangan, pengembangan, pengaplikasian dan penilaian pembelajaran.
2) Desain
Pesan. Desain pesan meliputi “perencanaan untuk merekayasa
bentuk fisik dari pesan” (Grabowski, 1991 : 206). Hal tersebut mencakup
prinsip-prinsip perhatian, persepsi dan daya serap yang mengatur penjabaran
bentuk fisik dari pesan agar terjadi komunikasi antara pengirim dan penerima.
3) Strategi
Pembelajaran. Strategi Pembelajaran adalah spesifikasi untuk
menyeleksi serta mengurutkan peristiwa belajar atau kegiatan pembelajaran dalam
suatu pelajaran.
4) Karakteristik
Pemelajar. Karakteristik pemelajar adalah segi-segi latar
belakang pengalaman pemelajar yang berpengaruh terhadap efektivitas proses
belajarnya.
1.
b. Kawasan Pengembangan
Kawasan
pengembangan berakar pada produksi media. Teknologi merupakan tenaga penggerak
dari kawasan pengembangan, oleh karena itu kita dapat merumuskan berbagai jenis
media pembelajaran dan karakteristiknya.
Kawasan
pengembangan dapat diorganisasikan dalam empat kategori : teknologi cetak (yang
menyediakan landasan untuk kategori yang lain), teknologi audiovisual,
teknologi berazaskan komputer, dan teknologi terpadu. (Barbara B. Sells,
Rita C. Richey, 1994).
1) Teknologi
Cetak. Teknologi cetak adalah cara untuk memproduksi atau
menyampaikan bahan, seperti buku-buku dan bahan-bahan visual yang statis,
terutama melalui proses pencetakan mekanis dan fotografis.
2) Teknologi
Audiovisual. Teknologi audiovisual merupakan cara memproduksi
dan menyampaikan bahan dengan menggunakan peralatan mekanis dan elektronis
untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual.
3) Teknologi
berbasis Komputer. Teknologi berbasis computer merupakan
cara-cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan perangkat yang
bersumber pada mikroprosesor.
4) Teknologi
Terpadu. Teknologi terpadu merupakan cara untuk memproduksi dan
menyampaikan bahan dengan memadukan beberapa jenis media yang dikendalikan
computer.
1.
c. Kawasan Pemanfaatan
Pemanfaatan adalah
aktivitas menggunakan proses dan sumber untuk belajar. Mereka yang
terlibat dalam pemanfaatan mempunyai tanggung jawab untuk mencocokan pemelajar
dengan bahan dan aktivitas yang tertentu, menyiapkan pemelajar agar dapat
berinteraksi dengan bahan dan aktivitas yang dipilih, memberikan bimbingan
selama kegiatan, memberikan penilaian atas hasil yang dicapai pemelajar, serta
memasukannya ke dalam prosedur organisasi yang berkelanjutan.
Seperti yang
dikutip dari Teknologi Pembelajaran Defenisi dan Kawasannya oleh Barbara B.
Seels, dan Rita C. Richey Hal.50 s.d. 51, terdapat empat kategori dalam kawasan
pemanfaatan yaitu : Pemanfaatan media, difusi inovasi,
implementasi dan institusionalisasi (pelembagaan), serta kebijakan dan
regulasi.
1) Pemanfaatan
Media. Pemanfaatan media ialah penggunaan yang sistematis dari
sumber untuk belajar. Prinsip-prinsip pemanfaatan juga dikaitkan dengan
karakteristik pemelajar. Seorang yang belajar mungkin memerlukan bantuan
keterampilan visual atau verbal agar dapat memahami media belajar.
2) Difusi
Inovasi. Difusi inovasi adalah proses berkomunikasi melalui
strategi yang terencana dengan tujuan untuk diadopsi. Tujuan akhir yang ingin
dicapai ialah untuk terjadinya perubahan. Tahap awal dalam proses ini ialah
membangkitkan kesadaran melalui desiminasi informasi. Proses
tersebut meliputi tahap-tahap seperti kesadaran, minat, percobaan dan adopsi.
3) Implementasi
dan Pelembagaan. Implementasi ialah penggunaan bahan dan
strategi pembelajaran dalam keadaan yang sesungguhnya. Sedangkan pelembagaan
ialah penggunaan yang rutin dan pelestarian dari inovasi pembelajaran dalam
suatu struktur atau budaya organisasi.
4) Kebijakan
dan Regulasi. Kebijakan dan regulasi adalah aturan dan tindakan
dari masyarakat (atau wakilnya) yang mempengaruhi difusi atau penyebaran dan
penggunaan teknologi pembelajaran.
1.
d. Kawasan Pengelolaan
Pengelolaan meliputi pengendalian Teknologi
Pembelajaran melalui perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dan
supervisi. Pengelolaan biasanya merupakan hasil dari penerapan suatu sistem
nilai. Kerumitan dalam mengelola berbagai macam sumber, personil, usaha desain
maupun pegembangan akan semakin meningkat dengan membesarnya usaha dari sebuah
sekolah. Terdapat empat kategori dalam kawasan pengelolaan yaitu : pengelolaan
proyek, pengelolaan sumber, pengelolaan sistem penyampaian dan pengelolaan
informasi.
1) Pengelolaan
Proyek. Pengelolaan proyek meliputi perencanaan, monitoring dan
pengendalian proyek desain dan pengembangan. Para pengelola proyek bertanggung
jawab atas perencanaan, penjadwalan dan pengendalian fungsi desain pembelajaran
atau jenis-jenis proyek yang lain.
2) Pengelolaan
Sumber. Pengelolaan sumber mencakup perencanaan,
pemantauan, dan pengendalian sistem pendukung dan pelayanan sumber.
3) Pengelolaan
Sistem Penyampaian. Pengelolaan sistem penyampaian meliputi
perencanaan, pemantauan, pengendalian cara bagaimana distribusi bahan
pembelajaran diorganisasikan.
4) Pengelolaan
Informasi. Pengelolaan informasi meliputi perencanaan,
pemantauan dan pengendalian cara penyimpanan, pengiriman/pemindahan atau
pemrosesan informasi dalam rangka tersedianya sumber untuk kegiatan belajar.
1.
e. Kawasan Penilaian
Penilaian dalam
pengertian yang paling luas adalah aktivitas manusia sehari-hari. Dalam
kehidupan sehari-hari kita selalu menakar nilai aktivitas atau kejadian
berdasarkan kepada sistem penilaian tertentu. Penilaian ialah proses penentuan
memadai tidaknya pembelajaran dan belajar. Penilaian mulai dengan analisis
masalah. Ini adalah langkah yang penting dalam pengembangan dan penilaian
pembelajaran karena tujuan dan hambatan dijelaskan pada langkah ini.
(Barbara B. Sells, Rita C. Richey, 1994).
Dalam kawasan
penilaian terdapat empat subkawasan yaitu : Analisis masalah, pengukuran
acuan patokan, penilaian formatif dan penilaian sumatif.
1) Analisis
Masalah. Analisis
masalah mencakup cara penentuan sifat dan parameter masalah dengan menggunakan
strategi pengumpulan infomasi dan pengambilan keputusan.
2) Pengukuran
Acuan-Patokan (PAP). Pengukuran acuan patokan meliputi
teknik-teknik untuk menentukan kemampuan pemelajar menguasai materi yang
telah ditentukan sebelumnya. Pengukuran acuan patokan yang sering berupa tes,
juga dapat disebut acuan isi, acuan tujuan, atau acuan kawasan. Sebab, kriteria
tentang cukup tidaknya hasil belajar ditentukan oleh seberapa jauh pemelajar
telah mencapai tujuan. PAP memberikan informasi tentang penguasaan seseorang
mengenai pengetahuan, sikap, atau keterampilan yang berkaitan dengan tujuan.
3) Penilaian
Formatif dan Sumatif. Penilaian formatif berkaitan dengan
pengumpulan informasi kecukupan dan penggunaan informasi ini sebagai dasar
pengembangan selanjutnya. Sedangkan penilaian sumatif berkaitan dengan
pengumpulan informasi tentang kecukupan untuk pengambilan keputusan dalam hal
pemanfaatan. (dikutip dari Teknologi Pembelajaran Defenisi dan Kawasannya
oleh Barbara B. Seels, dan Rita C. Richey Hal. 61 s.d. 63).
Jawaban Soal No.3
1.
Penerapan
Teknologi Pendidikan dalam Rangka Menuju “ Innovative School ”
Pada SMA Negeri 2 Sekayu.
2.
Implikasi Strategi
Pembelajaran Berbasis “Multiple Intelligences”
untuk Pencapaian Kompetensi dalam Pembelajaran di SMA Negeri Sekayu.
3.
Penerapan Konsep
dan Prinsip Pembelajaran Kontekstual dan Desain Pesan dalam Pengembangan
Pembelajaran dan Bahan Ajar di SMA Yayasan Pondok Pesantren Al-Mizan, Rangkas
Bitung Banten.
4.
Hubungan antara
akses terhadap Informasi dan Dukungan Sekolah dengan Inovasi Pembelajaran.
5.
Hubungan antara
Posisi Kendali (Locus of Control)
dan Penilaian siswa terhadap Pembelajaran Menggunakan VCD/DVD dengan Hasil
Belajar Bahasa Indonesia.
Jawaban Soal No.4 Point. a
1.
1. LANDASAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN
A.
PENDAHULUAN
I.1.
Latar Belakang
Dalam
Undang-Undang RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1
ayat 1, diungkapkan yang dimaksud dengan pendidikan adalah: “Usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,
dan negara” (UU RI No 20 Tahun 2003).
Dari defenisi pendidikan tersebut, dengan
jelas terungkap bahwa pendidikan indonesia adalah pendidikan yang usaha sadar
dan terencana, untuk mengembangkan potensi individu demi tercapainya
kesejahteraan pribadi, masyarakat dan negara. Persoalannya kemudian adalah,
apakah yang menjadi pijakan bagi usaha “perencanaan sadar” tersebut?, Serta apa
yang menjadi sasaran standar bagi individu, masyarakat dan negara? Pencarian
jawaban atas pertanyaan ini sangat penting untuk dicari, sebagai pagangan bagi
seluruh insan pendidikan khususnya dan bangsa indonesia umumnya. Insan
pendidikan mulai dari guru, sebagai operator pendidikan, sampai dengan menteri,
sebagai pejabat khusus penanggung jawab pendidikan, haruslah mengetahui dengan
tepat apa yang menjadi landasan dalam perencanaan pendidikan Indonesia.
Pengetahuan mengenai landasan akan menghindarkan
pendidikan dari proyek coba-coba dan ganti menteri ganti kurikulum. Pengetahuan
mengenai landasan pendidikan Indonesia oleh para guru, akan membuat pelajaran
menjadi lebih bermakna. Kebermaknaan ini karena guru di dalam kelas mengetahui
untuk apa, mengapa, dan karena apa dia melakukan proses pendidikan di kelas.
Demikian juga dengan siswa, akan merasa lebih nyaman untuk belajar, karena
mengetahui alasan dan tujuan ia menginvestasikan waktu mudanya untuk belajar di
kelas.
I.2 Permasalahan
I.2 Permasalahan
Adapun masalah
yang akan dibahas dalam penulisan makalah ini adalah :
1.
Apa saja yang menjadi landasan kebijakan
pendidikan Indonesia?
2.
Bagaimana arah kebijkan pendidikan Indonesia ?
I.3
Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui
secara lebih jelas mengenai landasan kebijakan pendidikan Indonesia serta arah
kebijkan pendidikan Indonesia itu sendiri.
B.
PEMBAHASAN
2.1
Landasan Kebijakan Pendidikan
Pengetahuan menganai landasan pendidikan
Indonesia oleh para pejabat pembuat kebijakan pendidikan, akan membuat
kebijakan pendidikan nasional konsisten, tetap dan terarah dengan pasti.
Konsisten, maksudnya kebijakan pendidikan secara menyeluruh (bagian dan waktu)
tersusun dengan landasan yang sama. Tetap, maksudnya kebijakan pendidikan pada
berbagai sub dan waktu ke waktu tidak mengalami loncatan yang mengejutkan, sehingga
tidak membingungkan masyarakat sebagai pelanggan kebijakan. Terarah, maksudnya
kebijakan pendidikan pada berbagai sub dan waktu ke waktu tetap mengarah pada
satu tujuan besar, yaitu gambaran manusia Ideal menurut bangsa Indonesia.
Bangsa Indoeseia secara keseluruhan juga teramat penting untuk memahami
landasan pendidikan, sebab sebagai pelanggan dari kebijakan pendidikan, mereka
berhak untuk mengetahui mengapa, untuk apa, dan apa kebijakan pendidikan yang
ada harus mereka ikuti.
1.1.1 Landasan Ideal
Dalam Undang-Undang Pendidikan Nomor 4 tahun
1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran sekolah pada Bab III Pasal 4
tercantum bahwa landasan ideal pendidikan dan pengajaran ialah membentuk
manusia susila yang cakap dan warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab tentang kesejahtearaan masyarakat dan tanah air.
Menurut Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi dalam buku Program Akta Mengajar VB, componen bidang
studi pendidikan Moral Pancasila (1984/1985) dikemukakan seperti berikut :
“Sistem Pendidikan Nasional Pancasila adalah
sistem pendidikan nasional Indonesia satu-satunya yang menjamin teramalkan dan
telestarikan Pancasila. Predikat Pancasila perlu ditonjolkan sebagai identitas
sistem karena pada hakekatnya secara intrinsik Pancasila adalah kepribadian
(identitas sistem kenegaraan RI dengan segala jenis implikasinya terhadap
subsistem dalam negara). Pendidikan nasional adalah sistem kelembagaan yang
bertanggung-jawab atas pengembangan dan pelestarian sistem kenegaraan Pancasila
dan kebudayaan nasional.” (Fuad Ihsan 2005: 120-123).
Dalam pembukaan (prembule)
UUD 1945, antara lain termaktub : “ Atas berkat Ramat Tuhan yang Maha Kuasa dan
dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan berkebangsaan yang
bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya. Kemudian
daripada itu untuk membentuk statu pemerintahan negara republik Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam
statu undang-undang dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam statu susunan
negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada :
Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dab beradap, persatuan
Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan / perwakilan, serta dengan mewujudkan statu keadilan social
bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Dari
pernyataan-pernyataan di atas jelaslah bahwa landasan ideal Pendidikan nasional
adalah Pancasila.
1.1.2 Landasan
Konstitusional
Pendidikan
Nasional didasarkan atas landasan constitucional/Undang-Undang Dasar 1945 pada
Bab XIII Pasal 31 yang berbunyi :
Ayat 1
: Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran.
Ayat 2 :
Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional
yang ditetapkan dengan Undang-Undang.
Pasal 32 berbunyi
: Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.
Dalam pembukaan
UUD 1945 dapat dilihat bahwa pemerintah :
1.
Memajukan kesejahteraan umum.
2.
Mencerdaskan kehidupan bangsa.
3.
Melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Undang-Undang
Dasar 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan
pengajaran. Ini berarti adanya kewajiban relajar yang memberi desempatan dan
mengharuskan relajar lepada setiap anak ingá usia tertentu (sekurang-kurangnya
usia 13 tahun). UUD 1945 menginginkan adanya suatu sistem pengajaran nasional
yang disesuaikan dengan kebudayaan dan tuntutan nasional. Usaha-usaha ke arah
itu sudah banyak dilakukan melalui pembaharuan pendidikan di Indonesia.
1.1.3 Landasan
Operasional
Landasan
operasional bagi pembangunan negara, termasuk pendidikan ialah ketetapan MPR
tentang GBHN.
GBHN disebut
landasan operasional karena memberikan garis-garis besar tentang kegiatan yang
harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembangunan bangsa dan negara
sesuai dengan cita-cita, seperti yang termaktub dalam Pancasila dan UUD 1945.
sebagai contoh dalam GBHN 1988 dirumuskan tujuan pendidikan yaitu untuk
membentuk manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan yang Maha Esa,
berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras dan tanga,
bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil, serta sehat jasmani dan
rohani.
Hendaknya setiap
pelaksana pendidikan, orang tua, dosen, guru-guru, dan pegawai serta
petugas-petugas pendidikan lainnya mengetahui isi dan jiwa GBHN, mengetahui
ketentuan/peraturan-peraturan yang harus diikuti, agar pendidikan benar-benar
dapat dilaksanakan dengan baik sebagai unsur penting pembangunan negara.
Berikut ini dikemukakan Ketetapan MPR Sejak
tahun 1966-2003 sebagai landasan operasional pendidikan nasional dan tujuan
pendidikan nasional :
1.
TAP MPRS No. XXVII/1966 Bab II Pasal 3
Dasar pendidikan adalah falsafah negara
Pancasila, tujuan pendidikan adalah membentuk manusia Pancasila sejati
berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh Pembukaan dan isi
UUD 1945.
1.
TAP MPR No. IV/MPR/1973
Tujuan pendidikan membentuk manusia-manusia
pembangunan yang Pancasila dan untuk membentuk manusia Pancasila yang sehat
jasmani dan roanilla, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dan mengembangkan
aktivitas dan tanggung jawab, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan
disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama
manusia sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam UUD1945.
1.
TAP MPR No. IV/MPR/1978
Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan
bertujuan meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, kecerdasan,
keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, dan mempertebal
semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang
dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas
pembangunan bangsa.
1.
TAP MPR No. II/MPR/1983
Pendidikan nasional bertujuan meningkatkan
ketakwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, kecerdasan dan keterampilan,
mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat
kebangsaan, dan cinta tanah air agar dapat menumbuhkan manusia-manusia
pembangunan yang dapat membangundirinya sendiri serta bersama-sama
bertanggungjawab atas pembangunan bangsa.
1.
TAP MPR No. II/MPR/1988
Pendidikan nasional untuk meningkatkan
kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap
Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin,
bekerja keras, bertanggung jawab, mandiri, cerdas, dan terampil serta sehat
jasmani dan rohani.
1.
Bab II Pasal 4 UU RI No. 2 tahun 1989
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang
beriman dan bertakwa terhadap Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,
memiliki pengetahuan dan keterampilan,kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian
yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan.
1.
Undang-undang No. 20 Tahun 2003
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional : Peraturan perundang-undangan ini disahkan tanggal 8
Juli 2003. Undang-undang ini merupakan pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun
2003, fungsi pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan tujuan pendidikan nasional adalah untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Dibandingkan dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 1989, Undang-Undang
No. 20/2003 memuat lebih banyak aturan baru terutama yang mendukung aspek
akuisisi pengetahuan, penciptaan pengetahuan dan penyebaran pengetahuan.
1.2 Arah Kebijakan Pendidikan Indonesia
Kebijakan pembangunan pendidikan di Indonesia
diarahkan untuk mencapai hal-hal sebagai berikut:
1) Mengupayakan
perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi
bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia berkualitas
tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan secara berarti;
2) Meningkatkan
kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan
tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal
terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat
mengembalikan wibawa lembaga dantenaga kependidikan;
3) Melakukan
pembaharuan sistem pendidikan termasukpembaharuan kurikulum, berupa
diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik, penyusunan
kurikulum yang berlaku nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat,
serta diversifikasi jenis pendidikan secara professional;
4) Memberdayakan
lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan
nilai, sikap,dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan
masyarakatyang didukung oleh sarana dan prasarana memadai;
5) Melakukan
pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip
desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen;
6) Meningkatkan
kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun
pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam
menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
7) Mengembangkan
kualitas sumberdaya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu dan
menyeluruhmelalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen
bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai dengan hak
dukungan dan lindungan sesuai dengan potensinya;
8) Meningkatkan
penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi,
termasuk teknologi bangsa sendiri dalam dunia usaha, terutama usaha kecil,
menengah, dan koperasi guna meningkatkan daya saing produk yang berbasis sumber
daya lokal.
1.2.1. Visi dan Misi Pendidikan Nasional
Solusi
pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah menerbitkan UU Nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang tercermin dalam rumusan Visi
dan Misi pendidikan nasional. Visi pendidikan nasional adalah mewujudkan sistem
pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan
semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas
sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Sedangkan misinya adalah: (1) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan
memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia; (2)
meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing di tingkat nasional,
regional, dan internasional; (3) meningkatkan relevansi pendidikan dengan
kebutuhan masyarakat dan tantangan global; (4) membantu dan memfasilitasi
pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat
dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; (5) meningkatkan kesiapan masukan
dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian
yang bermoral; (6) meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga
pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan,
pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar yang bersifat nasional dan
global; dan (7) mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik
Indonesia. ( www.dikmenum.go.id).
1.2.2. Program Pembangunan Pendidikan Indonesia
Program
Pendidikan Dasar dan Prasekolah
Program
pembinaan pendidikan dasar dan prasekolah bertujuan untuk (1) memperluas
jangkauan dan daya tampung SD dan MadrasahIbtidaiyah (MI), SLTP dan Madrasah
Tsanawiyah (MTs), dan lembaga pendidikan prasekolah sehingga menjangkau
anak-anak dari seluruh masyarakat; dan (2) meningkatkan kesamaan kesempatan
untuk memperoleh pendidikan bagi kelompok yang kurang beruntung, termasuk
mereka yang tinggal di daerah terpencil dan perkotaan kumuh, daerah bermasalah,
masyarakat miskin, dan anak yang berkelainan; (3) meningkatkan kualitas
pendidikan dasar danprasekolah dengan kualitas yang memadai; dan (4) terselenggaranya
manajemen pendidikan dasar dan prasekolah berbasis pada sekolah dan masyarakat
(school/community based management).
Program
Pendidikan Menengah
Program
pembinaan pendidikan menengah yang mencakupSekolah Menengah Umum (SMU), Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK), danMadrasah Aliyah (MA) ditujukan untuk (1) memperluas
jangkauan dandaya tampung SMU, SMK, dan MA bagi seluruh masyarakat; dan
(2)meningkatkan kesamaan kesempatan untuk memperoleh pendidikanbagi kelompok
yang kurang beruntung, termasuk mereka yang tinggal didaerah terpencil dan
perkotaan kumuh, daerah bermasalah danmasyarakat miskin, dan anak yang
berkelainan;(3) meningkatkan kualitas pendidikan menengah sebagai landasanbagi
peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikanyang lebih
tinggi dan kebutuhan dunia kerja; (4) meningkatkan efisiensipemanfaatan sumber
daya pendidikan yang tersedia, (5) meningkatkan keadilan dalam pembiayaan
dengan dana publik, (6) meningkatkanefektivitas pendidikan sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi setempat,(7) meningkatkan kinerja personel dan lembaga
pendidikan, (8)meningkatkan partisipasi masyarakat untuk mendukung
programpendidikan, dan (9) meningkatkan transparansi dan akuntabilitas
penyelenggaraan pendidikan.
Program
Pendidikan Tinggi
Program
pembangunan nasional pendidikan tinggi bertujuan untuk (1) melakukan penataan
sistem pendidikan tinggi; (2)meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan
tinggi dengan dunia kerja; dan (3) meningkatkan pemerataan kesempatan
memperoleh pendidikan tinggi, khususnya bagi siswa berprestasi yang berasal
dari keluarga kurang mampu.
Program
Pembinaan Pendidikan Luar Sekolah
Program
pembinaan pendidikan luar sekolah (PLS) ini bertujuan untuk menyediakan
pelayanan kepada masyarakat yang tidak atau belum sempat memperoleh pendidikan
formal untuk mengembangkandiri, sikap, pengetahuan dan keterampilan, potensi
pribadi, dan dapat mengembangkan usaha produktif guna meningkatkan
kesejahteraan hidupnya. Selain itu, program PLS diarahkan pada pemberian
pengetahuan dasar dan keterampilan berusaha secara profesionalsehingga warga
belajar mampu mewujudkan lapangan kerja bagidirinya dan anggota keluarganya.
Program
Sinkronisasi dan Koordinasi
Program
ini bertujuan untuk meningkatkan sinkronisasi dan koordinasi perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian, dan pengawasan program-program pendidikan baik
antarjenjang, jalur, dan jenis maupun antardaerah. Sasarannya adalah mewujudkan
sinkronisasi dankoordinasi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan
pengawasanprogram-program pembangunan pendidikan, antarjenjang, jalur danjenis
maupun antardaerah.
Program
Penelitian dan Pengembangan
Program
ini bertujuan untuk (1) meningkatkan mutu hasil penelitian; (2) meningkatkan
kualitas peneliti; (3) meningkatkan kompetensi lembaga-lembaga penelitian dan
pengembangan (litbang) publik searah dengan kebutuhan dunia usaha dan
masyarakat, serta perkembangan percepatan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
(4) membentuk iklim yang kondusif bagi terbentuknya sumber daya litbang.
Program
Peningkatan Kemandirian dan Keunggulan Iptek
Program
ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pelayanan teknologi lembaga-lembaga
litbang,Metrology, Standardization,
Testing and Quality (MSTQ), yang ditekankan untuk mendukung
daya saing dunia usaha dan mendorong pelaksanaan litbang di dan oleh dunia
usaha. Sasaran yang akan dicapai adalah meningkatnya kemandirian pelayanan
teknologi dan keunggulan inovasi teknologi bangsa sendiri agar dapat
meningkatkan daya saing dunia usaha dan masyarakat.
1.2.3. Peran Teknologi Pendidikan
Teknologi pendidikan secara konseptual
berperan dalam pembelajaran manusia dengan mengembangkan dan atau menggunakan
aneka sumber meliputi sumber daya manusia (narasumber), sumber daya alam dan
lingkungan, sumber daya kesempatan atau peluang, serta dengan peningkatan
efektivitas dan efisiensi sumber daya keuangan.
Bentuk pelaksanaan peran teknologi pendidikan
itu dapat dibedakan dalam tiga kategori, yaitu :
1) Pengembangan
sisitem belajar-pembelajaran yang inovatif
2) Penggunaan teknologi
komunikasi dan informasi dalam proses belajar.
3) Peningkatan
kinerja sumber daya manusia agar lebi produktif
Ketiga kategori ini dapat dibedakan tetapi
tidak terpisahkan karena saling berkaitan dan menunjang satu sama lain.
Kategori
pertama meliputi pengembangan berbagai pola pembelajaran alternatif seperti
sekolah terbuka, pembelajaran terprogram (Pamong), pembuata berbagai paket atau
sumber belajar (modul untuk belajar sendiri, media audio-visual, dan
lain-lain), dan pemanfaatan lingkungan untuk belajar (community and environment-based learning). Kategori
kedua meliputi pengembangan sistem belajar jarak jauh dengan sarana
telekomunikasi (penataan guru melalui siaran radio dan televisi, paket belajar
multimedia, dan sebagainya), pembelajaran bantuan komputer (CIA = Computer
assisted instruktion), dan pengembangan sistem belajar melalui
jaringan maya (virtual learning development),
untuk semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan. Kategori pertama dan kedua
merupakan konsep dasar dari BEBAS—salah satu bentuk paradigma reformasi
pendidikan.
Kategori
peran ketiga terutama ditujukan untuk peningkatatn kemampuan mereka yang
berkarya dalam masyarakat atau dalam dunia dan lapangan kerja. Kemampuanitu
sendiri dapat dibedakan ke dalam tiga kelompok, yaitu : 1. kemampuan memperoleh
informasi yang diperlukan, 2. kemampuan untuk mengolah dan menggunakan
informasi hingga menjadi pengetahuan yang mendasari kebijakan(wisdom), 3. kemampuan untuk membentuk sikap positif
terhadap diri dan lingkungannya. Jelaslah bahwa peran penyampaian misi dan
informasi pendidikan merupakan sebagian dari peran teknologi pendidikan.
Pendidikan merupakan kepedulian semua orang sehingga ada kecendrungan pendapat
bahwa oleh karena itu semua orang dengan sendirinya mengetahui dan memahami
pendidikan. Teknologi pendidikan sebagai disiplin keilmuan, profesi dan bidang
garapan telah memberikan kontribusinya dalam pembangunan pendidikan. Namur
kontribusi tersebut hanya akan berkembang dengan adanya komitmen
sungguh-sungguh dari para teknolog pendidikan.
C.
PENUTUP
1.
1. Kesimpulan
Dari pemaparan makalah di atas penulis dapat
menarik kesimpulan, Landasan kebijakan pendidikan meliputi :
a) Landasan
Ideal yaitu Pancasila,
b) Landasan
Konstitusional yaitu UUD 1945, dan
c) Landasan
Operasional yaitu meliputi ketetapan MPR
1.
2. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan oleh penulis
mengenai permasalahan ini adalah:
1.
Setiap lapisan kepentingan harus benar-benar
menjalankan kebijakan pendidikan yang sudah berdasar pada landasan ideal,
landasan konstitusional, dan landasan operasional.
2.
Pelaksanaan kebijakan pendidikan seyogyanya
sejalan dengan arah tujuan kebijakan pendidikan yang sudah dibuat dan tersusun
rapi.
DAFTAR
PUSTAKA
Miarso,
Yusufhadi. 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta : Kencana
Prenada Media Group.
Ihsan,
Fuad. 2005. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta : Rieneka Cipta.
———2006. UU
Sisdiknas no. 20 tahun 2003. Jakarta
: Asa Mandiri
1.
2. ARTIKEL/TULISAN LANDASAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN
Tersedia
(online) : http://www.scribd.com/doc/56697182/Makalah-Landasan-Kebijkan-Pendidikan-Tiqoy
1.
A. PENDAHULUAN
2.
1. Latar Belakang Masalah
Manusia membutuhkan pendidikan untuk menjalani
kehidupannya. Pendidikan memberi bekal manusia untuk menjalani kehidupan
menjadikan dewasa dengan dapat menentukan hal yang baik dan benar, dan
menjalani tugas untuk belajar sepanjang hayat. Tujuan pendidikan tersebut untuk
mengarah pada menjadikan manusia lebih baik. Pendidikan berproses berdasarkan
landasan yang memiliki peran penting dalam pencapaian tujuan tersebut. Salah
satu landasan tersebut adalah landasan pendidikan yang menentukan secara
teratur rencana yang ditentukan untuk pencapaian tujuan. Suatu landasan
kebijakan pendidikan berarti adalah suatu dasar keputusan untuk melakukan
sesuatu dari stakeholder yang merancang aturan pencapaian keputusan pendidikan.
Landasan kebijakan pendidikan tersebut menjadi acuan langkah dalam melaksanakan
pendidikan. Kebijakan yang diputuskan telah dipertimbangkan dan disusun denga
hati-hati dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas pendidkan yang lebih baik.
Setiap kebijakan pendidikan juga akan berubah seiring dengan perkembangan zaman
yang terjadi bahkan ada perubahan kebijakan yang bersifar reformatif.
Menurut
John Dewey dalam Tilaar (1999) menyebutkan Education is the fundamental method of social progress and reform.
All reforms wich rest simply upon the enactment of law, or the thereathenig of
certain penalties, or upon changes in mechanical or autward arrangements, are
transitory and futile. Pendidikan
adalah metode dasar kemajuan sosial dan reformasi. Semua reformasi yang sisanya
hanya pada berlakunya hukum, atau memberlakukan denda tertentu, atau atas perubahan
pengaturan mekanis atau luar, yang sementara dan sia-sia.
Reformasi membuka ruang partisipasi formal dan
informal secara lebih
luas. Kebebasan pers memberi sumbangan amat berarti bagi partisipasi publik, sehingga pendidikan dasar dapat dengan cepat menjadi isu publik untuk didiskusikan dan diadvokasi secara bebas. Indonesia yang mengalami beberapa kali zaman kepemimpinan juga memengaruhi perubahan kebijakan pendidikan namun landasan kebijakan utama tetap dari Pembukaan Undang-Undang tahun 1945, hingga pada Sistem Pendidikan Nasional dan Rencana Strategis di bidang pendidikan. Sebagai seorang pendidik sangat penting memahami suatu landasan kebijakan pendidian untuk melaksanakan pendidikan sesuai aturan yang berlaku, agar mencapai tujuan pendidikan yang berkualitas dan terarah. Berdasarkan pembahasan di atas maka pemakalah akan membahas tentang landasan kebijakan pendidikan di Indonesia implikasinya di negara Indonesia, serta perbandingan dengan landasan kebijakan di negara maju yaitu Amerika Serikat.
luas. Kebebasan pers memberi sumbangan amat berarti bagi partisipasi publik, sehingga pendidikan dasar dapat dengan cepat menjadi isu publik untuk didiskusikan dan diadvokasi secara bebas. Indonesia yang mengalami beberapa kali zaman kepemimpinan juga memengaruhi perubahan kebijakan pendidikan namun landasan kebijakan utama tetap dari Pembukaan Undang-Undang tahun 1945, hingga pada Sistem Pendidikan Nasional dan Rencana Strategis di bidang pendidikan. Sebagai seorang pendidik sangat penting memahami suatu landasan kebijakan pendidian untuk melaksanakan pendidikan sesuai aturan yang berlaku, agar mencapai tujuan pendidikan yang berkualitas dan terarah. Berdasarkan pembahasan di atas maka pemakalah akan membahas tentang landasan kebijakan pendidikan di Indonesia implikasinya di negara Indonesia, serta perbandingan dengan landasan kebijakan di negara maju yaitu Amerika Serikat.
1.
2. Rumusan Masalah.
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas
maka masalah yang akan dibahas dalam penulisan makalah ini adalah :
1) Apakah yang
dimaksud dengan Landasan?
2) Apakah yang
dimaksud dengan kebijakan?
3) Apakah yang
dimaksud dengan pendidikan?
4) Apakah yang
dimaksud dengan Landasan Kebijakan Pendidikan?
5) Bagaimanakah
Landasan Kebijakan Pendidikan Indonesia?
6) Bagaimanakan
Kebijakan Negara Amerika Serikat
1.
3. Tujuan Penulisan Makalah.
1) Untuk mengetahui pengertian
Landasan.
2) Untuk mengetahui pengertian
Kebijakan.
3) Untuk mengetahui pengertian
Pendidikan.
4) Untuk mengetahui pengertian
Landasan Kebijakan Pendidikan.
5) Untuk memahami Landasan
Kebijakan Pendidikan Indonesia.
6) Untuk memahami Kebijakan Negara
Amerika Serikat
1.
B. PEMBAHASAN
2.
1. Pengertian Landasan
Secara
leksikal, landasan berarti tumpuan, dasar atau alas, karena itu landasan
merupakan tempat bertumpu atau titik tolak atau dasar pijakan. Titik tolak atau
dasar pijakan ini dapat bersifat material (contoh: landasan pesawat terbang);
dapat pula bersifat konseptual (contoh: landasan pendidikan). Landasan yang
bersifat koseptual identik dengan asumsi, adapun asumsi dapat dibedakan menjadi
tiga macam asumsi, yaitu aksioma, postulat dan premis tersembunyi. Berdasarkan The
Free Dictionary by Farlex Landasan
(based) artinya adalahThe fundamental principle or underlying concept of a system or
theory; a basis.
Secara karta kerja berdasarkan Dictionary.com yaitu the
bottom support of anything; that on which a thing stands or rests: Selanjutnya yaitu : a
fundamental principle or groundwork; foundation; basis: the base of needed
reforms. Berdasarkan
arti penjabaran ringkas diatas maka dapat disimpulkan landasan adalah suatu
prinsip yang inti dan pijakan atau mengarisbawahi suatu konsep dalam sistem
atau teori.
1.
2. Pengertian Kebijakan
Kata policy secara etismologis berasal dari kata
polis dalam bahasa Yunani yang berarti negara-kota. Dalam bahasa latin kata ini
menjadi politia, yang artinya negara. Dalam bahasa Inggris lama, kata tersebut
menjadi policie, yang pengertiannya berkaitan dengan urusan pemerintah atau
administrasi pemerintah (Dunn,1981:). Dalam pengertian umum kata ini diartikan
sebagai, “…a course of action intended to accomplish some end”(Jones,1977:4)
atau sebagai “… whatever government chooses to do or not to do” (Dye,1975:1).
Dalam bahasa Indonesia, kata “kebijaksanaan” atau “kebijakan” yang
diterjemahkan dari kata policy tersebut mempunyai konotasi tersendiri. Kata
kebijakan diambil dari kata bijaksana atau bijak yang dapat disamakan dengan
pengertian wisdom, yang berasal dari kata sifat wise dalam Bahasa Inggris.
Banyak definisi yang dibuat oleh para ahli untuk menjelaskan arti kebijakan.
Thomas Dye menyebutkan kebijakan sebagai pilihan pemerintah untuk melakukan
atau tidak melakukan sesuatu (whatever government chooses to
do or not to do).
Definisi
ini dibuatnya dengan menghubungkan pada beberapa definisi lain dari David
Easton (1957) , dalam hayes (2001) . Easton menyebutkan kebijakan pemerintah
sebagai “kekuasaan mengalokasi nilai-nilai untuk masyarakat secara
keseluruhan.” Ini mengandung konotasi tentang kewenangan pemerintah yang
meliputi keseluruhan kehidupan masyarakat. Tidak ada suatu organisasi lain yang
wewenangnya dapat mencakup seluruh masyarakat kecuali pemerintah. Sementara
Lasswell dan Kaplan (Ulul Albab, 2005) yang melihat kebijakan sebagai sarana
untuk mencapai tujuan, menyebutkan kebijakan sebagai program yang diproyeksikan
berkenaan dengan tujuan, nilai dan praktek (a
projected program of goals, values and practices). Carl Friedrich
(Ulul Albab, 2005) mengatakan bahwa yang paling pokok bagi suatu kebijakan
adalah adanya tujuan (goal), sasaran (objektive) atau kehendak (purpose). H. Hugh Heglo menyebutkan kebijakan sebagai “a
course of action intended to accomplish some end,” atau sebagai suatu tindakan yang
bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi Heglo ini selanjutnya
diuraikan oleh Jones dalam kaitan dengan beberapa isi dari kebijakan.Pertama, tujuan.
Di sini yang dimaksudkan adalah tujuan tertentu yang dikehendaki untuk dicapai
(the desired ends to be achieved).
Bukan suatu tujuan yang sekedar diinginkan saja. Dalam kehidupan sehari-hari
tujuan yang hanya diinginkan saja bukan tujuan, tetapi sekedar keinginan.
Setiap orang boleh saja berkeinginan apa saja, tetapi dalam kehidupan bernegara
tidak perlu diperhitungkan. Baru diperhitungkan kalau ada usaha untuk
mencapainya, dan ada”faktor pendukung” yang diperlukan. Ke-dua,
rencana atau proposal yang merupakan alat atau cara tertentu untuk mencapainya. Ke-tiga,
program atau cara tertentu yang telah mendapat persetujuan dan pengesahan untuk
mencapai tujuan yang dimaksud. Ke-empat, keputusan, yakni tindakan tertentu yang
diambil untuk menentukan tujuan, membuat dan menyesuaikan rencana, melaksanakan
dan mengevaluasi program dalam masyarakat. Selanjutnya Heglo mengatakan bahwa
kebijakan lebih dapat digolongkan sebagai suatu alat analisis daripada sebagai
suatu rumusan kata-kata. Sebab itu, katanya, isi dari suatu kebijakan lebih
dapat dipahami oleh para analis daripada oleh para perumus dan pelaksana
kebijakan itu sendiri.
Bertolak
dari sini, Jones merumuskan kebijakan sebagai “…behavioral consistency and repeatitiveness associated with
efforts in and through government to resolve public problems” (perilaku
yang tetap dan berulang dalam hubungan dengan usaha yang ada di dalam dan
melalui pemerintah untuk memecahkan masalah umum). Definisi ini memberi makna
bahwa kebijakan itu bersifat dinamis. Sejalan dengan perkembangan studi yang
makin maju, William Dunn mengaitkan pengertian kebijakan dengan analisis
kebijakan yang merupakan sisi baru dari perkembangan ilmu sosial untuk
pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebab itu dia mendefinisikan analisis
kebijakan sebagai “ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai metode untuk
menghasilkan dan mentransformasikan informasi yang relevan yang dipakai dalam
memecahpersoalan dalam kehidupan sehari-hari“. Di sini dia melihat ilmu
kebijakan sebgai perkembangan lebih lanjut dari ilmu-ilmu sosial yang sudah
ada. Metodologi yang dipakai bersifat multidisiplin. Hal ini berhubungan dengan
kondisi masyarakat yang bersifat kompleks dan tidak memungkinkan pemisahan satu
aspek dengan aspek lain. Berikut tahapan dalam membuat kebijakan menurut Sean
Lennon “Defining of the Issue Setting the Agenda Formulating the Policy
Adopting the Policy Implemetation of the Policy Analysis / Interpretation of
the courts”.
Berdasarkan definsi-definsi diatas dapat
disimpulkan bahwa kebijakan merupakan rencana yang disusun oleh stakeholder
atau pemerintah untuk halayak umum yang bertujuan untuk mencapai suatu tujuan
dan bersifat dinamis karena adanya perubahan zaman. C. Pengertian Pendidikan
Berdasarkan sudut pandang pedagogik, sebagaimana dikemukakan M.J. Langeveld
(1980) dapat disimpulkan bahwa pendidikan atau mendidik adalah suatu upaya
orang dewasa yang dilakukan secara sengaja untuk membantu anak atau orang yang
belum dewasa agar mencapai kedewasaan. Pendidikan berlangsung dalam pergaulan
antara orang dewasa dengan anak atau orang yang belum dewasa dalam suatu
lingkungan. Karena pendidikan itu diupayakan secara sengaja, maka dalam hal ini
pendidik tentunya telah memiliki tujuan pendidikan. Untuk mencapai tujuan
tersebut pendidik memilih isi pendidikan tertentu dan menggunakan alat
pendidikan tertentu pula.
Dari
uraian di atas, dapat diidentifikasi adanya enam unsur yang terlibat dalam
pendidikan atau pergaulan pendidikan, yaitu: (1) tujuan pendidikan, (2)
pendidik, (3) anak didik, (4) isi pendidikan, (5) alat pendidikan, (6)
lingkungan pendidikan. Berdasarkan Dictionary of Education dinyatakan bahwa
pendidikan adalah: ( a) proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, (b)
proses sosial yang terjadi pada orang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungan
yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga
mereka dapat memperoleh perkembangan kemmapuan sosial dan kemampuan individu
yang optimum (Fattah, 1996 ). Pengertian lain dijelaskan oleh Crow and Crow
(1960) dalam Fattah (1996) “Modern educational thepry and practise not only are aimed at
preparation for future living but also are operative indetermining the patern
of present“. Komite
Internasional UNESCO yang diketuai oleh Jacques Delors tentang pendidikan untuk
abad XXI, yakni pendidikan yang harus dilaksanakan atas dasar dua buah prinsip,
yakni prinsip pertama, pendidikan atau pembelajaran berlangsung sepanjang hayat
(lifelong education, lifelong learning)
dan prinsip kedua, pendidikan mempunyai empat sendi atau pilar. (i) belajar
mengetahui, termasuk belajar bagaimana belajar (learning to know, including learning how to learn),
(ii) belajar berbuat (learning to do),
(iii) belajar menjadi seseorang (learning
to be), dan (iv) belajar hidup bersama, hidup dengan orang lain (learning to live together, learning to live with others).
Berdasarkan pengertian di atas dapat
disimpulkan pendidikan adalah suatu proses yang dialami oleh setiap individu
sepanjang hayat baik disengaja atau tidak disengaja dalam rangka mengembangkan
kemampuan diri untuk menghadapi berbagai aspek kehidupan.
1.
3. Landasan Kebijakan Pendidikan
Kata
landasan dalam hukum/kebijakan berarti melandasi atau mendasari atau titik
tolak.Sementara itu kata hukum dapat dipandang sebagai aturan baku yang patut
ditaati. Aturan baku yang sudah disahkan oleh pemerintah ini , bila dilanggar
akan mendapatkan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku pula. Landasan
hokum/kebijakan dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat terpijak atau
titik tolak dalam melaksanakan kegiatan – kegiatan tertentu, dalam hal ini
kegiatan pendidikan “Education policy” refers to the
collection of rules, both stated and implicit, or the regularities in practice
that govern the behavior of persons in schools. Education policy analysis refers
to the scholarly study of education policy. Examples of education policy
analysis may be found in such academic journals as Education Policy Analysis
Archives. “Kebijakan Pendidikan” mengacu pada kumpulan aturan, baik
dinyatakan dan implisit, atau keteraturan dalam praktek yang mengatur perilaku
orang di sekolah-sekolah. analisis kebijakan Pendidikan mengacu pada studi
ilmiah kebijakan pendidikan Landasan kebijakan pendidikan juga akan berhubungan
pihak yang berwenang melaksanakan undang-undang yaitu pihak yang merancang
kebijakan tersebut. Pihak tersebut adalah pemerintah, pemerintah beserta pihak
yang terkait harus mengkondisikan agar kebijakan berjalan mengarah pada tujuan
utama pendidikan suatu negara dan berbasis landasan pendidikan.
Analisis kebijakan dikaitkan dengan
pendidikan, maka analisis kebijakan pendidikan adalah suatu prosedur ilmiah
untuk menelaah dan merumuskan seluruh isu-isu dan permasalahan pendidikan
berdasarkan analisa yang tajam dan metode berfikir yang kritis yang selanjutnya
menghasilkan sebuah pemikiran atau rumusan yang berguna bagi kebijakan
pendidikan. Memahami kebijakan pendidikan membutuhkan sebuah kontemplasi dari
pengaruh dan niat kebijakan sepanjang empat dimensi teori kebijakan. Dengan
memanfaatkan empat dimensi teori kebijakan termasuk normatife, structural,
konstituentive, dan teknis, individu dapat menentukan dimensi penting dari
kebijakan (Coper, Fusarelli&Randall, 2004, Dennis, 2007).
Empat
dimensi teori kebijakan dapat digunakan untuk evaluasi kebijakan selain itu dimensi
ini mencakup bagaimana evaluasi kebijkan dapat meningkatkan efektifitas
pendidikan, termasuk kurikulum, pengajaran dan penilaian. Berikut penjelasan
dari ke empat dimensi tersebut: a. Dimensi Normatif :
Dimensi ini terdiri dari nilai-nilai standar, dan filosofi yang mendorong
masyarakat untuk melakukan perbaikan dan perubahan semua kebijakan, oleh karena
itu semua kebijakan adalah refleksi dari masyarakat. b.
Dimensi Struktural, yaitu
berisi langkah-langkah pemerintah dan stuktur organisasi, metode dan prosedur
yang menyatakan dan mendukung kebijakan pendidikan. c.
Dimensi constituentive terdiri
dari asumsi individu, kelompok kepentingan, dan penerima yang mengerahkan
kekuatan atas, adalah pihak, dan keuntungan dari proses pembuatan kebijakan.d. Dimensi teknis mencakup
pengembangan, praktek, implementasi, dan penilaian kebijakan pendidikan.
Pemahaman kebijakan pendidikan memerlukan
bahwa para pembuat kebijakan merenungkan pengaruh dan konsekuensi dari
kebijakan pendidikan sepanjang dimensi (Cooper, Fusarelli, & Randall, 2004,
Dennis, 2007).
1.
4. Landasan Kebijkan Pendidikan Indonesia
Landasan yuridis atau kebijakan pendidikan
Indonesia adalah seperangkat konsep peraturan perundang-undangan yang menjadi
titik tolak system pendidikan Indonesia, yang menurut Undang-Undang Dasar 1945
meliputi, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Undang-Undang Peraturan
Pemerintah pengganti undang-undang, peraturan pemerintah, dan lainnya. Berikut
landasan kebijakan pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia:
1) Dalam
pembukaan (UUD 1945, antara lain : “ Atas berkat Ramat Tuhan yang Maha Kuasa
dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan berkebangsaan
yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk statu pemerintahan negara republik
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu dalam statu undang-undang dasar negara Indonesia, yang terbentuk
dalam statu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasar kepada : Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dab beradap,
persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan / perwakilan, serta dengan mewujudkan statu keadilan
social bagi seluruh rakyat Indonesia.” (Dikti).
2) Pasal 31 UUD
1945 menyatakan bahwa (1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan;
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya; (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; (4) Negara memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja
negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; serta (5) Pemerintah memajukan
ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan
persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
3) UU RI No. 2
Tahun 2003 tentang: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
4) Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan menyatakan bahwa pendidikan
nasional Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
5) Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional.
Pendidikan Pasal 1 yang berisi bahwa Standar nasional pendidikan adalah
criteria minimal tentang sistem pendidikan diseluruh wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
1.
5. Kebijakan Pendidikan di Negara Amerika
Serikat.
Negara Amerika sangat memeperhatikan pembuatan
kebijakan pendidikan berdasarkan karakterisitk geografis dan demografis serta
factor sejarah. Luas negara kurang lebih 9,4 juta km persegi yang secara fisik
memiliki sangat bervariasi, beriklim yang bervariasi sehingga keadaan flora dan
fauna yang juga beragam. Berdasarkan keragaman tersebut karakterisitk utama
sistem pendidikan Amerika Serikat yang sangat menonjol adalah desentralisasi.
Karakter desentralistik ini berupa pemerintah pusat tidak memiliki mandar untuk
mengontrol atau mengadakan pendidikan untuk masyarakat. Setiap pemerintah
federal. Negara bagian, dan pemerintah daerah memiliki atauran dan tanggung
jawab adminstratif masing-masing yang sangat jelas. Amerika Serikat tidak
mempunyai sistem pendidikan yang terpusat atau yang bersifat nasional. Namun
Amerika Serikat memiliki tujuan pendidikan secara umum yaitu (Syah Nur, 2002) :
1) Untuk mencapai kesatuan dalam
kebinekaan
2) Untuk mengembangkan cita-cita
dan praktek demokrasi
3) Untuk membantu pengembangan
idnvidu
4) Untuk memperbaiki kondisi
social masyarakat
5) Untuk mempercepat kemajuan
social.
Setiap negara menydiakan pendidikan secara
gratis bagi anak-anak sekolah negeri, mulai dari Taman Kanak-Kanak ditambah 12
tahun pada jenajang berikutnya. Setiap undang-ungan tidak sama diantara
negara-negara bagian, namun pada dasarnya pendidikan adalah wajib bagi
anak-anak dan remaja dari umur 6 atau 7 sampai 16 tahun. Dalam system
pendidikan Amerika Serikat, terdapat beberapa pola struktur pendidikan, baik
pada tingkat dasar dan menengah, maupun pada tingkat pendidikan tinggi. Pada
tingkat dasar dan menengah terdapat pola sebagai berikut:
1)
Taman Kanak-Kanak+Pendidikan Dasar “grade” 1-8+4 tahun SLTA: 2. Taman
Kanak-Kanak+Sekolah Dasar grade 1-6=3 tahun SLTP=3 tahun SLTA; 3. Taman
Kanak-kanak+Sekolah Dasar “grade” 1-4/5+4 Tahun SLTP + 4 tahun SLTA dan 4.
Setelah menyelesaikan pendidikan tingkat Taman Kanak-Kanak+12 tahun, pada
beberapa buah negara bagian, dilanjutkan 2 tahun pada tingkat akademi
9Junior/Cummunity College) Sebagaian dari system pendidikan dasar dan menengah
Pada pendidikan tinggi, struktur dan jenis/jenjang pendidikan pada dasarnya
dikelompokkan dalam tiga bentuk, baik pendidikan tinggi negeri maupun swasta,
yaitu: 1. Pendidikan tinggi 2 tahun yang disebut “Junior, Cimmunity atau
Technical Collegel”. Memberikan sertifikat, dan kadang kendala memberikan gelar
“Associate of Art” (A.A) 2. Pendidikan tinggi 4 tahun yang menyediakan Strata
-1 disamping pendidikan professional. Tingkat ini lazim disebut “undergraduate”.
2)
Universitas biasanya terdiri dari berbagai fakultas yang menyediakan program
Diploma, S-1, Pascasarjana S-2 (Master) dan kebanyakan menyediakan program
Doktor (S-3) Kebijakan umum pendidikan dasar dan menengah dipegang oleh sebuah badan
yang disebut “Board of Education” yang
berfungsi memebuat kebijaknakebijakan serta menentukan anggara pendidikan,
sementara Departemen Pendidikan engara bagian bertanggung jawab atas semua
pendidikan dan semua tingkat, yang kadang-kadang juga mencakup pendidikan
tinggi. Kurikulum sekolah, penentuan persyaratan sertifikasi, guru-guru, dan
pembiyaan sekolah menjadi tanggung jawab badan ini. Pimpinan bagian pendidikan
ini disebut “Comissioner” atau “Superintendent”biasanya
ditunjuk oleh “Board of education” atau
oleh gubernur, tetapi pada beberap negara bagian pimpinan itu dipilih. Pada
dasrnya, operasional sekolah dilasanakan oleh unit-unit yang lebih rendah,
bahkan langsung oleh sebuah sekolah dasar. Mereka pada prinsipnya memiliki
kebebasan atau otonomi yang luas.
1.
C. PENUTUP
Pengertian Landasan. Landasan adalah suatu
prinsip yang inti dan pijakan atau mengarisbawahi suatu konsep dalam sistem
atau teori. Pada landasan untuk konseptual landasan mengandung asumsi.
Pengertian kebijakan. Kebijakan merupakan
rencana yang disusun oleh stakeholder atau pemerintah untuk khalayak umum yang
bertujuan untuk mencapai suatu tujuan dan bersifat dinamis karena adanya
perubahan zaman.
Pengertian pendidikan. Pendidikan adalah suatu
proses yang dialami oleh setiap individu sepanjang hayat baik disengaja atau
tidak disengaja dalam rangka mengembangkan kemampuan diri untuk menghadapi
berbagai aspek kehidupan.
Landasan Kebijakan. Pendidikan Landasan
kebijakan pendidikan merupakan suatu dasar untuk melakukan melaksanakan undang-undang
oleh pihak yang berwenang termasuk juga pihak yang merancang kebijakan
tersebut. Pihak yang dominan adalah tersebut adalah pemerintah, pemerintah
beserta pihak yang terkait harus mengkondisikan agar kebijakan berjalan
mengarah pada tujuan utama pendidikan suatu negara dan berbasis landasan
pendidikan.
Landasan Kebijakan Pendidikan Indonesia
Landasan yuridis atau kebijakan pendidikan Indonesia adalah seperangkat konsep
peraturan perundang-undangan yang menjadi titik tolak system pendidikan Indonesia,
yang menurut Undang-Undang Dasar 1945 meliputi, Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia, Undang-Undang Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang,
peraturan pemerintah, dan lainnya.
Kebijakan Negara Amerika Serikat Kebijakan
pendidikan negara Amerika Serikat disusun berdasarkan kondisi geografis negara
dan demografis negara hingga menggunakan kebijakan desentralisasi. Kebijakan
ini meng-arahkan pada setiap negara bagian memiliki aturan administrative
sendiri untuk menjalankan pendidikan hingga tingkat lembaga sekolha. Namun
pemerintah pusat beserta dewan yudikatif, legislative membantu penuh dalam
memecahkan masalah pendidikan dan memberikan infrastruktur yang layak untuk
kebutuhan sekolah. Saran Suatu hal memerlukan pijakan kuat untuk teori yang
akan digunakan dalam rangka membuat suatu kebijakan untuk membuat rencana,
diharapkan untuk benar-benar mengkaji masalah agar dapat membuat kebijakan yang
sesuai dengan nilai-nilai dan kebutuhan masyarakat. Kebijakan yang dibuat
seharusnya suatu kebijakan hrslah kontinue dan berkelanjutan. Sosialisasi suatu
kebijakan penting terlebih lagi untuk kebijakan pendidikan. Sosialisasi
tersebut harus dilakukan hingga semua element pendidikan mengetahui dan
memahami serta dapat menerapkan dengan profesional. Setelah sosialisasi
tercapai pemerintah dapat menganalisis apakah kebijakan yang disusun telah
mencapai tujuan dan berjalan dengan baik atau malah belum tepat dalam
mengeluarkan kebijakan. Analisis ini sangat penting agar dapat melihat mana
kekurangan dan kelebihan suatu kebijakan.
DAFTAR
PUSTAKA
Childers,
Dennis ( 2007). Empat Dimensi Teori Kebijakan Pendidikan: Normatif, Struktural,
Constituentive, dan Teknik [Online]
Tersedia: http://translate.google.com/translate?
hl=id&sl=en&tl=id&prev=_t&u=article/500765/four_dimensions_of
_educational_policy_pg2.html%3Fcat%3D4
Dictionary.com [Online]
Tersedia:http://dictionary.reference.com/browse/base Dye, T. R. (1972).
Understanding public policy. Englewood Cliffs, NJ: PrenticeHall./
Fattah,
Nanang.1996. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Lennon, Sean (____) Educational Policy
[Online] Tersedia:http://www.lennonportal.net/index_files/policy1.ppt.
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 [Online] Tersedia:www.bpkp.go.id/unit/hukum/pp/2005/019-05.pdf.
Tilaar.
1999. Pendidikan Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia.
Bandung: PT Remadja Rosdakarya.
DIKTI (2003) Sistem Pendidikan Nasional
[Online] Tersedia: www.inherentdikti.net/files/sisdiknas.pdf .
Syah,
Agustiar Nur. 2002. Perbandingan Sistem Pendidikan 15 Negara. Bandung: Penerbit Lubuk Agung.
Undang-Undang Dasar 1945 (Amandemen) –
Undang-Undang Dasar Negara [Online]Tersedia:
www.bpkp.go.id/unit/hukum/uud/uud1945.pdf Ulul Albab, (2005) Definisi &
Pengertian Kebijakan Publik. [Online]
Tersedia: elisa.ugm.ac.id/files/PSantoso_Isipol/…/Hani%20Arya%20-%20KP.pdf
Jawaban Soal No.4 Point. b
MATERI KULIAH
LANDASAN ILMIAH DAN PENELITIAN TEKNOLOGI
PENDIDIKAN
Tersedia online :
www.wijayalabs.wordpress.com/2008/06/16
1.
I. PENDAHULUAN
Teknologi sejak dahulu kala sudah ada dan
keberadaannya sudah dimanfaatkan oleh manusia, misalnya teknologi memahat
contoh membuat candi untuk kebutuhan ritual beribadah dan teknologi pertanian
contoh bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan
sebagainya. Dengan demikian maka teknologi tidak lepas dari kebutuhan hidup
manusia dan merupakan bagian integral dari kehidupan masyarakat sejak dahulu.
Menurut Yusufhadi Miarso, 2008, teknologi merupakan hasil dari rekayasa manusia
dan diciptakan untuk mengatasi masalah dan/atau mengatasi keterbatasan manusia.
Dengan demikian, maka teknologi selalu digunakan oleh manusia untuk memecahkan
permasalahan yang dihadapi karena terbatasnya kemampuan yang dimiliki oleh
manusia. Teknologi terus berkembang sejak dahulu dari yang sederhana sampai
dengan yang mutakhir sampai saat ini sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan
masyarakat.
Berkembangnya teknologi di dalam kehidupan
masyarakat termasuk di dalam bidang pendidikan. Teknologi di bidang pendidikan
digunakan oleh masyarakat misalnya pada waktu memberikan pelatihan baik untuk
memberikan informasi atau pengetahuan maupun keterampilan. Selain itu,
teknologi juga digunakan oleh tenaga pendidik baik di dalam sekolah maupun di
luar sekolah dalam rangka mentransfer ilmu pengetahuan maupun keterampilan
kepada peserta didik. Teknologi baik sebagai sarana maupun sebagai pendukung di
bidang pendidikan di sebut teknologi pendidikan.
Namun demikian, sampai saat ini istilah
”teknologi pendidikan” masih terjadi dua pendapat, yaitu ada pihak yang
menyatakan ”teknologi pendidikan” dan ada pula yang menyatakan ”teknologi
pembelajaran” . Menurut Barbara B. Seels & Rita C. Richey,1994, ada dua
pendapat yang setuju dengan istilah teknologi pembelajaran. Pertama, karena
kata teknologi. Kedua, karena kata pendidikan lebih sesuai dengan hal-hal yang
berhubungan dengan sekolah lingkungan pendidikan. Istlah pembelajaran tidak
hanya mencakup pengertian pendidikan mulai dari TK hingga SLTA, juga mencakup
pelatihan atau training. Menurut Knirk dan Gustafson, 1986, kata ”pembelajaran”
berkenaan dengan permasalahan belajar dan mengajar, sedangkan ”pendidikan”
terlalu luas karena mencakup segala aspek pendidikan. Sebaliknya mereka yang
setuju dengan ”teknologi pendidikan” berdalih bahwa karena pembelajaran atau
instruction dianggap oleh banyak orang sebagai bagian dari pendidikan. Oleh
karena itu, untuk memahami teknologi pendidikan maka perlu memahami lebih
dahulu mengenai hakekat teknologi dan teknologi pendidikan. Hal ini dilakukan
agar dalam memahami mengenai teknologi pendidikan tidak keliru.
1.
II. Hakekat Teknologi Menurut Para Ahli
Menurut Iskandar Alisyahbana, 1980, teknologi
telah dikenal manusia sejak jutaan tahun yang lalu karena dorongan untuk hidup
yang lebih nyaman, lebih makmur dan lebih sejahtera. Jadi sejak awal peradaban
sebenarnya telah ada teknologi meskipun istilah teknologi belum digunakan.
Istilah teknologi berasal dari techne atau cara dan logis atau pengetahuan.
Jadi secara harfiah teknologi dapat diartikan dengan pengetahuan tentang cara.
Pengertian teknologi sendiri menurutnya adalah cara melakukan sesuatu untuk
memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan alat dan akal, sehingga seakan-akan memperpanjang,
memperkuat atau membuat lebih ampuh anggota tubuh, pancaindera dan otak
manusia. Menurut Jaques Ellul, 1967, teknologi yaitu ” ”keseluruhan metode yang
secara rasioal mengarah dan memiliki ciri efisiensi dalam setiap bidang
kegiatan manusia”. Sedangkan menurut Hoban, 1977, teknologi merupakan perpaduan
yang kompleks dari organisasi manusia dan mesin, ide, prosedur dan pengelolaan.
1.
III. Hakekat Teknologi Pendidikan Menurut AECT
Menurut Komisi definisi dan terminologi The
Association for Educational Communication and Technology atau AECT, 1972,
menyatakan bahwa teknologi pendidikan adalah suatu bidang yang berkepentingan
dengan memfasilitasi belajar pada manusia, melalui usaha sisematik dalam
identifikasi, pengembangan, pengorganisasian dan pemanfaatan berbagai macam
sumber belajar serta dengan pengelolaan atas keseluruhan proses tersebut.
Dengan demikian, maka teknologi pendidikan sebagai suatu bidang keilmuan dan
memiliki kepentingan untuk memfasilitasi belajar pada manusia dengan menggunakan
suatu sistem. Teknologi pendidikan dinyatakan sebagai suatu bidang keilmuan,
karena pada tahun 1976 di Indonesia sudah menjadi suatu program studi baik
untuk jenjang S1; dan pada tahun 1978 ditingkatkan pada jenjang S2; dan S3
1.
IV. Teknologi Pendidikan Ditinjau Dari Filsafat
Pengetahuan
Bidang pendidikan saat ini terus berkembang,
ini terjadi karena adanya tuntutan dari masyarakat agar pendidikan dapat sesuai
dengan kebutuhan masa kini dan masa mendatang. Selain itu, pendidikan juga
harus meluas sehingga semua orang dapat memperoleh pendidikan sehingga
lulusannya dapat berkompetisi dalam tataran global. Hal ini sejalan dengan
pernyataan UNESCO mengenai empat pilar pendidikan yaitu learning to do;
learning to be; learning to know; dan learning to live together. Learning to
do, dimana intinya yaitu bagaimana mengembangkan potensi maksimal pebelajar,
sedangkan learning to know yaitu bagaimana melakukan penelitian agar pebelajar
dapat mengetahui yang ada di sekitarnya. Semua itu, tentunya bermuara kepada
bagaimana cara memecahkan masalah belajar pada manusia.
1.
Teknologi pendidikan ditinjau dari segi
filsafat pengetahuan, maka dapat pula disebut sebagai obyek formal atau
landasan ontologi teknologi pendidikan. Obyek formal tersebut digarap dengan cara
khusus yaitu dengan:
2.
Pendekatan isomeristik yaitu menggabungkan
berbagai pemikiran atau bidang keilmuan seperti psikologi, komunikasi, ekonomi,
manajemen, dan sebagainya ke dalam kebulatan tersendiri.
3.
Pendekatan sistemik yaitu dengan cara yang
berurutan dan terarah dalam usaha memecahkan persoalan.
4.
Pendekatan sinergistik yaitu yang menjamin
adanya nilai tambah dari keseluruh kegiatan dibandingkan dengan bila kegiatan
itu dijalankan sendiri-sendiri.
5.
Sistemik yaitu pengkajian secara menyeluruh.
6.
Inovatif yaitu mencari penyelesaian masalah
dengan pendekatan baru. Komponen inovatif Ini merupakan usaha khusus atau
pendekatan ini merupakan asas epistemologis teknologi pendidikan.
1.
V. Kesimpulan
Teknologi pendidikan merupakan suatu cara
bagaimana memecahkan masalah belajar pada manusia yang memilki keterbatasan.
Dengan teknologi pendidikan maka pendidikan dapat diberikan secara efisien dan
efektif serta meluas sehingga semua orang dapat memperoleh pendidikan yang
bermutu. Dengan memiliki hasil pendidikan yang bermutu atau kompeten sehingga
diharapkan dapat bersaing atau berkompetisi baik secara nasional, regional
maupun internasional.
REFERENSI
Miarso,
Yusufhadi, Prof. Dr.,M.Sc., Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Penerbit Pusat
Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan (Pustekkom) dan Diknas, 2007,
Jakarta.
——————–,
Makalah “Landasan Ilmiah dan Penelitian Teknologi Pendidikan”,
2008.
——————-,
Makalah “Strategi dalam Teknologi Pendidikan”, 2008
Seels,
B, Barbara & Richey C. Rita, Teknologi Pembelajaran, Penerbit Universitas Negeri
Jakarta, 1994, Jakarta.
Terseda Online :
www.fadlebae.wordpress.com/2008/03/10
A.
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Perkembangan teknologi berpengaruh juga
terhadap perkembangan pendidikan, sehingga lahir beberapa hal baru dalam dunia
pendidikan. Hal baru tersebut pada awalnya hanya menfokuskan diri pada bidang
media, sehingga dapat memberikan nilai tambah dalam proses, produk dan struktur
atau system. Ketiga hal tersebut di kenal sebagai teknologi pendidikan
(education tecnologi).
Lahirnya ilmu baru menuntuk adanya bidang
kajian atau bidang kajian penelitian dengan segala perangkatnya. Hal ini
menjadi pemikiran para ahli bidang teknologi pendidikan yang dapat digunakan
untuk panduan dan pedoman.
Landasan
berfikir dalam bidang teknologi pendidikan (education technologi) atau
teknologi pembelajaran (instructional technologi) yang menjadikan bidang
garapan baru menjadi bidang ilmu atau menjadi disiplin ilmu yang baru adalah
rangkaian dalil yang dijadikan sebagai pembenar. Dasar falsafi dasar
keilmuan tersebut ada 3 jenis yaitu : ontology, epistemology dan aksiologi.
Ketiga
hal di atas dapat dicapai melalui pendekatan yang memenuhi 4 persyaratan : pendekatan
isometric, pendekatan sistematik, pendekatan sinergistik dan pendekatan
sistemik. Dengan
demikian diharapkan falsafah teknologi pendidikan bertujuan agar setiap orang
dapat memperoleh kesempatan belajar, baik sendiri maupun secara organisasi, dan
optimal melalui pendekatan yang ada di atas sehingga sumber belajar dapat
dirancang sedemikian rupa sehingga menjadi efesien, efektif dan selaras dengan
perkembangan masyarakat dan lingkungan, ke arah terbentuknya masyarakat
belajar.
Keadaan tersebut menjadi hal yang penting
dalam penggarapan bidang teknologi pendidikan yang telah mengalami perubahan
pengertian menjadi teknologi pembelajaran sebagai suatu bidang ilmu melalui
penelitian dan pengembangan teknologi pendidikan atau teknologi pembelajaran.
Menurut
Creswell, Denzin & Lincoln Miaso: di katakan bahwa ada 2 pembagian
penelitian dalam teknologi pendidikan yaitu positivistik dan pascapostivistik
atau fenomenologik. Pendekatan positivistic dilakukan dalam pendekatan ilmu-ilmu
eksakta dengan menggunakan pola statistic, yang didalamnya terdapat variable
yang dikontrol, pengacakan sample, pengujian validitas dan realiabelitas
instrument, dan ditujukan pada genaralisasi sample ke dalam populasi. Sedangkan pendekatan atau penelitian
pascapositivistik/fenomenologi berakar pada penelitian social seperti bidang etnografi,
studi kasus, studi naturalistic, sejarah, biografi, dan teori membumi (grounded
theory) dan studi deskriptif. (Miarso, 2007:209)
1.
2. Rumusan Masalah
Dari beberapa hal yang telah diungkapkan dalam
latar belakang di atas didapatkan suatu rumusan masalah
1.
Apa saja yang menjadi landasan falsafah dan
landasan ilmiah serta landasan berfikir penelitian teknologi pendidikan
2.
Apa saja yang menjadi kawasan Penelitian
Teknologi Pendidikan
1.
3. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penulisan ini adalah :
1.
Dapat memberikan informasi tentang falsafah,
landasan ilmiah serta landasan berfikir penelitian teknologi pendidikan bagi
mahasiswa teknologi pendidikan
2.
Memberikan informasi dan gambaran kepada
mahasiswa khususnya mahasiswa teknologi pendidikan dan masyarakat umum tentang
kawasan penelitian teknologi pendidikan
3.
Memberikan sumbangan tentang tulisan yang
berkaitan dengan teknologi pendidikan karena masih sulitnya mendapat referensi
tentang teknologi pendidikan khususnya bidang falsafaj ilmiah dan landasan
berfikir penelitian pendidikan serta kawasannya dalam pemasyarakatan teknologi
pendidikan.
1.
A. Pembahasan
2.
1. Landasan Falsafah
Landasan
Falsafah Penelitian teknologi pendidikan, terdiri atas 3 komponen seperti yang
diungkapkan oleh Suriasumantri dalam Miarso. Ada 3 jenis komponen dalam
teknologi pendidikan yaitu: ontology (apa), epistemology (bagaimana) dan aksiologi (untuk
apa).
·
Ontologi : merupakan bidang kajian ilmu itu apa, jika teknologi
pendidikan sebagai ilmu maka bidang kajiannya itu apa
·
Estimologi : Pendekatan yang digunakan dalam suatu ilmu
·
Aksiologi : Menelaah tentang nilai guna, baik secara umum maunpun
secara khusus, baik secara kasad mata maupun secara abstrak.
Yang menjadi kajian dalam penelitian teknologi
pendidikan menjadikan beberapa perkembangan dalam bidang pendidikan seperti
yang diungkapkan oleh Ashby yaitu adanya revolusi dalam bidang pendidikan
·
Revolusi I: Pada saat orang tua menyerahkan tanggung jawab pendidikan
anak-anaknya kepada oran lain. Orang lain tersebut diserahi untuk melaksanakan
pendidikan anak-anaknya. Sebelumnya orang-orang melaksanakan pendidikan
anak-anaknya sendiri-sendiri atau mengajar anak-anak sendiri tidak memberikan
kepada orang lain, hampir semua keluarga mendidik anak-anaknya dalam keluarga
sendiri. Pendidikan yang dilakukan secara individual.
·
Revoluasi II : Ada suatu lembaga guru, jadi pada tahapan ini ada lembaga
pendidikan formal. Tidak seperti sebelumnya belum ada lembaga resmi yang ada
sehingga pendidikan dilaksakan orang per orang. Dalam lembaga ada aturan-aturan
yang diberlakukan, contohnya untuk masuk SR usianya 6 tahun dan lain-lain.
Dalam revoluasi ini guru dianggap sangat penting segala sesuatu dianggap
diketahui oleh guru, dan guru dipandang memiliki pengetahuan yang lebih dari
orang lain. Sehingga lembaga ini memiliki kedudukan yang tinggi di masyarakat.
·
Revolusi III : Disebabkan oleh ditemukannya mesin cetak, cetak secara
manual dilakukan oleh Cina, dan cetak dengan menggunakan mesin cetak dilakukan
oleh Eropa (Prancis). Dengan mesin cetak maka pengetahuan tidak hanya diperoleh
dari guru tetapi dapat diperoleh dari hasil cetakan seperti: buku, majalah,
koran dan lain-lain. Pada revolusi ke-3 ini peran guru sudah mengalami
pengurangan. Revolusi ke-3 sampai dengan saat ini masih terjadi
·
Revolusi IV : Disebabkan oleh berkembangnya bidang elektronik sepeti
telpon, tv, komputer, internet dimana guru tidak dapat lagi untuk
mengontrolnya. Atau minimal peran guru berkurang, dan guru tidak dapat
mengklaim dirinya sebagai.
Sudut pandang yang baru mengenai teknologi
pendidikan menggunakan beberapa pendekatan dengan ciri-ciri:
1) keseluruhan
masalah belajar dan upaya pemecahannya ditelaah secara simultan. Semua situasi
diperhatikan dan dikaji saling kaitannya, dan bukannya dikaji secara
terpisah-pisah.
2) Unsur-unsur yang
berkempentingan diintegrasikan dalam suatu proses komplek secara sistemik,
yaitu dirancang, dikembangkan, dinilai dan dikelola sebagai satu kesatuan, dan
ditujukan untuk memecahkan masalah.
3) Penggabungan
ke dalam proses yang komplek dan perhatian agar gejala secara menyeluruh, harus
mengandung daya lipat atau sinergisme, berbeda dengan hal dimana masing-masing
fungsi berjalan sendiri-sendiri. (Miarso, 2007, h.108).
Ada 6 hal kegunaan yang potensial dalam
teknologi pendidikan yaitu:
Meningkatkan
peroduktivitas pendidikan dengan jalan
1.
memperlaju penahanan belajar
2.
membantu guru untuk menggunakan waktunya
secara lebih baik
3.
mengurangi beban guru dalam penyajian
informasi, sehingga guru dapat lebih banyak membina dan mengembangkan
kegairahan belajar anak.
Memberikan
kemungkinanan pendidikan yang sifatnya lebih individual dengan jalan
1.
mengurangi kontrol guru yang kaku dan
sederhana
2.
memberikan kesempatan anak sesuai kemampuannya
Memberikan
dasar pengajaran yang lebih ilmiah dengan jalan
1.
perencanaan program pengajaran yang lebih
sistematik
2.
pengembangan bahan pengajaran yang dilandasi
penelitian tentang prilaku
Lebih
menerapkan pelajaran, dengan jalan
1.
meningkatkan kapasitas manusia dengan berbagai
media komunikasi
2.
penyajian informasi dan data secara lebih konkrit
Memungkinkan
belajar lebih akrab
1.
mengurangi jurang pemisah antara pelajaran
didalam dan diluar sekolah
2.
memberikan pengetahuan tangan pertama
Memungkinkan
penyajian pendidikan lebih luas dan merata, terutama dengan jalan
1.
pemanfaatan bersama tenaga atau kejadian yang
langka
2.
penyajian informasi menembus batas geografi
1.
2. Landasan Ilmiah
Teknologi pendidikan merupakan cabang ilmu
yang memiliki obyek forma “belajar” manusia baik secara pribadi maupun secara
kelompok yang memiliki pola pendekatan isomeristik, sistematik dan sistemik.
·
Isomeristik: yaitu pendekatan yang menggabungkan berbagai unsure yang
saling berkaitan dan membentuk satu kesatuan yang lebih bermakna
·
Sistematik: yaitu dilakukan secara teratur dan menggunakan pola
tertentu dan runtut.
·
Sistemik: Dilakukan secara menyeluruh, holistic atau komprehensif.
Landasan ilmiah yang menunjang keberadaan
teknologi pendidikan beserta bidang penelitiannya ada beberapa paham seperti
berikut ini.
A.A Lumsidaine (1964): teknologi pendidikan
merupakan aplikasi dari ilmu dan saint dasar, yaitu:
1) ilmu fisika
2) rekayasa mekanik, optic,
electro dan elektronik
3) teknologi komunikasi &
telekomunikasi
4) ilmu perilaku
5) ilmu komunikasi
6) ilmu ekonomi
Robert Morgan (1978) berpendapat ada 3
disiplin utama yang menjadi fondasi teknologi pendidikan.
1) ilmu perilaku
2) ilmu komunikasi
3) ilmu manajemen
Donald P. Eli (1983) teknologi pendidikan
meramu sejumlah disiplin dasar dan bidang terapannya menjadi suatu prinsip,
prosedurdan keterampilan. Disiplin yang memberikan kontribusi adalah :
1) basic
contributing discipline: komunikasi,
psikologi, evaluasi dan menajemen
2) related
contributing field : psikolodi
persepsi, prikologi kognisi, psikologi social, media, system dan penilaian
kebutuhan.
Barbara B. Seels & Rita C. Richey (1994):
akar intelektual teknologi pembelajaran berasal dari disiplin lain meliputi:
1) psikologi
2) rekayasa
3) komunikasi
4) ilmu computer
5) bisnis
6) pendidikan
Secara umum perkembangan landasan ilmiah
teknologi pendidikan bersifat ekletik, yaitu berasal dari berbagai sumber dan
ditinjau dari berbagai segi atau sudut pandang.
1.
3. Landasan berfikir
Tujuan dari setiap penelitian pada hakikatnya
untuk mengungkapkan kebenaran, baik itu kebenaran baru maupun untuk memperbaiki
sesuatu yang sudah beredar di masyarakat. Dengan tujuan tersebut maka
penelitian terus mengalami perkembangan dan mengalami kemajuan untuk menjawab
tantang yang ada yang bermuara pada kebutuhan dan kesejahteraan manusia.
Kebenaran yang ada dan berkembang di
masyarakat ada beberapa hal yaitu:
·
kebenaran lapis dasar / kebenaran inderawi
·
kebenaran lapis 2 / kebenaran ilmiah
·
kebenaran lapis 3 / kebenaran falsafi
·
kebenaran lapis 4 / kebenaran religi
Gambar
2.1 Tingkatan Kebenaran
·
Kebenaran lapis dasar atau kebenaran inderawi adalah kebenaran yang diperoleh dari kebenaran inderawi,
seperti kebenara yang dilihat oleh mata, kebenaran yang dirasakan oleh tangan
atau di dengar oleh telingan dan lain-lain. Kebenaran seperti ini dapat
dilakukan dan dapat dirasakan oleh siapa saja, sebagai contoh panasnya sinar
matahari yang dirasakan oleh setiap orang, maka kebenaran ini dapat dirasakan
dan dapat diterima oleh setiap orang.
·
Kebenaran lapis kedua atau kebenaran ilmiah kebenaran yang diperoleh secara sistematik, logik oleh
orang yang terpelajara.
·
Kebenaran lapis ketiga yaitu kebenaran
falsafah adalah kebenaran yang
diperoleh dari pemikiran yang mendalam atau falsafi, biasanya hal ini dapat
dilakukan oleh orang terpelajar hasilnya dapat diterima dan biasa dijadikan
rujukan oleh orang lain dan masyarakat luas.
·
Kebenaran lapis keempat atau kebenaran religi adalah kebenaran yang hakiki, kebenaran ini berasal dari
Tuhan Yang Maha Esa melalui wahyu para nabi. Jenis kebenaran ini adalah mutlak
bagi yang menganutnya dan tidak dapat dibantah maka seseorang harus memilih
satu di antara dua yaitu take it or leave it, kita mengambilnya dan mematuhinya
semua ajaran baik perintah dan larangannya atau meninggalkannya yaitu tidak
menyakini dan mencari kebenaran menurut keyakinan masing-masing.
Kebenaran
positivistic
Perkembangan
akan falsafi atau penalaran akan sehat dapat menyakini suatu keyakinan yang
berasalah dari Tuhan (kebenaran mutlak) menjadikan perkembangan dan memberikan
penafsiran yang berbeda. Demikian juga dalam kebenaran ilmih tentu akan lebih
banyak lagi timbul pertanyaan dari akal sehat (common sense) yang diperoleh
secara ilmiah (scientific).
Tidak selamanya kebenaran yang diperoleh
melalui penelitian ilmiah mendapat sambutan benar dari masyarakat seperti yang
diungkapkan oleh Yusufhadi:
“Meskipun hampir semua penelitian ilmiah
apakah itu ekseperimen, koresional, studi kasus, evaluasi, histori, biografi,
riset tindakan, riset kebijakan dan lain-lain merupakan usaha investigativ
untuk menentukan kebenaran tentang dunia, namun ada perbedaan tentang dunia
tersebut. (Miarso, 2007: 210)
Ada beberapa penafsiran tentang dunia seperti
plato dengan paham idealis yang memandang pengideraan manusia di anggap
reliable untuk suatu pengukuran. Sedangkan muridnya Aristoteles memili
pandangan realis, memandang dunia merupakan hukum alam yang tetap yang dapat
diperoleh melalui obeservasi dan pemikiran.
Pada kubu lain yang mempunyai pemahaman
kebalikan dari kedua orang di atas adalah Francis Bacon dan John Locke yang
menganut paham empiris, manusia merupakan kunci untuk mentransfomasikan data
mentah menjadi pengetahuan, sedangkan data yang diperoleh melalui penginderaan
dibangun melalui proses induktif dan pengalaman.
Pendapat
lain yang diungkapan paham rasionalis, Emanuel Khan dalam bukunya Critique
of Pure Reasonmengatakan bahwa pengetahuan dapat dibangun melalui
pendekatan deduktif dan didasarkan pada logica formal dan metematik harus diuji
dan dibuktikan secara empiric, yang diungkapkan oleh Eichelberger (Miarso,
2007: 211)
Pemikiran
yang diungkapkan oleh eichelberger memberikan 3 landasan yang didapat digunakan
dalam landasan penelitian baru, yaitu positivistic, fenomelogik dan hermeneutic.
Positivistic: landasan ini memberikan gagasan keberadaan besaran yang
dapat diukur, dan penulis hanya sebagai pengamat yang obyektif. Pokok dari
paham ini adalah “jika sesuatu itu ada maka, sesuatu itu dapat diukur”.
Penelitian ini misalkan di lakukan secara laboratorik dan berulang. Dari
penelitian ini melahirkan pengajaran terprogram “mesin pengajaran” (teaching
machine). Fakta-fakta yang didapat dalam penelitian ini diuji secara empiric.
Misalkan kita akan melakukan pengukuran tentang motivasi belajar maka dapat
dijabarkan ke dalam indicator variable seperti motivasi belajar, cara belajar,
usaha yang dilakukan, persaingan dan lain-lain. Data-data yang diperoleh harus
diubah ke dalam bentuk angka-angka yang dapat dihitung secara statistic. Paham
positivistic saat ini sangat dominan dalam penelitian khususnya dalam
penelitian bidang IPA.
Fenomenologik, dikembangkan oleh
matemtikawan Jerman Edmund Husserl (1850 – 1938) paham ini mengutamakan pada
pengalaman dan kesadaran yang disengaja. Jadi pengalaman bukan saja pada
interaksi dengan lingkungan belajar tetapi melainkan pelajaran yang diperoleh
dalam rentang waktu tertentu. Untuk mendapatkan pengalaman diperlukan
pemikiran, perasaan, tanggapan, dan berbagai ungkapan, tanggapan dan berbagai
ungkapan psikologis atau mental.
Paradigma
fenomenologik adalah akal sehat (common sense) yang oleh para penganut positivistic
dianggap sebagai sesuatu yang kurang ilmiah. Fenomelogik tidak semata-mata
berpangku pada data dan informasi yang ada tetapi mengadopsi pengalaman khusus
menjadi umum, konkrit menjadi abstrak yang mempunyai sifat holistic. Semua diungkapkan
secara naratif dengan memberikan uraian yang rinci dan mengenai hakikat suatu
obyek atau konsep kebenaran ini syarat dengan nilai.
Hermeneutic dikembangkan oleh filosof Jerman Wilhelm Dithey yang
memberikan ciri bahwa pencarian kebenaran dengan menafsirkan atas gejala yang
ada. Sejarawan menafsirkan legenda, artefak, naskah kuno dengan menggunakan
kondisi yang ada saat ini. Demikian juga para ahli tafsir kitab suci
menafsirakan ayat-ayat yang ada dengan keadaan yang tren saat ini. Ahli hukum
juga memberikan tafsiran pada sehingga secara umum pada paham ini memiliki
bebas nilai yang sesuai dengan keadaan baik yang terlihat maupun sesuatu yang
tidak terlihat.
Di bawah ini perbandingan antara 3 paham.
Tabel 2.1 Perbandingan Tiga Paham
Positivistik
|
Fenomenologik
|
Hermeneutic
|
Analitik
|
Holistik
|
Sintetik
|
Nomotetik
|
Ideografik
|
Interpretatik
|
Deduktif
|
Induktif
|
Sinkretik
|
Laboratorik
|
Empirik
|
Empatik
|
Pembuktian dengan Logika
|
Pengukuhan pengalaman
|
Penafsiran yang tidak memihak
|
Kebenaran Universal
|
Kebenaran bersifat unik
|
Kebenaran yang diterima
|
Bebas Nilai
|
Tidak bebas nilai
|
Tidak bebas nilai
|
Kebenaran
Pascapositivistik
Kebenaran pascapositivistik akhir-akhir ini
mengalami perkembangan yang sangat pesat dan sedemikian rupa. Dan keadaan ini
akan terus mengalami perkembangan sehingga menemukan hal-hal yang baru yang
lebih bersifat inovatif. Pascapositivistik meliputi paradigma pascamodernis
(postmodernism), paradigma kritis (critical paradigm), pendekatan feminis
(feminis approaches) dan perkembangan lainya.
Dalam dunia pendidikan kebenaran
pascapositivistik yang terbaru dan terus mengalami perkembangan adalah masalah
model-model pembelajaran seperti model pembelajaran berkelompok, model
pembelajaran langsung dan model pembelajaran kontruktivis. Perkembangan ini
akan terus bertambah seperti quantum learning dan quantum teaching yang
merupakan produk-produk inovatif dalam penelitian teknologi pendidikan.
Contektual
Teaching And Learning
Pendekatakan kontektual, pembelajaran
kebermaknaan (meaning full) yang dikembangkan oleh Bruner (Nur, 2000) merupakan
hasil pembelajaran yang menekankan agar keaktifan siswa. Tujuan dari
pembelajaran ini adalah untuk menekankan pada materi yang sulit untuk diserap
dengan mengerjakan secara mandiri dengan penyelaman “dunia nyata” yang secara
umum menggunakan umpan balik, refleksi, evaluasi, dan penyelaman kembali. Ada 7
hal yang menjadi pendekatan kontekstual (kontekstul teaching and learning)
yaitu:
(1) Inquiri
Kegiatan inkuiri dilakukan dengan proses
induktif yang diawali dengan pengamatan dalam rangka memahami suatu konsep.
Dalam praktik, proses ini melewati siklus kegiatan mengamati, bertanya,
menganalisis, dan merumuskan teori baik secara induvidul maupun secara
bersama-sama. Penemuan ini bertujuan untuk mengembangkan dan sekaligus
menggunakan keterampilan berfikir pemelajar.
(2) Questioning
Pertanyaan merupakan hal penting agar proses
pembelajaran menjadi meningkat, dan berkembang sehingga guru dapat melakukan
dorongan, bimbingan dan menilai kemampuan berfikir siswa. Pertanyaan dapat
dijadikan pemelajar untuk melakukan penemuan.
(3) Contructivism
Pemelajar dapat melakukan pemahaman dan
membangun pengetahuannya sendiri dari pengalaman-pengalaman yang baru
berdasarkan pengalaman awal Pengalaman awal selalu menjadi tumpuan dalam
pemahaman baru.
(4) Learning society
Salah satu yang membedakan antara cirri dari
teknologi pembelajaran modern dan pembelajaran tradisional adalah adalah
learning society, masyarakat belajar. Masyarakat belajar diharapkan saling
mengisi saling memberi, dan tidak terjadi persaingan secara individu sehingga
tidak mengembangkan sikap egoistis.
(5) Autentic assessment
Assessment yang merupakan salah satu kawasan
teknologi pendidikan, menjadi ciri lain dari pembelajaran modern, penilaian yang
dilakukan tidak hanya dilakukan pada akhir saja tetapi dilakukan juga pada saat
proses. Penilaian ini juga memprasyaratkan penerapan pengetahuan dan
keterampilan.
(6) Reflection
Refleksi adalah merupakan pola dari teknologi
dalam belajar, dimana pemejar diharapkan dapat memberikan revisi, merespon
kejadian, melakukan aktivitas, dan pengalaman mereka setelah proses terjadi.
Bentuk aktivitas refleksi adalah diskui, jurnal, karya seni dan lain-lain.
(7) Modelling
Kecerungan dari pemelajar untuk meniru apa-apa
yang dilihatkan dan dilakukan oleh dirinya menjadikan modeling mendapatkan
perhatian cukup serius dalam penelitian teknologi pembelajaran. Dengan modeling
diharapkan adanya peningkatan aktivitas, partisipasi dan keingintahuan
pemelajar tentang sesuatu hal.
Kawasan
Penelitian Teknologi Pendidikan
Sebagai cabang ilmu baru maka teknologi
pendidikan harus memiliki kawasan tersendiri dalam penelitian sehingga dapat
memperkokoh landasan atau dasar ilmu tersebut. Secara garis besar penelitian
teknologi pendidikan meliput empat komponen seperti yang diungkapkan oleh Sells
dan Richey dalam Miarso:
Dalam definisi ini terdapat 4 komponen yaitu :
1) riset dan teory
2) desain, pengembangan, pemanfaatan,
pengelolaan, penilaian dan penelitian
3) proses, sumber dan system
4) belajar
Pada poin kedua di atas merupakan kawasan
penelitian pendididikan, dimana hal tersebut merupakan kawasan penelitian
pendidikan.
1.
B. KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa ada beberapa hal yang menjadi landasan dalam penelitian
Teknologi Pendidikan yaitu: Kebenaran Inderawi, Kebenaran Ilmiah dan Kebenaran
Religi. Sedangkan paham yaitu ada 2 macam yaitu paham positivistic dan
pascapositivistik.
Paham
Positivistik terdiri atas 3 hal yaitu kebenaran positivistic,
kebenaran fenomenologik, dan kebenaran hermeneutic.
Setiap paham atau kebenaran memiliki
keunggulan dan kelemahan masing-masing dimana kebenaran positivistic lebih
mengutamakan pengujian melalui uji statistic, bidang ini banyak dilakukan dalam
bidang eksakta. Kebenaran fenomenologik adalah kebenaran yang berdasarkan pada
pengalaman, kebenaran ini bersifat akal sehat (common sense). Sedangkan
kebenaran hermeneutic adalah kebenaran yang berdasarkan pada pencarian
kebenaran melalui asumsi dari sesuatu yang ada dengan membandingkan keadaan
yang relevan pada saat ini.
Sedangkan kebenaran pascarppositivistik adalah
kebenaran yang berladasan pada perkembangan yang ada saat ini, kebenaran ini
akan terus mengalami perkembangan dan penyempurnaan, salah satu contoh dari
perkembangan pascapositivistik adalah adanya model-model pembelajaran seperti
model pembelajaran langsung, model pembelajaran kelompok dan model pembelajaran
kontruktivis. Model-model yang masih baru dan banyak digunakan antara lain model
pembelajaran Quantum teaching dan Quantum Learning.
Ciri dari teknologi pembelajaran
pascapositivistik adalah mengarah pada proses dan aktivitas pemelajar yang
memiliki beberapa cirri antara lain :
Inquiri, Questioning, Contructivism,
Learning society, Autentic assessment, Reflection, Modelling
1.
C. DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas,
2003. Model-Model Pembelajaran, Materi Pembekalan Instruktur KBK 2004.
Jakarta: Depdiknas.
Eichelberger,
Tony R, 1989. Disciplined inquiri: Understanding and Doing Educational Research. New
York: Longman Inc
DePorter,
Bobby, dkk., 2001. Quantum Teaching. Bandung: Kaifa.
Miarso,
Yusufhadi, 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Jakarta: Kencana.
Nur,
Mohammad, 2000. Strategi-strategi Belajar. Surabaya: University
Press-UNESA
Seels,
Barbara. B., Teknologi Pembelajaran Definisi dan Kawasannya. Jakarta: Unit Penerbitan Universitas
Negeri Jakarta.
Jawaban Soal No.4 Point. c
1.
1. LANDASAN TEORI DAN KONSEP SISTEM ; STRATEGI
PEMBELAJARAN DENGAN KONSEP DASAR POLA SISTEM BELAJAR MANDIRI
Oleh : Rosdiana (20082013008)**)
1.
A. PENDAHULUAN
Teknologi
pendidikan merupakan konsep yang kompleks. Ia dapat dikaji dari berbagai segi
dan kepentingan. Kecuali itu teknologi pendidikan sebagai suatu bidang kajian
ilmiah, senantiasa berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi
yang mendukung dan mempengaruhinya. Pada awal perkembangannya (sekitar 70 tahun
yang lalu), teknologi pendidikan selalu dikaitkan dengan adanya peralatan
terutama yang berupa ruparungu (audiovisual).
Peralatan inipun hanya berfungsi sebagai alat bantu guru dalam mengajar.
Perkembangan ini disebut sebagai paradigma pertama. Perkembangan berikutnya
atau paradigma kedua bertolak dari pendekatan sistem dan teori komunikasi dalam
kegiatan pendidikan. Paradigma ketiga bertolak dari pendekatan manajemen proses
instruksional, dimana unsur-unsur yang masing-masing mempunyai fungsi yang
berbeda, dijalin secara integral. Paradigma keempat bertolak dari pendekatan
ilmu perilaku, yaitu dengan memfokuskan perhatian kepada diri peserta didik
agar mereka itu dapat dimungkinkan untuk be;ajar secara efektif dan efisien.
Kemudian ini tercipta melalui suatu proses kompleks dan terpadu, serta
dirancang dan dilaksanakan secara cermat.Paradigma baru atau paradigma kelima,
merupakan perkembangan internal untuk lebih menegaskan indentitas teknologi
pendidikan. Fokus teknologi pendidikan adalah memecahkan masalah belajar yang
bertujuan, terarah dan terkendali.
Oleh
karena itu istilah ”teknologi pendidikan” dipersempit menjadi ”teknologi
pembelajaran”. Berdasarkan perkembangan paradigma yang terakhir ini, maka
definisi teknologi pembelajaran adalah teori dan praktik dalam merancang,
mengembangkan, memanfaatkan, mengelola, dan menilai proses dan sumber untuk
belajar. Secara operasional teknologi pendidikan dapat dikatakan sebagai proses
yang bersistem dalam membantu memecahkan masalah belajar pada manusia. Kegiatan
yang bersistem mengandung dua arti, yaitu pertamayang sistemik atau beraturan, dan kedua yang sistemik atau beracuan pada
konsep sistem.
Kegiatan yang beraturan adalah kegiatan untuk
memenuhi kebutuhan yang dilakukan dengan langkah-langkah mengkaji kebutuhan itu
sendiri terlebih dahulu, kemudian merumuskan tujuan, mengidentifikasikan
kemungkinan pencapaian tujuan dengan mempertimbangkan kendala yang ada,
menentukan kriteria pemilihan kemungkinan, memilih kemungkinan yang terbaik,
mengembangkan dan menguji cobakan kemungkinan yang dipilih, melaksanakan hasil
pengembangan dan mengevaluasi keseluruhan kegiatan maupun hasilnya.
Pendekatan yang sistemik adalah yang memandang
segala sesuatu sebagai sesuatu yang menyeluruuh (komprehensif) dengan segala
komponen yang saling terintegrasi. Keseluruhan itu lebih bermakna dari sekadar
penjumlahan komponen-komponen. Tiap komponen mempunyai fungsi sendiri, dan
perubahan pada tiap komponen akan mempengaruhi komponen lain serta sistem
sebagai keseluruhan. Pendekatan ini juga memperhatikan bahwa pendidikan sebagai
suatu sistem terdiri dari berbagai lapis sistem: makro, meso dan mikro.
Pendidikan di dalam kelas merupakan lapis terbawah atau terkecil atau suatu sistem
mikro. Sedangkan pendidikan nasional merupakan sistem makro atau yang paling
atas. Masalah belajar yang dipecahkan banyak ragamnya. Ada masalah dalam skala
mikro, yaitu masalah yang dihadapi guru dalam satu kelas untuk mata pelajaran
tertentu, dan ada masalah makro, yaitu masalah pendidikan nasional, misalnnya
ketersediaan kesempatan belajar pada jenjang pendidikan lanjut. Pembelajaran
adalah suatu usaha yang disengaja, bertujuan, dan terkendali agar orang lain
belajar atau terjadi perubahan yang relatif menetap pada diri orang lain. Usaha
ini dapat dilakukan oleh seseorang atau suatu tim yang memiliki kemampuan dan
kompetensi dalam merancang dan atau mengembangkan sumber belajar yang
diperlukan. Pengertian ini dibedakan dengan pengajaran yang telah terlanjur
mengandung arti sebagai penyajian bahan ajaran yang dilakukan oleh seseorang
pengajar.
Pembelajaran tidak harus diberikan oleh
pengajar, karena kegiatan itu dapat dilakukan oleh perancang dan pengembang
sumber belajar, misalnya seorang teknolog pembelajaran atau suatu tim terdiri
dari ahli media dan ahli materi ajaran tertentu. Keberhasilan proses belajar
mengajar dapat terjadi dari upaya berbagai komponen dan salah satunya adalah
strategi pembelajaran, yang menjadi salah satu bahan kajian dalam teknologi
pendidikan. Semua bentuk teknologi adalah sistem yang diciptakan manusia untuk
sesuatu tujuan tertentu, yang pada intinya adalah mempermudah manusia dalam
memperingan usahanya, meningkatkan hasilnya, dan menghemat tenaga serta sumber
daya yang ada. Setiap teknologi, tidak terkecuali teknologi pendidikan,
merupakan proses untuk menghasilkan nilai tambah, sebagai produk atau piranti
untuk dapat digunakan dalam aneka keperluan, dan sebagai sistem yang terdiri
atas berbagai komponen yang saling berkaitan untuk suatu tujuan tertentu.
Melihat penjelasan diatas untuk itu penulis mengakat tema ”Strategi
Pembelajaran dengan Konsep Dasar Pola Sistem Belajar Mandiri”. Dengan tujuan
penulisan untuk mengetetahui strategi pembelajaran dengan Konsep Dasar Pola
Sistem Belajar Mandiri.
2.
PEMBAHASAN
Dalam
konsep teknologi pendidikan, dibedakan istilah pembelajaran (instruction) dan
pengajaran (teaching).
Pembelajaran, disebut juga kegiatan pembelajaran instruksional, adalah usaha
mengelola lingkungan dengan sengaja agar seseorang membentuk diri secara
positif tertentu dalam kondisi tertentu. Sedangkan pengajaran adalah usaha
membimbing dan mengarahkan pengalaman belajar kepada peserta didik yang
biasanya berlangsung dalam situasi resmi atau formal. Reigeluth dan Merrill (1983)
berpendapat bahwa pembelajaran sebaiknya didasarkan pada teori pembelajaran
yang bersifat preskiptif, yaitu teori yang memberikan ”resep” untuk mengatasi
masalah belajar. Teori pembelajarn yang prespektif itu harus memerhatikan tiga
variabel, yaitu variabel kondisi, metode, dan hasil.2) Kerangka teori
instruksional itu dapat digambarkan sebagai berikut : Kondisi Karakteristik
Pelajaran Karakteristik Siswa Pembelajaran Tujuan Hambatan [Photo] [Photo]
[Photo] Metode Pengorganisasian Bahan Pelajaran Strategi Penyampaian
Pengelolaan Kegiatan Pembelajaran [Photo][Photo] [Photo][Photo] [Photo] Hasil
Pembalajaran Efektivitas, efisiensi, dan daya tari pembelajaran Gambar 1.
Kerangka Teori Pembelajaran (Diadaptasi dari Yusuf Hadi Miarso, 2007 : 529)
Karakteristik siswa meliputi pola kehidupan sehari-hari, keadaan sosial
ekonomi, kemampuan membaca, dan sebagainya. Karakteristik pelajaran meliputi
tujuan apa yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut, dan apa hambatan untuk
pencapaian itu. Misalnya saja kemampuan berbahasa Inggris yang umumnya lemah
merupakan hambatan untuk mempelajari teks berbahasa Inggris.
Pengorganisasiaan bahan pelajaran, meliputi
antara lain bagaimana merancang bahan untuk keperluan belajar mandiri. Strategi
penyampaian meliputi pertimbangan panggunaan media apa untuk menyajikan nya,
siapa dan atau apa yang akan menyajikan, dan sebagainya. Sedang pengelolaan
kegiatan meliputi keputusan untuk mengembangkan dan mengelola serta kapab dan
bagaimana digunakannya bahan pelajaran dan strategi penyampaian. Berdasarkan
kerangka teori itu setiap metode pembelajaran harus mengandung rumusan
pengorganiasasian, bahan pelajaran, strategi penyampaian, dan pengelolaan
kegiatan, dengan memerhatikan faktor tujuan belajar, hambatan belajar,
karakteristik siswa, agar dapat diperoleh efektivitas, efisiensi, dan daya
tarik pembelajaran.
Cara-cara
yang digunakan dalam pembelajaran disebut dengan berbagai macam istilah.
Istilah yang paling sering disebut adalah “metode”. Namun istilah metode itu
meliputi banyak pengertian dan dipakai untuk menunjukkan berbagai macam
kegiatan yang maknanya berbeda-beda, hingga dapat menimbulkan kerancuan.
Sebagai gantinya di pakai istilah strategi dan teknik pembelajaran. Strategi
pembelajaran adalah pendekatan menyeluruh pembelajaran dalam suatu sistem
pembelajaran, yang berupa pedoman umum dan kerangka kegiatan untuk mencapai
tujuan umum pembelajaran, yang dijabarkan dari pandangan falsafah atau teori
belajar tertentu. Sedangkan teknik pembelajaran merupakan salah satu komponen
sistem pembelajaran yang dipilih dan dilaksanakan oleh guru dengan jalan
mengkombinasikan lima komponen sistem pembelajaran, yaitu yang terdiri atas
orang, pesan, bahan, alat, dan lingkungan, agar tercapai tujuan belajar.
Pemilihan Strategi Pembelajaran Strategi pembelajaran sebagai suatu pendekatan
menyeluruh oleh Romiszowski (1981) dibedakan menjadi dua strategi dasar, yaitu ekpositori (penjelasan) dan diskoveri (penemuan). Kedua strategi itu dapat
dipandang sebagai dua ujung yang berlawanan dalam suatu kontinum strategi.
Diantara kedua ujung itu terdapat sejumlah strategi lain. Strategi ekspositori didasarkan pada teori pemrosesan
informasi. Pada garis besarnya teori pemrosesan informasi (information processing learning) menjelaskan proses
belajar sebagai berikut :
1) Pembelajar
menerima informasi mengenai prinsip atau dalil yang dijelaskan dengan
memberikan contoh.
2) Terjadi
pemahaman pada diri pembelajar atas prinsip atau dalil yang diberikan .
3) Pembelajar
menarik kesimpulan berdasarkan kepentingannya yang khusus.
4) Terbentuknya
tindakan pada diri pembelajar, yang merupakan hasil pengolahan prinsip/dalil
dalam situasi yang sebenarnya.
Penerapan strategi ekspositori ini berlangsung
sebagai berikut :
1) Informasi
disajikan kepada pembelajar.
2) Diberikan tes
pengasaan, serta penyajian ulang bilamana dipendang perlu .
3) Diberikan
kesempatan penerapan dalam bentu contoh soal, dengan jumla dan tingkat
kesulitan yang bertambah.
4)
Diberikan kesempatan penerapan uinformasi baru dalam situasi dan masalah yang
sebenarnya Strategi diskoveri didasarkan pada teori pemrosesan pengalaman, atau
disebut pula teori belajar berdasarkan pengalaman (experiential learning).
Pada garis besarnya proses belajar menurut
teori ini berlangsung sebagai berikut :
1) Pembelajar bertindak dalam
suatu peritiwa khusus.
2) Timbul pemahaman pada diri
pembelajar atas peristiwa khusus itu.
3) Pembelajar menggeneralisasikan
peristiwa khusus itu menjadi suatu prinsip yang umum.
4) Terbentuknya tindakan pembelajar
yang sesuai dengan prinsip itu dalam situasi atau peristiwa baru.
Penerapan strategi diskoveri ini berlangsung
dengan langkah-langah berikut :
1) Diberikan kesempatan kepada
pembelajar untuk berbuat dan mengamati
2) Diberikan tes tentang adanya
hubungan sebab-akibat serta diberikan kesempatan ulang untuk berbuat bilamana
dipeandang perlu.
3) Diusahakan terbentuknya prinsip
umum dengan latihan pendalaman dan pengamatan tindakan lebih banya.
4) Diberikan kesempatan untuk
penerapan informasi yang baru dipelajari dalam situasi yang sebenarnya.
Startegi eskpositori erat kaitannya dengan
pendekatan deduktif, danstrategi diskoveri dengan pendekatan induktif. Namun,
meskipun secara konseptual strategi instruktional itu dapat dibedakan, dalam
praktik sering digabungkan. Para pendidik cenderung lebih banyak menggunakan
strategi ekspositori karena ditinjau dari pertimbangan waktu lebih hemat, dan
lebih mudah dikelola.
Pemilihan strategi pembelajaran didasarkan
pada pertimbang berikut : Tujuan belajar, jenis dan jenjang. Isi ajaran :
sifat, kedalaman, dan banyaknya.Pembelajar : latar belakang, motivasi, serta
kondisi fisik dan mental. Tenaga kependidikan : jumlah, kualifikasi, dan
kompetensi. Waktu : lama dan jadwalnya, sarana : yang dimanfaatkan, dan biaya
Unsur-Unsur Strategi Pembelajaran Setiap
rumusan satrategi pembelajaran mengandung sejumlah unsur atau komponen.
Kombinasi diantara unsur-unsur itu boleh sikatakan tidak terbatas. Unsur-unsur
yang lazim terdapat dalam rumusan strategi pembelajaran adalah :
1.
Tujuan umum pembelajaran (sekarang lebih
dikenal dengan nama standar kompetensi) yang ingin dicapai; misalnya
meningkatnya minat baca, meningkatnya motivasi untuk belajar fisika.
2.
Teknik : berbagai macam cara yang dapat
dilakukan untuk mencapai tujuan umum. Pada umumnya merupakan penggabungan dari
beberapa teknik sekaligus, misalnya ceramah, mendongeng, simulasi, dan
permainan .
3.
Pengorganisasian kegiatan belajar mengajar
meliputi pengorganisaian siswa, guru dan tenaga kependidikan lainnya.
4.
Peritiwa pembelajaran, yaitu penahapan dalam
melakasanakan proses pembelajaran termasuk usaha yang perlu dilakukan dalam
tiap tahap, agar proses berhasil. Secara garis besar meliputi langkah-langkah ;
persiapan, penyajian, pemantapan.
5.
Urutan belajar, yaitu penahapan isi ajaran
yang diberikan agar lebih mudah dipahami.
6.
Penilaian, yaitu dasar dan alat (instrumen)
yang digunakan untuk mengukur usaha atau hasil belajar. Untuk mengukur hasil
belajar, ada dua macam patokan yang dapat dipakai, yaitu acuan norma kelompok,
dan acuan tujuan.
7.
Pengelolaan kegiatan belajar/kelas, yaitu
meliputi bagaimana pola pembelajaran diselenggarakan. Salah satu
pengelolaannnya dalam bentu pola belajar mandiri.
8.
Tempat atau latar adalah lingkungan dimana
proses belajar-mengajar berlangsung. Hal ini meliputi keadaan dan kondisinya,
pengaturan tempat duduk, bentuk kursi, macam perlengkapan yang tersedia serta
kaya atau miskinnya rangsangan yang tersedia.
9.
Waktu : jumlah dan saat/jadwal berlangsungnya
proses belajar mengajar.
Konsep Dasar Sistem Belajar Mandiri Konsep
dasar sistem belajar mandiri adalah pengaturan program belajar yang
diorganisasikan sedemikian rupa sehingga tiap peserta didik/pelajar dapat
memilih dan atau menentukan bahan dan kemajuan belajar sendiri. Sistem belajar
mandiri sebagai suatu sistem dapat dipandang sebagai struktur, proses, maupun
produk. Sebagai suatu struktur maksudnnya ialah adanya suatu susunan dangan
hiererki tertentu. Sebagai proses adalah adanyanya tata cara atau prosedur yang
runtut. Sedangkan sebagai produk adalah adanya hasil atau wujud yang
bermanfaat.
Komponen Sistem Belajar Mandiri
Komponen-komponen sistem belajar mandiri meliputi falsafah dan teori,
kebutuhan, organisasi peserta, program, produksi, penyebaran, pemanfaatan,
organisasi, tenaga, prasarana, sarana, bantuan dan pengawasan, kegiatan
belajar, dan penilaian/penelitian. Semua komponen ini saling berkaitan dan
terintegrasi dalam suatu kesatuan. Secara operasional pengertian sistem belajar
mandiri dengan segala komponennya ini lebih merupakan suatu pola konseptual dan
tindakan.
Kerangka Teori Sistem Belajar Mandiri Sistem
belajar mandiri adalah teori instruksional yang bersifat preskiptif, artinya
teori yang memberikan ”resep” untuk mengatasi masalah. Kerangka teori ini
mengandung tiga variabel, yaitu : kondisi, perlakuan, dan hasil. Salah satu
landasan yang digunakan pada sistem belajar mandiri adalah model J.B Carroll
(Wager, 1977) mengenai faktor waktu dalam keberhasilan belajar, yang diadaptasi
sebagai berikut : Keberhasilan belajar = Waktu yang diperlukan Waktu yang
digunakan Variabel waktu yang digunakan dapat dirinci lebih lanjut menjadi
waktu yang diberikan dan kegigihan. Sedangkan variabel waktu yang digunakan
terdiri atas kemampuan, kualitas instruksional, dan kemauan. Keberhasilan
belajar = Waktu yang diberikan dan kegigihan Kemampuan, kualitas instruksional,
kemauan Model tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : meningkatkan nilai
pembilang (waktu yang diberikan dan kegigihan) akan meningkatkan waktu yang
diperlukan, dan mengakibatkan meningkatnya keberhasilan belajar. Sedangkan
meningkatnya nilai sebutan (kemampuan, kualitas instruksional, dan kemampuan)
akan menurunkan waktu yang digunakan, dan karena itu akan meningkatkan
keberhasilan belajar. Strategi Sistem Belajar Mandiri Strategi adalah pendekatan
menyeluruh dalam pembelajaran, dan yang berupa pedoman umum dan kerangka yang
dijabarkan dari pandangan falsafah dan teori tertentu. Strategi ini ditetapkan
untuk mencapai tujuan umum.
Penentuan strategi pada umumnya meliputi :
1) Tujuan belajar,
jenis dan jenjangnya.
2) Cara
penyajiian bahan pelajaran.
3) Media yang
digunakan.
4) Biaya yang
diperlukan.
5) Waktu yang
diberikan dan jadwalnya.
6) Prosedur
kegiatan belajar.
7) Instrumen dan
prosedur penilaian Penentuan strategi ini memberikan masukan kepada
pengembangan materi, distribusi, dan kegiatan belajar.
Bertolak dari dasar model Carroll maka
variabel yang dapat dikontrol oleh penyelenggara sistem belajar mandiri adalah
waktu yang diberikan dan kualitas instruksional. Waktu yang diberikan dapat
ketat atau luwes. Kualitas instruksional dalam sistem belajar mandiri adalah
kualitas bahan ajar itu yang kebanyakan berupa modul cetak atau paket bahan
belajar.
Kualitas intsruksional mengandung empat
rujukan, yaitu kesesuaian, daya tarik, efektif dan efesien. Kesesuaian
mengandung ciri, antara lain kesepadanan dengan karakteristik peserta,
keserasian dengan aspirasi, dan keselarasan dengan tuntutan zaman. Daya tarik
mengandung ciri kemudahan memperoleh dan mencerna, kemustarian (ketepatan)
pesan, dan keterandalan yang tinggi.
Efektifitas mengandung ciri pengembangannya
uyang bersistem, kejelasan dan kelengkapan tujuan, dan kepekaan terhadap
kebutuhan peserta.
Efesien mengandung ciri keteraturan dan
kehematan dalam artian waktu, tenaga, dan dana.
Materi Pelajaran Sistem Belajar Mandiri
Meskipun secara teoritik dalam sistem belajar mandiri para peserta dapat
memilih dan menentukan materi pelajaran yang diperlukannya, namun dalam praktik
paling tidak akan ditentukan pedoman tentang materi yang memenuhi syarat untuk
dipilih. Bahkan dalam kenyataannya, materi ini telah disiapkan oleh
penyelenggara, dengan alasan untuk mengendalikan mutu dan meningkatkan
efesiensi. Materi pelajaran yang sengaja dikembangkan ini, dapat disajikan melalui
media apa saja. Namun, masih ada sejumlah ketentuan lain yang tidak dapat
diabaikan. Materi itu perlu diolah sedemikian rupa dengan memperhatikan
strategi, serta sifat mereka itu sendiri. Materi yang bersifat kognitif lebih
ringan pengembangannya dari materi yang bersifat afektif psikomotor. Materi
yang mengandung aspek psikomotor lebih sulit untuk dikembangkan, apalagi kalau
harus berpegangan pada satu macam medium saja seperti yang ditentukan dalam
strategi, medium cetak. Dalam pengembangan materi ini harus benar-benar
diperhatikan kondisi dan karakteristik peserta. Masyarakat kita pada umumnya
masih dikenal sebagai masyarakat yang masih berbudaya mendengar dan belum
berbudaya membaca, apalagi membaca secara mandiri. Penggunaan ilustrasi,
kalimat–kalimat pendek, kosakata yang terbatas, serta tata letak (layout)
menari pada bahan cetak akan sangat menolong keadaan ini.
Kegiatan
Belajar Sistem Belajar Mandiri Puncak kegiatan sistem belajar mandiri adalah
terjadinya kegiatan belajar oleh peserta. Peserta diharapkan mampu belajar di
tempat yang ditentukan sendiri, pada waktu yang dipilhnya sendiri, dan dengan
cara belajar sendiri tanpa bimbingan tatap muka dari orang lain. Namun hal ini
tergantung pada kondisi dan karakteristik peserta, serta kualitas bahan
pelajaran. Pada sistem belajar mandiri yang ideal, kegiatan belajar ini tidak
dibatasi waktu, jadi lebih ditekankan pada pendekatan penguasaan (mastery concept). Penguasaan atas tujuan belajar dapat
dibuktikan (dievaluasi) dengan
berbagai macam cara, yaitu dengan seft-test (tes sendiri), tes baku yang dapat
diambil kapan saja, tes baku pada saat tertentu saja, tes kolokium, dan
pembuatan portopolio.
Implikasi Sistem Belajar Mandiri dalam
Manajemen Manajemen sistem belajar mandiri sediktnya mengandung tiga kategori,
yaitu manajemen kegiatan, manajemen organisasi, dan managemen personel.
Manajemen kegiatan pada hakikatnya merupakan usaha yang bertujuan untuk
menentukan dan menyelenggarakan pembaruan demi tercapainya falsafah daan
kebijakan kelembagaan. Manajemen personel ini perlu dirumuskan jenis tenaga
yang diperlukan, jabatan atau posisinya dalam organisasi, tanggung jawabnya,
kompetensinya yang harus dimilikinya, pelatihan yang diperlukan memiliki dan
atau meningkatkan kompetensi, penugasan ke dalam suatu pekerjaan tertentu,
pembinaan dalam pekerjaan (termasuk pengawasan, penyegaran, dan peningkatan
karier dan kesejahteraan), serta pelayanan dalam pekerjaan (penyediaan sarana
dan pemberian bantuan teknis). Personel dengan segala kegiatannya itu perlu diorganisasikan,
dan ini merupakan bidang manajemen organisasi yang bertujuan untuk berfungsinya
kegiatan dengan jalan membentuk unit kerjs, menentukan status organisasi,
menyususn struktur organisasi, mengusahakan anggaran, mengusahakan sarana dan
prasarana, serta menentukan prosedur administratif suatu unit kerja.
Fenomena Sistem Belajar Mandiri Proses belajar
mandiri, memberi kesempatan para peserta didik untuk mencerna materi ajar
dengan sedikit bantuan guru. Mereka mengikutikegiatan belajar belajar dengan materi
ajar yang sudah dirancang khusus sehingga masalah atau kesulitan sudah
diantisipasi sebelumnya. Model belajar mandiri ini sangat bermanfaat, karena
dianggap luwes, tidak mengikat, serta melatih kemandirian siswa agar tidak
tergantung atas kehadiran atau uraian materi ajar dari guru. Berdasarkan
gagasan keluwesan dan kemandirian inilah belajar mandiri telah bermetamorfosis
sedemikian rupa, diantaranya menjadi sistem belajar terbuka, belajar jarak
jauh, dan e-learning. Perubahan tersebut juga dipengaruhi oleh ilmu-ilmu lain
dan kenyataan dilapangan.
Berikut
ini bagan gambaran fenomena sistem belajar mandiri : [Photo]Belajar Mandiri :
Pilihan Proses Belajar Mengajar di Kelas [Photo]Sekolah tanpa gedung: tidak ada
jadwal, jumlah siswa lebih banyak (sekolah) Belajar Terbuka : [Photo] [Photo]
Belajar tebuka (Open Learning) :
Pendidikan untuk orang dewasa dilembaga Belajar Jarak Jauh (Distance Learning) menggunakan jasa Telekomunikasi
[Photo]Inovasi Belajar Terbuka Konsep Dasar : Belajar di Organisasi [Photo][Photo][Photo][Photo]
Belajar berasas sumber (resource-based learning)Flexible learning Belajar
Jarak Jauh (Generasi Ke-3) e-learning : internet Gambar 2. Gambaran Fenomena
Sistem Belajar Mandiri (Diadaptasi dari Dewi Salma Prawiradilaga, 2007 : 191).
Dari proses belajar mandiri tersebut diperoleh
peran guru atau instruktur diubah menjadi fasilisator, atau perancang proses
belajar. Sebagai fasilisator, seorang guru atau instruktur membantu peserta
didik mengatasi kesulitan belajar, atau ia dapat menjadi mitra belajar untuk
materi tertentu pada program tutorial. Tugas perancangan proses belajar
mengharuskan guru untuk mengubah materi ke dalam format sesuai dengan pola
belajar mandiri.
Sistem Belajar Mandiri Salah Satu Aplikasi
Teknologi Pendidikan Penerapan teknologi pendidikan sangatlah luas dalam satu
rangkaian sistem yaitu yang bersifat mikro dan bersifat makro. Taknologi
pendidikan merupakan suatu konsep yang masih relatif baru. Secara ringkas dapat
disebutkan bahwa teknologi pendidikan sebagai suatu konsep, mengandung sejumlah
gagasan dan rujukan. Gagasan yang ingin diwujudkan adalah agar setiap pribadi
dapat berkembang semaksimal mungkin dengan jalan memanfaatkan teknologi
sedemikian rupa sehingga selaras dengan perkembangan masyarakat dan lingkungan.
Rujukan konsep itu merupakan hasil sintesi dari gejala yang diamati dan
kecenderungan yang ada.
Analisis empirik terhadap sistem belajar
mandiri yang dilakukan untuk menghasilkan manfaat penerapan teknologi
instruksional :
1.
Meningkatkan produktifitas pendidikan dengan
jalan : a) Memperlaju penerapan bahan b) Membantu guru untuk menggunakan
waktunya secara lebih baik c) Mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi,
sehingga guru dapat lebih banyak membina dan mengembangkan kegiatan belajar
anak didik.
2.
Memberikan kemungkinan pendidikan yang
sifatnya lebih individual dengan jalan : a) Mengurangi kontrol guru yang kaku
dan tradisional b) Memberikan kesempatan anak didik untuk berkembang sesuai
perkembangan perorangan mereka .
3.
Memberikan dasar pembelajaran yang lebih
ilmiah dengan jalan: a) Perencanaan program pembelajaran secara bersistem b)
Pengembangan bahan ajaran yang dilandasi penelitian.
4.
Meningkatkan kemampuan pembelajaran dengan
memperluas jangkauan penyajian , dan kecuali itu penyajian pesan dapat lebih kongkret.
5.
Memungkinkan belajar lebih akrab, karena dapat
: a) Mengurangi jurang pemisah antara pelajaran didalam dan diluar sekolah b)
Memberikan pengalaman tangan pertama.
6.
Memungkinkan pemerataan pendidikan yang
bermutu, terutama dengan : a) Dimanfaatkan bersama tenaga atau kejadian langka
b) Didatangkannya pendidikan kepada mereka ytang memerlukan Analisis ini
dilakukan dengan harapan bahwa keberadaan teknologi pendidikan dapat
dimanfaatkan dan benar-benar mampu menjadi solusi terhadap pemecahan semua permasalahan
bejara, baik yang bersifat mikro ataupun makro.
3.
PENUTUP
Sistem belajar mandiri merupaka satu tawaran
konsep dalam pengembangan strategi pembelajaran, sebagai solusi pemecahan
permasalahan pendidikan yang menjadi garapan bidang teknologi pendidikan.
Dimana telah disebutkan dimuka bahwa teknologi pendidikan membantu memecahkan
maslah belajar. Masalah belajar yang bersifat mikro maupun makro. Menurut
penulis strategi pembelajaran merupakan permasalahan yang bersifat mikro.
Beberapa masalah belajar-mengajar yang
bersifat mikro, misalnya adalah : 1. Sulit mempelajari konsep yang abstrak 2.
sulit membayangkan peristiwa yang telah lau 3. Sulit mengamati sesuatu objek
yang terlelu kecil/besar 4. Sulit memperoleh pengalaman langsung 5. Sulit
memahami pelajaran yang diceramahkan 6. Sulit untuk memahami konsep yang rumit
7. Terbatasnya waktu untuk belajar Masalah tersebut dapat diatasi dengan
menggunakan berbagai kombinasi komponen sistem pembelajaran. Misalnya, masalah
pada butir 1 s/d 4 dapat diatasi dengan digunakannya media pembelajaran.
Masalah tersebut pada butir 5 s/d 7 dapat diatasi dengan mengkombinasikan pesan
dengan teknik pembelajaran tertentu. Namun, perlu ditegaskan bahwa untuk
pemecahan masalah ini tidak mungkin dilakukan hanya dengan dasar institusi
ataupun peniruan begitu saja.
Guru harus memiliki pengetahuan dan
keterampilan khusus untuk keperluan itu, yaitu dibidang teknologi pendidikan.
Proses belajar mandiri, diharapkan dapat memberi kesempatan para peserta didik
untuk mencerna materi ajar dengan sedikit bantuan guru. Mereka
mengikutikegiatan belajar belajar dengan materi ajar yang sudah dirancang
khusus sehingga masalah atau kesulitan sudah diantisipasi sebelumnya. Model
belajar mandiri ini sangat bermanfaat, karena dianggap luwes, tidak mengikat,
serta melatih kemandirian siswa agar tidak tergantung atas kehadiran atau
uraian materi ajar dari guru.
DAFTAR
PUSTAKA
Miarso,
Yusuf Hadi, 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta : Kencana, Cetakan ke-3.
Prawiradilaga,
Dewi Salma. 2007. Mozaik Teknologi Pendidikan.
Jakarta : Kencana, Cetakan ke-2,
1.
2. LANDASAN TEORI DAN KONSEP SISTEM
Oleh : SUMARNI
1.
1. Pendahuluan
Pendidikan bukan merupakan sesuatu yang asing
bagi kita, terlebih lagi karena kita bergerak di bidang pendidikan. Juga pasti
kita sepakat bahwa pendidikan diperlukan oleh semua orang. Bahkan dapat dikatakan
bahwa pendidikan itu dialami oleh semua manusia dari semua golongan. Tetapi
seringkali, orang melupakan makna dan hakikat pendidikan itu sendiri. Layaknya
hal lain yang sudah menjadi rutinitas, cenderung terlupakan makna dasar dan
hakikatnya.
Setiap orang yang terlibat dalam dunia
pendidikan sepatutnya selalu merenungkan makna dan hakikat pendidikan,
merefleksikannya di tengah-tengah tindakan/aksi dalam dunia yang digelutinya
dan melakukan tindakan/aksi sebagai buah refleksinya. Dengan singkat, dapat kita
katakan hal ini sebagai pendidikan dalam praxis atau praxis dalam pendidikan.
Pendidikan merupakan proses yang terus
menerus, tidak berhenti. Dalam proses pendidikan ini, keluhuran martabat
manusia dipegang erat karena manusia (yang terlibat dalam pendidikan ini)
adalah “subyek” dari – pendidikan. Karena merupakan subyek di dalam pendidikan,
maka dituntut suatu tanggung jawab agar tercapai suatu hasil pendidikan yang
baik. Jika memperhatikan bahwa manusia itu sebagai subyek dan pendidikan
meletakkan hakikat manusia pada hal yang terpenting, maka perlu diperhatikan
juga masalah otonomi pribadi. Maksudnya adalah, manusia sebagai subyek
pendidikan harus bebas untuk “ada” sebagai dirinya yaitu manusia yang
berpribadi, yang bertanggung-jawab.
Melalui pendidikan manusia menyadari hakikat
dan martabatnya di dalam relasinya yang tak terpisahkan dengan alam
lingkungannya dan sesamanya. Itu berarti, pendidikan sebenarnya mengarahkan
manusia menjadi insan yang sadar diri dan sadar lingkungan. Dari kesadarannya
itu mampu memperbarui diri dan lingkungannya tanpa kehilangan kepribadian dan
tidak tercerabut dari akar tradisinya.
Sehingga dengan pendidikan ini menimbulkan
konsep pendidikan, tumbuh berkembangnya suatu konsep tidak akan terlepas dari
konteks dimana konsep itu dapat tumbuh, serta apa dan bagaimana awal
perkembangan konsep itu sendiri. Misalnya, konsep sekolah yang merupakan
lembaga khusus untuk menyelengarakan pendidikan akan dapat tumbuh bilamana
konteks masyarakat memungkinkannya adanya kebutuhan yang dirasakan oleh
pembuatan masyarakat, adanya tenaga professional yang mengelola dan sebagainya.
Dalam bahasa keseharian, konteks dapat
dianalogikan dengan lahan, dan awal konsep rumusan konsep, dianalogikan dengan
benih. Sehingga lahan yang masih kosong dapat ditumbuhkan benih didalamnya.
Setiap konsep tentu memerlukan istilah atau
nama yang diciptakan sebagai lambang untuk mengidentifikasi konsep yang
dimaksud, misalnya istilah sekolah dan untuk mengomunikasikan gagasan yang ada
didalamnya. Istilah itu harus menunjukkan gagasan yaitu gambaran mental
mengenai suatu gejala dan harus pula mewakili adanya sejumlah rujukan yaitu
gejala kongkrit yang dapat dikenal denga penginderaan. Sedangkan gagasan
mengarahkan memberikan batasan pada sejumlah kenyatan yang terdapat dalam
rujukan.
Dalam makalah ini akan dibahas konteks dari
landasan teori dan konsep teknologi pendidikan dengan membahas perkembangan
pendidikan dan teknologi, dilanjutkan dengan pembahasan perkembangan konsep
teknologi pendidikan.
1.
2. Definisi Landasan Teori
Landasan teori memuat teori-teori atau
konsep-konsep dasar, yang diambil dari buku-buku acuan yang langsung berkaitan
dengan bidang ilmu yang diteliti sebagai tuntunan, untuk memecahkan masalah
penelitian dan untuk merumuskan hipotesis (Ardiansyah, 2006).
Tanpa teori dalam arti seperangkat alasan dan
rasional yang konsisten dan saling berhubungan maka tindakan-tindakan dalam
pendidikan hanya didasarkan atas alasan-alasan yang kebetulan, seketika dan aji
mumpung. Hal itu tidak boleh terjadi karena setiap tindakan pendidikan
bertujuan menunaikan nilai yang terbaik bagi peserta didik dan pendidik. Bahkan
pengajaran yang baik sebagai bagian dari pendidikan selain memerlukan proses
dan alasan rasional serta intelektual juga terjalin oleh alasan yang bersifat
moral. Sebabnya ialah karena unsur manusia yang dididik dan memerlukan
pendidikan adalah makhluk manusia yang harus menghayati nilai-nilai agar mampu
mendalami nilai-nilai dan menata perilaku serta pribadi sesuai dengan harkat
nilai-nilai yang dihayati itu.
Pendidikan tidak dilakukan kecuali oleh
orang-orang yang mampu bertanggung jawab secara rasional, sosial dan moral.
Sebaliknya apabila pendidikan dalam praktek dipaksakan tanpa teori dan alasan
yang memadai maka hasilnya adalah bahwa semua pendidik dan peserta didik akan
merugi. Kita merugi karena tidak mampu bertanggung jawab atas esensi perbuatan
masing-masing dan bersama-sama dalam pengamalan Pancasila. Pancasila yang baik
dan memadai, konsisten antara pengamalan (lahiriah) dan penghayatan (psikologis)
dan penataan nilai secara internal. Dalam hal ini kita bukan menyaksikan
kegiatan (praktek) pendidikan tanpa dasar teorinya tetapi suatu praktek
pendidikan nasional tanpa suatu teori yang baik.
1.
3. Macam-Macam Landasan Teori dalam Teknologi
Pendidikan
1.
Landasan Teori dalam llmu Perilaku
Ilmu perilaku, khususnya teori belajar,
merupakan ilmu yang utama untuk memperkembangkan teknologi pembelajaran. Bahkan
Deterline berpendapat bahwa teknologi pembelajaran merupakan aplikasi teknologi
perilaku, yaitu untuk menghasilkan perilaku tertentu secara sistematik guna
keperluan pembelajaran.
Landasan perilaku merupakan landasan yang
dapat memberikan pemahaman bagi pendidik tentang perilaku individu yang menjadi
sasaran layanan (klien). Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa
kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh pendidik adalah tentang : (a) motif
dan motivasi; (b) pembawaan dan lingkungan, (c) perkembangan individu; (d)
belajar; dan (e) kepribadian.
1.
Motif dan Motivasi
Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan
yang menggerakkan seseorang berperilaku baik motif primer yaitu motif yang
didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki oleh individu semenjak dia lahir,
seperti : rasa lapar, bernafas dan sejenisnya maupun motif sekunder yang
terbentuk dari hasil belajar, seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau
keterampilan tertentu dan sejenisnya. Selanjutnya motif-motif tersebut tersebut
diaktifkan dan digerakkan,– baik dari dalam diri individu (motivasi intrinsik)
maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik)–, menjadi bentuk perilaku
instrumental atau aktivitas tertentu yang mengarah pada suatu tujuan.
1.
Pembawaan dan Lingkungan
Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan
faktor-faktor yang membentuk dan mempengaruhi perilaku individu. Pembawaan yaitu
segala sesuatu yang dibawa sejak lahir dan merupakan hasil dari keturunan, yang
mencakup aspek psiko-fisik, seperti struktur otot, warna kulit, golongan darah,
bakat, kecerdasan, atau ciri-ciri-kepribadian tertentu. Pembawaan pada dasarnya
bersifat potensial yang perlu dikembangkan dan untuk mengoptimalkan dan
mewujudkannya bergantung pada lingkungan dimana individu itu berada. Pembawaan
dan lingkungan setiap individu akan berbeda-beda. Ada individu yang memiliki
pembawaan yang tinggi dan ada pula yang sedang atau bahkan rendah. Misalnya
dalam kecerdasan, ada yang sangat tinggi (jenius), normal atau bahkan sangat
kurang (debil, embisil atau ideot). Demikian pula dengan lingkungan, ada
individu yang dibesarkan dalam lingkungan yang kondusif dengan sarana dan
prasarana yang memadai, sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya dapat
berkembang secara optimal. Namun ada pula individu yang hidup dan berada dalam
lingkungan yang kurang kondusif dengan sarana dan prasarana yang serba terbatas
sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya tidak dapat berkembang dengan
baik.dan menjadi tersia-siakan.
1.
Perkembangan Individu
Perkembangan individu berkenaan dengan proses
tumbuh dan berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra
natal) hingga akhir hayatnya, diantaranya meliputi aspek fisik dan
psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial. Beberapa teori
tentang perkembangan individu yang dapat dijadikan sebagai rujukan, diantaranya
: (1) Teori dari McCandless tentang pentingnya dorongan biologis dan kultural
dalam perkembangan individu; (2) Teori dari Freud tentang dorongan seksual; (3)
Teori dari Erickson tentang perkembangan psiko-sosial; (4) Teori dari Piaget
tentang perkembangan kognitif; (5) teori dari Kohlberg tentang perkembangan
moral; (6) teori dari Zunker tentang perkembangan karier; (7) Teori dari Buhler
tentang perkembangan sosial; dan (8) Teori dari Havighurst tentang tugas-tugas
perkembangan individu semenjak masa bayi sampai dengan masa dewasa.
1.
Belajar
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat
mendasar dari psikologi. Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang
tidak akan dapat mempertahankan dan mengembangkan dirinya, dan dengan belajar
manusia mampu berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan
belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang
sudah ada pada diri individu. Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan
pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek
kognitif, afektif maupun psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses
belajar diperlukan prasyarat belajar, baik berupa prasyarat psiko-fisik yang
dihasilkan dari kematangan atau pun hasil belajar sebelumnya.
1.
Kepribadian
Hingga saat ini para ahli tampaknya masih
belum menemukan rumusan tentang kepribadian secara bulat dan komprehensif..
Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport
(Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang
kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya
dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap.
Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri
individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam
menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian
kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider dalam Syamsu Yusuf (2003)
mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang
bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan
dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara
keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma)
lingkungan.
2.
Landasan Teori dalam llmu Komunikasi
Edgar Dale menyatakan bahwa teori komunikasi
merupakan suatu metode yang paling berguna dalam usaha meningkatkan efektifitas
bahan audiovisual. Pada masa itu memang pendekatan dalam teknologi pendidikan
masih condong ke pendekatan media.
Hoban berpendapat bahwa pendekatan yang paling berguna untuk memahami dan meningkatkan efisiensi dibidang audiovisual adalah melalui konsep komunikasi. Orientasi komunikasi ini menyebabkan lebih diperhatikannya proses komunikasi informasi secara menyeluruh.
Hoban berpendapat bahwa pendekatan yang paling berguna untuk memahami dan meningkatkan efisiensi dibidang audiovisual adalah melalui konsep komunikasi. Orientasi komunikasi ini menyebabkan lebih diperhatikannya proses komunikasi informasi secara menyeluruh.
Pada awalnya teori komunikasi yang paling
mendapat perhatian yang dikemukakan oleh Shannon dan Weafer yang sebenarnya
merupakan teori matematis dalam komunikasi. Setelah teori tersebut timbullah
teori komunikasi yang dikemukakan oleh Bherlo dan teori ini dianggap merupakan
pembaharuan karena implikasinya dalam teknologi pendidikan menyebabkan
dimasukkannya orang dan bahan sebagai sumber yang merupakan bagian integral
dari teknologi pendidikan. Yang terakhir memberikan teori adalah Schramm
berpendapat perlunya dilakukan penelitian terus menerus dalam kaitan antara
media komunikasi dan pendidikan, yaitu suatu kawasan teknologi pendidikan. Hal
ini juga menunjukkan bahwa teknologi pendidikan sebagai satuan pengetahuan yang
terorganisasikan akan senantiasa berkembang dengan adanya penelitian. (Dalam
Miarso, 2007 :115-119)
3.
Landasan Teori dalam Ilmu Sosiologi
Dalam ilmu sosiologi, manusia merupakan
makhluk sosial, saling berinteraksi satu sama lain, sehingga jika dikaitkan
dengan teknologi pendidikan,ilmu sosiologi menyatakan bahwa teknologi bukan
hanya untuk masing-masing orang tetapi untuk semua orang.
Pendidikan
sebagai gejala sosial dalam kehidupan mempunyai landasan individual, sosial dan cultural.
Pada skala mikro pendidikan bagi individu dan kelompok kecil berlangsung dalam
skala relatif tebatas seperti antara sesama sahabat, antara seorang guru dengan
satu atau sekelompok kecil siswanya, serta dalam keluarga antara suami dan
isteri, antara orang tua dan anak serta anak lainnya. Pendidikan dalam skala
mikro diperlukan agar manusia sebagai individu berkembang semua potensinya
dalam arti perangkat pembawaanya yang baik dengan lengkap. Manusia berkembang
sebagai individu menjadi pribadi yang unik yang bukan duplikat pribadi lain.
Tidak ada manusia yang diharap mempunyai kepribadian yang sama sekalipun
keterampilannya hampir serupa. Dengan adanya individu dan kelompok yang
berbeda-beda diharapkan akan mendorong terjadinya perubahan masyarakat dengan
kebudayaannya secara progresif. Pada tingkat dan skala mikro pendidikan
merupakan gejala sosial yang mengandalkan interaksi manusia sebagai sesama
(subyek) yang masing-masing bernilai setara. Tidak ada perbedaan hakiki dalam
nilai orang perorang karena interaksi antar pribadi (interpersonal) itu
merupakan perluasan dari interaksi internal dari seseorang dengan dirinya
sebagai orang lain, atau antara saya sebagai orang kesatu (yaitu aku) dan saya
sebagai orang kedua atau ketiga (yaitu daku atau-ku; harap bandingkan dengan
pandangan orang Inggris antara I dan me).
Pada skala makro pendidikan berlangsung dalam
ruang lingkup yang besar seperti dalam masyarakat antar desa, antar sekolah,
antar kecamatan, antar kota, masyarakat antar suku dan masyarakat antar bangsa.
Dalam skala makro masyarakat melaksanakan pendidikan bagi regenerasi sosial
yaitu pelimpahan harta budaya dan pelestarian nilai-nilai luhur dari suatu
generasi kepada generasi muda dalam kehidupan masyarakat. Diharapkan dengan
adanya pendidikan dalam arti luas dan skala makro maka perubahan sosial dan
kestabilan masyarakat berangsung dengan baik dan bersama-sama. Pada skala makro
ini pendidikan sebagai gejala sosial sering terwujud dalam bentuk komunikasi
terutama komunikasi dua arah. Dilihat dari sisi makro, pendidikan meliputi
kesamaan arah dalam pikiran dan perasaan yang berakhir dengan tercapainya
kemandirian oleh peserta didik. Maka pendidikan dalam skala makro cenderung
dinilai bersifat konservatif dan tradisional karena sering terbatas pada
penyampaian bahan ajar kepada peserta didik dan bisa kehilangan ciri interaksi
yang afektif.
4.
Landasan Teori dalam Ilmu Filsafat
Landasan filsafat pendidikan memberi
perspektif filosofis yang seyogyanya merupakan “kacamata” yang dikenakan dalam
memandang menyikapi serta melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu maka ia harus
dibentuk bukan hanya mempelajari tentang filsafat, sejarah dan teori
pendidikan, psikologi, sosiologi, antropologi atau disiplin ilmu lainnya, akan
tetapi dengan memadukan konsep-konsep, prinsip-prinsip serta
pendekatan-pendekatannya kepada kerangka konseptual kependidikan.
Dengan demikian maka landasan filsafat
pendidikan harus tercermin didalam semua, keputusan serta perbuatan pelaksanaan
tugas- tugas keguruan, baik instruksional maupun non-instruksional, atau dengan
pendekatan lain, semua keputusan serta perbuatan guru yang dimaksud harus
bersifat pendidikan.
Akhirnya, sebagai pekerja professional guru
dfan tenaga kependidikan harus memperoleh persiapan pra-jabatan guru dfan
tenaga kependidikan harus dilandasi oleh seperangkat asumsi filosofis yang pada
hakekatnya merupakan penjabaran dari konsep yang lebih tepat daripada landasan
ilmiah pendidikan dan ilmu pendidikan.
Landasan filosofis merupakan landasan yang
dapat memberikan arahan dan pemahaman khususnya bagi pendidik dalam
melaksanakan setiap kegiatan pendidikan yang lebih bisa dipertanggungjawabkan
secara logis, etis maupun estetis.Landasan filosofis dalam pendidikan terutama
berkenaan dengan usaha mencari jawaban yang hakiki atas pertanyaan filosofis
tentang : apakah manusia itu ? Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan
filosofis tersebut, tentunya tidak dapat dilepaskan dari berbagai aliran
filsafat yang ada, mulai dari filsafat klasik sampai dengan filsafat modern dan
bahkan filsafat post-modern. Dari berbagai aliran filsafat yang ada, para
penulis Barat .(Victor Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson &
Rudolph, dalam Prayitno, 2003) telah mendeskripsikan tentang hakikat manusia
sebagai berikut :
·
Manusia adalah makhluk rasional yang mampu
berfikir dan mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
·
Manusia dapat belajar mengatasi
masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia berusaha memanfaatkan
kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.
·
Manusia berusaha terus-menerus
memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri khususnya melalui pendidikan.
·
Manusia dilahirkan dengan potensi untuk
menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan
menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol keburukan.
·
Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan
spiritual yang harus dikaji secara mendalam.
·
Manusia akan menjalani tugas-tugas
kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud melalui pemenuhan tugas-tugas
kehidupannya sendiri.
·
Manusia adalah unik dalam arti manusia itu
mengarahkan kehidupannya sendiri.
·
Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai
keterbatasannya untuk membuat pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya
sendiri. Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa
sebenarnya diri manusia itu adan akan menjadi apa manusia itu.
·
Manusia pada hakikatnya positif, yang pada
setiap saat dan dalam suasana apapun, manusia berada dalam keadaan terbaik
untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu.
Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka
setiap upaya pendidikan diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang
manusia itu sendiri. Seorang pendidik dalam berinteraksi dengan kliennya harus
mampu melihat dan memperlakukan peserta didik sebagai sosok utuh manusia dengan
berbagai dimensinya.
5.
Landasan Teori dari Disiplin Lain
a) James Finn
(1972), pada tahun 1957 telah mencanangkan perlunya diadakan:
Penilaian menyeluruh tentang watak teknologi yang baru serta implikasinya dalam bidang pendidikan
Penilaian menyeluruh tentang watak teknologi yang baru serta implikasinya dalam bidang pendidikan
b) Pembaruan
organisasi, prosedur dan isi pendidikan, yang akan menjembatani jurang yang
terjadi karena meroketnya perkembangan teknologi dan perkembangan pendidikan
yang berjalan seperti siput.
c) Aplikasi
konsep dan proses yang berguna dari teknologi dalam usaha pendidikan sebagai
usaha menutupi jurang perbedaan yang makin melebar.
Lumsdaine (1964), lebih terinci ulasannya
tentang pengaruh teknologi dan perekayasaan dalam bidang teknologi pendidikan.
Misalnya dari kimia ditemukan litografi dan fotografi dari rekayasa mekanik
ditemukan mesin cetak dan peralatan proyeksi. Sedang penggabungan dari mekanik,
optik, elektrik, dan elektronik dihasilkan gambar hidup, alat perekam, radio,
televisi, mesin pembelajaran dan computer. Adalah tugas bidang teknologi
pendidikan kemudian untuk menjabarkan keserasian perangkat keras teknologi itu
dengan hasil-hasil penelitian dalam ilmu perilaku dan teori belajar.
4. Definisi Sistem
Sistem adalah jaringan kerja dari beberapa
prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama untuk melakukan suatu
kegiatan atauuntuk menyelesaikan suatu sasaran yang tertentu. (Gunadarma,
2006).
Sistem berasal dari bahasa Latin (systēma) dan
bahasa Yunani (sustēma) adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen
yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi.
Istilah ini sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu set entitas yang
berinteraksi, di mana suatu model matematika seringkali bisa dibuat.
Sistem juga merupakan kesatuan bagian-bagian
yang saling berhubungan yang berada dalam suatu wilayah serta memiliki
item-item penggerak, contoh umum misalnya seperti negara. Negara merupakan
suatu kumpulan dari beberapa elemen kesatuan lain seperti provinsi yang saling
berhubungan sehingga membentuk suatu negara dimana yang berperan sebagai
penggeraknya yaitu rakyat yang berada dinegara tersebut.
Kata “sistem” banyak sekali digunakan dalam
percakapan sehari-hari, dalam forum diskusi maupun dokumen ilmiah. Kata ini
digunakan untuk banyak hal, dan pada banyak bidang pula, sehingga maknanya
menjadi beragam. Dalam pengertian yang paling umum, sebuah sistem adalah sekumpulan
benda yang memiliki hubungan di antara mereka.
Pada prinsipnya, setiap sistem selalu terdiri atas empat elemen:
Pada prinsipnya, setiap sistem selalu terdiri atas empat elemen:
·
Objek, yang dapat berupa bagian, elemen,
ataupun variabel. Ia dapat benda fisik, abstrak, ataupun keduanya sekaligus;
tergantung kepada sifat sistem tersebut.
·
Atribut, yang menentukan kualitas atau sifat
kepemilikan sistem dan objeknya.
·
Hubungan internal, di antara objek-objek di
dalamnya.
·
Lingkungan, tempat di mana sistem berada.
Ada berbagai tipe sistem berdasarkan kategori:
1) Atas dasar
keterbukaan:
·
Sistem terbuka, dimana pihak luar dapat
mempengaruhinya.
·
Sistem tertutup.
2) Atas dasar
komponen:
·
Sistem fisik, dengan komponen materi dan
energi.
·
Sistem non-fisik atau konsep, berisikan
ide-ide.
1.
5. Konsep Sistem dalam Teknologi Pendidikan
Dalam teknologi pendidikan dikenal beberapa
pendekatan dalam proses belajar mengajar. Pendekatan tersebut pada prinsipnya
merupakan suatu sistem yang dapat dibedakan satu dengan yang lainnya.
Secara sederhana, sistem pendidikan terdiri
dari masukan (input) yang terdiri dari orang, informasi dan sumber lainnya.
Sedangkan keluarannya (output) adalah orang-orang dalam kondisi yang mempunyai
kemampuan yang lebih baik dari semula. Dalam sistem di atas, proses
belajar-mengajar terletak di tengah-tengah, di antara input dan output.
Terdapat 2 kelompok pendekatan yang digunakan
dalam mendefinisikan sistem, yaitu :
1) Lebih
menekankan pada prosedur yang digunakan dalam sistem dan mendefinisikan sistem
sebagai jaringan prosedur, metode, dan cara kerja yang saling berinteraksi dan
dilakukan untuk pencapaian suatu tujuan tertentu.
2) Lebih
menekankan pada elemen atau komponen penyusun sistem, mendefinisikan sebagai
kumpulan elemen baik abstrak maupun fisik yang saling berinteraksi untuk
mencapai tujuan tertentu.
Kedua definisi tersebut sama benarnya dan
tidak saling bertentangan. Yang berbeda hanyalah cara pendekatan yang dilakukan
pada sistem. Karena pada hakekatnya setiap komponen sistem, untuk dapat saling
berinteraksi dan untuk dapat mencapai tujuan tertentu harus melakukan sejumlah
prosedur, metode, dan cara kerja yang juga saling berinteraksi. Beberapa
karakteristik sistem informasi adalah sasaran, sumber daya, jaringan
komunikasi, konversi data, masukan data, keluaran informasi, dan pengguna-pengguna
informasi.
Masukan terdiri dari semua arus berwujud
(tangible) yang masuk ke dalam sistem di samping juga dampak tak berwujud
(intangible) terhadap sistem. Keluaran terdiri dari semua arus keluar atau
hasil. Dan proses terdiri dari metode yang digunakan untuk mengubah masukan
menjadi keluaran. Mekanisme kerja dalam suatu sistem dijelaskan dalam gambar
berikut.
Gambar 1. Mekanisme Kerja Sistem
Sasaran sistem mempengaruhi dan sering
mengendalikan konten masukan menjadi keluaran. Pada sistem demikian, biasanya
terdapat dua pendekatan yang dapat dilaksanakan, yaitu pendekatan yang
berorientasi pada guru dan pendekatan yang berorientasi pada siswa. Pendekatan
pertama, merupakan sistem yang konvensional. Hampir seluruh kegiatan
belajar-mengajar dikendalikan oleh guru. Melalui pendekatan ini, guru
mengomunikasikan pengetahuannya kepada murid dalam beberapa bentuk bahasan atau
materi yang sudah disiapkan. Metode yang dipakai adalah ceramah atau tatap
muka. Pendekatan ini mempunyai keuntungan, yaitu memudahkan pendidikan
mengefisiensikan akomodasi dan sumber-sumber peralatan, serta mempermudah
jadwal yang efektif oleh para staf.
Kelemahannya, keberhasilan belajar murid
tergantung keterampilan dan kemampuan guru serta bahan dan materi yang
dibawakannya. Kondisi ini hanya menguntungkan apabila pengajar sangat
berpengalaman dan berbakat. Kelemahan lainnya, proses belajar terikat pada
suatu jadwal yang kaku dan akan menyulitkan murid apabila suatu saat tidak
dapat mengikuti pelajaran karena tidak mendapat pengulangan yang memadai.
Pendekatan kedua, adalah proses
belajar-mengajar dengan menekankan ciri-ciri dan kebutuhan murid secara
individual. Dalam hal ini guru hanya sebagai penunjang. Keuntungannya,
pendekatan ini memungkinkan murid belajar dan memperoleh kesempatan yang luas
sesuai dengan kemampuan masing-masing. Kelemahannya, bila murid pasif dalam
belajar karena sistem ini menuntut kesiapan yang tinggi dari para murid.
Dengan membandingkan kedua pendekatan di atas,
langkah yang tepat bagi lembaga pendidikan di Indonesia adalah melaksanakan
sistem pendidikan dengaan orientasi kepada guru. Pendekatan ini didasarkan
kenyataan, bahwa murid-murid lembaga pendidikan di Indonesia pada umumnya
terdiri atas berbagai latar belakang yang berbeda. Namun, secara umum, tingkat kemampuaan
menangkap pelajaran rata-rata dianggap sama.
Untuk mengeliminasi kelemahan pendekatan yang
berorientasi pada guru, diperlukan peningkatan hubungan guru dan murid. Dalam
hal ini, ada semacam mitos yang berlaku di kalangan pendidikan. Seorang guru
yang baik harus memenuhi persyaratan antara lain, bersikap tenang, tidak pernah
berteriak, dan tidak menunjukkan emosi yang tinggi. Guru yang baik tidak pernah
berprasangka buruk, tidak pernah membedakan anak atas dasar suku, ras, atau
jenis kelamin. Guru yang baik menerima semua anak dengan pandangan yang sama,
tidak pernah punya favorit dan tidak pilih kasih.
Seorang guru dituntut untuk lebih mengerti,
lebih memiliki ilmu pengetahuan, dan lebih sempurna daripada orang-orang pada
umumnya. Kekeliruan anggapan ini memaksa guru melampaui sifat-sifat
manusiawinya. Guru dituntut melakukan hal-hal yang tidak mungkin dilakukan.
Namun rupanya patokan ini pun memperoleh dukungan dari kalangan guru sendiri,
sehingga pada masing-masing guru telah terpola model guru yang ideal.
Dengan menganggap patokan tersebut sebagai
norma, justru hubungan guru dan murid akan terganggu. Guru tidak perlu
mengambil jarak terlalu jauh sehingga hubungan guru dan murid tak berfungsi.
Jadi, yang diharapkan sebetulnya adalah guru harus bersikap realistis untuk
menilai dirinya dalam hubungannya dengan murid. Ia harus menyadari
kekurangan-kekurangannya.
Memberikan penekanan pada hubungan guru dan
murid berarti memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk saling
berkomunikasi secara wajar dan tidak terpaku pada patokan-patokan yang sangat
ideal yang hampir tidak mungkin tercapai.
Menurut Finn (1972), yang menjadi ciri-ciri konsep sistem dalam teknologi pendidikan adalah mengoordinasikan orang-mesin-informasi, adanya informasi untuk pengendalian, analisis yang menyeluruh dan perencanaan jangka panjang.
Menurut Finn (1972), yang menjadi ciri-ciri konsep sistem dalam teknologi pendidikan adalah mengoordinasikan orang-mesin-informasi, adanya informasi untuk pengendalian, analisis yang menyeluruh dan perencanaan jangka panjang.
Hobban (1960), menekankan perlunya konsep
sistem dalam pendidikan. Kegunaan konsep sistem adalah gagasan adanya :
a) Komponen
dalam system
b) Integrasi
diantara komponen
c) Peningkatan
efisiensi system
Perkembangan konsep sistem dan
teknik-tekniknya seperti pendekatan sistem dan analisis sistem, membawa
pengaruh lebih lanjut dibidang teknologi pendidikan. Pendekatan sistem menurut
Heinich (1965), memerlukan pengkajian seluruh proses dengan menyadari adanya
saling hubungan dalam dan antara komponen, mempunyai tujuan tertentu, berjalan
melalui tahapan yang diperlukan, serta menilai hasil akhir apakah sesuai dengan
tujuan dan memperbaikinya bila belum sesuai. Konsepsi ini paling tidak
mempengaruhi perkembangan bidang teknologi pendidikan dengan konsep sebagai
berikut:
a) Teknologi Pendidikan merupakan
suatu proses bukan produk
b) Teknologi Pendidikan menerapkan
pendekatan sistem untuk pembelajaran dengan melakukan analisis, pengembangan,
dan evaluasi
c) Teknologi Pendidikan
mengintegrasikan sumber insani dan non-insani
d) Kegiatan analisis, pengembangan dan
evaluasi memerlukan sumber insani yang dipersiapkan/ mempunyai tanggung jawab
khusus.
e) Teknologi Pendidikan lebih dari
sekadar jumlah komponen-komponen melainkan kombinasi fungsi dan sumber dalam
proses yang sistematis dan menghasilkan sesuatu yang baru-yang tidak dapat
dihasilkan oleh masing-masing komponen secara terpisah.
1.
6. Perkembangan Landasan Teori dan Konsep Sistem
Teknologi Pendidikan.
Perkembangan konsep teknologi pendidikan
tersebut diawali dengan adanya alat peraga yang digunakan oleh tiap-tiap guru
secara individual dalam rangka kegiatan pembelajarannya. Kemudian disediakannya
berbagai media pengajaran oleh lembaga yang khusus membuat tugas pembuatan dan
penyediaan media (seperti yang dilakukan oleh TAC). Para guru diharapkan
menggunakan media yang tersedia sebagai bagian integral dari program belajar
mengajar.
Perkembangan kemudian masih terbatas dalam lingkup
pendidikan sekolah, namun teknologi pendidikan tak hanya berupa media, tapi
juga berbagai strategi yang diperlukan agar siswa belajar aktif. Namun dengan
demikian, pertimbangan bahwa belajar itu terjadi dimana saja, kapan saja, serta
oleh siapa dan apa saja, maka konsep pendidikan disekolah harus diperluas,
hingga lingkungan luar sekolah termasuk dilembaga masyarakat, lembaga
pelatihan, lembaga kerja, lembaga ibadah, bahkan oleh pribadi. Sedang
kegiatannya dapat berupa teknologi pembelajaran atau teknologi kinerja.
1.
7. Aplikasi Landasan Teori dan Konsep Sistem
Teknologi Pendidikan.
Konsep-konsep yang telah ditumbuhkan melalui
program pendidikan dan penelitian, kemudian diadaptasi dan disesuaikan dengan
kondisi lingkungan. Meskipun demikian, gagasan dan rujukan yang terkandung
dalam istilah teknologi pendidikan atau teknologi pembelajaran dapat
dipertahankan yaitu : agar setiap orang mampu mengembangkan diri secara optimal
dengan memperoleh kesempatan belajar melalui berbagai proses dan sumber dengan
rujukan : proses yang sistemik dan sistematis, aneka sumber yang dikembangkan
dan atau digunakan untuk belajar; bertolak dari berbagai teori yang relevan dan
kenyataan empiris; adanya nilai tambah dalam mencapai tujuan kegiatan; bersifat
inovatif karena harus menyesuaikan dengan perkembangan pengeahuan dan kebutuhan
: dan ditambah dengan pendekatan isomeristik yang menggabungkan berbagai
pemikiran atau disiplin keilmuan.
Perkembangan terminologi dalam bidang
teknologi pendidikan bahkan telah menjadi bagian integral dalam sistem
pendidikan. Jelaslah bahwa konsep teknologi pendidikan telah tumbuh dan
berkembang di Indonesia. Namun ibarat tanaman yang telah tumbuh dan berkembang,
tetapi tidak dirawat, dipupuk, dan diremajakan, maka tanaman itu akan dapat mati,
demikian juga dengan konsep dari teknologi pendidikan ini.
Apabila kita konsekuen terhadap upaya
memprofesionalkan pekerjaan guru maka filsafat pendidikan merupakan landasan
berpijak yang mutlak. Artinya, sebagai pekerja professional, tidaklah cukup bila
seorang guru hanya menguasai apa yang harus dikerjakan dan bagaimana
mengerjakannya. Kedua penguasaan ini baru tercermin kompetensi seorang tukang.
Disamping penguasaan terhadap apa dan
bagaimana tentang tugasnya, seorang guru juga harus menguasai mengapa ia
melakukan setiap bagian serta tahap tugasnya itu dengan cara tertentu dan bukan
dengan cara yang lain. Jawaban terhadap pertanyaan mengapa itu menunjuk kepada
setiap tindakan seorang guru didalam menunaikan tugasnya, yang pada gilirannya
harus dapat dipulangkan kepada tujuan-tujuan pendidikan yang mau dicapai, baik
tujuan-tujuan yang lebih operasional maupun tujuan-tujuan yang lebih abstrak.
Oleh karena itu maka semua keputusan serta perbuatan instruksional serta
non-instruksional dalam rangka penunaian tugas-tugas seorang guru dan tenaga
kependidikan harus selalu dapat dipertanggung-jawabkan secara pendidikan (tugas
professional, pemanusiaan dan civic) yang dengan sendirinya melihatnya dalam
perspektif yang lebih luas dari pada sekedar pencapaian tujuan-tujuan
instruksional khusus, lebih-lebih yang dicekik dengan batasan-batasan
behavioral secara berlebihan.
Pendidik dan subjek didik melakukan
pemanusiaan diri ketika mereka terlihat di dalam masyarakat profesional yang
dinamakan pendidikan itu; hanyalah tahap proses pemanusiaan itu yang berbeda,
apabila diantara keduanya, yaitu pendidik dan subjek didik, dilakukan
perbandingan. Ini berarti kelebihan pengalaman, keterampilan dan wawasan yang
dimiliki guru semata-mata bersifat kebetulan dan sementara, bukan hakiki. Oleh
karena itu maka kedua belah pihak terutama harus melihat transaksi personal itu
sebagai kesempatan belajar dan khusus untuk guru dan tenaga kependidikan,
tertumpang juga tanggungjawab tambahan menyediakan serta mengatur kondisi untuk
membelajarkan subjek didik, mengoptimalkan kesempatamn bagi subjek didik untuk
menemukan dirinya sendiri, untuk menjadi dirinya sendiri (Learning to Be, Faure
dkk, 1982). Hanya individu-individu yang demikianlah yang mampu membentuk
masyarakat belajar, yaitu masyarakat yang siap menghadapi perubahan-perubahan
yang semakin lama semakin laju tanpa kehilangan dirinya. Apabila demikianlah
keadaannya maka sekolah sebagai lembaga pendidikan formal hanya akan mampu
menunaikan fungsinya serta tidak kehilangan hak hidupnya didalam masyarakat,
kalau ia dapat menjadikan dirinya sebagai pusat pembudayaan, yaitu sebagai
tempat bagi manusia untuk meningkatkan martabatnya. Dengan perkataan lain,
sekolah harus menjadi pusat pendidikan. Menghasilkan tenaga kerja, melaksanakan
sosialisasi, membentuk penguasaan ilmu dan teknologi, mengasah otak dan
mengerjakan tugas-tugas persekolahan, tetapi yang paling hakiki adalah
pembentukan kemampuan dan kemauan untuk meningkatkan martabat kemanusiaan
seperti telah diutarakan di muka dengan menggunakan cipta, rasa, karsa dan
karya yang dikembangkan dan dibina.
Perlu digarisbawahi di sini adalah tidak
dikacaukannya antara bentuk dan hakekat. Segala ketentuan prasarana dan sarana
sekolah pada hakekatnya adalah bentuk yang diharapkan mewadahi hakekat proses
pembudayaan subjek didik. Oleh karena itu maka gerakan ini hanya berhenti pada
“penerbitan” prasarana dan sarana sedangkan transaksi personal antara subjek
didik dan pendidik, antara subjek didik yang satu dengan subjek didik yang lain
dan antara warga sekolah dengan masyarakat di luarnya masih belum dilandasinya,
maka tentu saja proses pembudayaan tidak terjadi. Seperti telah diisyaratkan
dimuka, pemberian bobot yang berlebihan kepada kedaulatan subjek didikakan
melahirkan anarki sedangkan pemberian bobot yang berlebihan kepada otoritas
pendidik akan melahirkan penjajahan dan penjinakan. Kedua orientasi yang
ekstrim itu tidak akan menghasilkan pembudayaan manusia.
Tidaklah berlebihan kiranya bila dikatakan
bahwa di Indonesia kita belum punya teori tentang pendidikan guru dan tenaga
kependidikan. Hal ini tidak mengherankan karena kita masih belum saja
menyempatkan diri untuk menyusunnya. Bahkan salahsatu prasaratnya yaitu teori
tentang pendidikan sebagimana diisyaratkan pada bagian-bagian sebelumnya, kita
masih belum berhasil memantapkannya. Kalau kita terlibat dalam berbagi kegiatan
pembaharuan pendidikan selama ini maka yang diperbaharui adalah pearalatan
luarnya bukan bangunan dasarnya.
Dalam memetakan masalah pendidikan maka perlu
diperhatikan realitas pendidikan itu sendiri yaitu pendidikan sebagai sebuah
subsistem yang sekaligus juga merupakan suatu sistem yang kompleks. Gambaran
pendidikan sebagai sebuah subsistem adalah kenyataan bahwa pendidikan merupakan
salah satu aspek kehidupan yang berjalan dengan dipengaruhi oleh berbagai aspek
eksternal yang saling terkait satu sama lain.
Aspek politik, ekonomi, sosial-budaya,
pertahanan-keamanan, bahkan ideologi sangat erat pengaruhnya terhadap
keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan, begitupun sebaliknya. Sedangkan
pendidikan sebagai suatu sistem yang kompleks menunjukan bahwa pendidikan di
dalamnya terdiri dari berbagai perangkat yang saling mempengaruhi secara
internal, sehingga dalam rangkaian input-proses-output pendidikan, berbagai
perangkat yang mempengaruhinya tersebut perlu mendapatkan jaminan kualitas yang
layak oleh berbagai stakeholder yang terkait.
Dalam kaitan pendidikan sebagai suatu sistem,
maka aplikasi pendidikan yang saat ini tengah berkembang diantaranya Sistem
Informasi Manajemen Sekolah ini menjadi 8 sub-sistem yaitu :
1) Sistem
Informasi Profil (Portal Sekolah) : yang nantinya akan berisi Profil Sekolah,
Visi, Misi, Fasilitas, program-program, Berita/Artikel, kegiatan/agenda,
informasi kesiswaan, forum, galeri foto, dan buku tamu.
2) Sistem
Informasi Personalia : yang berisi Data Guru dan Staf untuk mengelola informasi
penting tentang tenaga pengajar maupun staf yang terdaftar di sekolah, seperti
biodata, pangkat, jabatan, alamat, status bekerja, jam kerja, riwayat pendidikan,
riwayat karir, riwayat pelatihan, tingkat kehadiran, info gaji dan lain-lain
3) Sistem
Informasi Sarana dan Prasarana : berisi mengenai Manajemen Aset sekolah mulai
dari penomoran aset, lokasi aset, penggunaan aset dan jumlah asset
4) Sistem
Informasi Keuangan : akan berisi data pembayaran biaya pendidikan siswa,
seperti SPP, uang pembangunan, dan biaya-biaya lain. Data pembayaran tersebut
akan ditampilkan dalam format laporan yang akan memudahkan pihak sekolah dalam
melakukan pemeriksaan dan evaluasi, seperti :
·
Laporan siswa yang belum dan sudah melakukan
pembayaran.
·
Laporan-laporan yang berkenaan dengan honor
guru/karyawan.
5) Sistem
Informasi Siswa : akan berisi data Penerimaan Siswa Baru, Biodata siswa,
Pengelolaan Kenaikan Kelas Siswa (manual maupun otomatis), Pengelolaan
Kelulusan/Alumni, Pencetakan Kartu Siswa, dan Pengelolaan Kedisiplinan Siswa
6) Sistem
Informasi Akademik : berisi Pengelolaan Kurikulum, Penjadwalan Satuan
Pengajaran, Pengelolaan Nilai Akademik Siswa dan Laporan Hasil Studi Siswa, dan
Presensi Siswa dalam kegiatan PBM
7) Sistem
Informasi Perpustakaan : berisi Pengelolaan buku, Pengelolaan anggota,
Transaksi peminjaman dan pengembalian buku, dan Manajemen Arsip Digital
8) Sistem
E-Learning : berisi Proses pendidikan menggunakan sistem online maupun intranet
bagi siswa dan guru berupa modul sekolah, tanya-jawab, kuis online, maupun
tugas-tugas.
1.
Penutup
Macam-Macam Landasan Teori dalam Teknologi Pendidikan adalah:
Macam-Macam Landasan Teori dalam Teknologi Pendidikan adalah:
·
Landasan Teori dalam llmu Perilaku.
·
Landasan Teori dalam llmu Komunikasi.
·
Landasan Teori dalam ilmu Sosiologi.
·
Landasan Teori dalam Ilmu Filsafat.
·
Landasan Teori dari Disiplin Lain.
Kegunaan konsep sistem adalah gagasan adanya :
·
Komponen dalam system.
·
Integrasi diantara komponen.
·
Peningkatan efisiensi system.
Konsep sistem teknologi pendidikan yaitu :
·
Teknologi Pendidikan merupakan suatu proses
bukan produk
·
Teknologi Pendidikan menerapkan pendekatan
sistem untuk pembelajaran dengan melakukan analisis, pengembangan, dan evaluasi
·
Teknologi Pendidikan mengintegrasikan sumber
insani dan non-insani
·
Kegiatan analisis, pengembangan dan evaluasi
memerlukan sumber insani yang dipersiapkan/ mempunyai tanggung jawab khusus
·
Teknologi Pendidikan lebih dari sekadar jumlah
komponen-komponen melainkan kombinasi fungsi dan sumber dalam proses yang
sistematis dan menghasilkan sesuatu yang baru-yang tidak dapat dihasilkan oleh
masing-masing komponen secara terpisah.
Jelaslah bahwa konsep teknologi pendidikan
telah tumbuh dan berkembang di Indonesia. Namun ibarat tanaman yang telah
tumbuh dan berkembang, tetapi tidak dirawat, dipupuk, dan diremajakan, maka
tanaman itu akan dapat mati, demikian juga dengan konsep dari teknologi
pendidikan ini.
Referensi
Miarso,
Yusufhadi. 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta : Kencana
Prenada Media Group.
Prawiradilaga,
Dewi Salma dan Eveline Siregar. 2007. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta : Universitas Negeri Jakarta.
Seels,
Barbara B dan Richey, Rita C. 1994. Teknologi Pembelajaran Definis dan Kawasannya. Jakarta : Universitas Negeri Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar