Keutamaan Shaf-Shaf Pertama
Shalat berjama’ah di
shaf-shaf terdepan, terutama shaf-shaf pertama, memiliki keutamaan yang
sangat banyak. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam telah menjelaskan
hal itu dalam sejumlah hadist, diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari dari Abu Hurairah
radhiallahu anhu bahwa Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Seandainya
manusia mengetahui pahala yang terdapat pada adzan dan shaf pertama,
kemudian mereka tidak mendapatkannya kecuali dengan melakukan undian,
niscaya mereka akn melakukan undian.” (HR. Bukhari)
Al
Hafizh Ibnu hajar al Asqalani rahimahullah mengatakan,” Abu asy Syaikh
menambahkan dalam riwayatnya dari jalan al A’raj, dari Abu Hurairah
radhiallahu anhu:
‘Berupa kebaikan dan keberkahan.’”(Fathul Baari II/96)
Ath
Thayyibi memberikan ta’liq (komentar) atas hadits yang mulia ini, “Nabi
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tidak menjelaskan keutamaannya, hal ini
menunjukkan kepada sesuatu yang sangat mendalam dan termasuk sesuatu
yang tidak dapat disifati. Demikian pula penggambaran keadaan perlombaan
dengan undian di dalamnya, merupakan sesuatu yang mendalam. Karena ini
tidak terjadi kecuali pada sesuatu yang diperlombakan oleh orang-orang
yang saling berlomba.” (Dinukil dari Syarh al Kirmaani li Shahiih al Bukhari V/16)
1. Shaff-shaff pertama seperti shaffnya Malaikat
Imam Abu
Dawud meriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab radhiallahu anhu, ia mengatakan
bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Sesungguhnya
shaf pertama seperti shaffnya Malaikat. Seandainya kalian mengetahui
keutamaannya, niscaya kalian berlomba-lomba kepadanya.” (HR.Abu Dawud, Ahmad)
Syaikh
Ahmad Abdurrahman al Banna berkata ketika menjelaskan sabdaya:”Seperti
shaff Malaikat” “Yakni dalam hal kedekatan kepada Allah Ta’ala, turunnya
rahmat, kesempurnaan, dan kelurusannya.” (Buluughul Amaani min Asraaril Fat-h ar Rabbani V/171)
2. Allah dan Malaikat-Nya bershalawat kepada shaff-shaff terdepan
Dalam
hadits riwayat Imam Ahmad dari Abu Umamah radhiallahu anhu, ia
mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Sesungguhnya
Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat kepada shaff pertama. “ Mereka
(para sahabat) berkata,”Wahai Rasulullah, dan juga kepada shaff kedua?”
Beliau menjawab,” Sesunguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat
kepada shaff pertama.” Mereka berkata,” Wahai Rasulullah, dan juga
kepada shaff kedua?” Beliau menjawab,” Dan kepada shaff kedua.” (HR. Ahmad, di hasankan oleh Syaikh al Albani)
Makna
shalawat Allah atas mereka-sebagaimana dikatakan oleh Imam ar Raghib al
Ashfahani-bahwasanya Allah menyucikan mereka. Sedangkan yang dimaksud
dengan shalawat Malaikat-sebagaimana dinyatakan oleh Imam al Ashfahani-
adalah do’a dan istighfar. (Al-Mufradaat fii Ghariibil Qur’an, topic ash shalah, hal 285)
Allahu
Akbar! Betapa bahagianya orang yang berada di shaff terdepan dalam
shalat berjama’ah lalu Allah menyucikannya dan para Malaikat mendo’akan
serta memohonkan ampunan untuknya! Ya Allah! Masukkanlah kami ke dalam
golongan mereka.
3. Nabi yang mulia Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bershalawat (memohonkan ampun) kepada shaff pertama dan kedua
Imam an Nasa-i meriwayatkan dari al ‘Irbadh bin Sariyah radhiallahu anhu, dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:
“Bahwa beliau bershalawat kepada shaff pertama sebanyak tiga kali dan kepada shaff kedua satu kali.” (HR. an Nasa-i, dishahihkan oleh Syaikh al Albani)
Makna
bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bershalawat sebanyak tiga
kali-sebagaimana dikatakan oleh al ‘Allamah as Sindi- bahwa beliau
mendo’akan mereka agar mendapatkan rahmat dan memohonkan ampunan untuk
mereka sebanyak tiga kali. (Lihat Haasyiyah al Imam as Sindi II/93)
Betapa
bahagianya orang yang dido’akan dan dimohonkan ampunan oleh kekasih Rabb
semesta alam dan manusia pertama dan terakhir yang paling mulia
bagi-Nya. Shalawat dan salam senantiasa terlimpah atasnya.
Keutamaan Shaff-Shaff Sebelah Kanan
Imam Abu
Dawud dan Ibnu Majah meriwayatkan dari ‘Aisyah radhiallahu anha, ia
mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat kepada shaff-shaff sebelah kanan.” (HR. Adu Dawud dan Ibnu Majah, hadits ini di hasankan oleh al Mundziri dan Ibnu Hajar)
Para
sahabat radhiallahu anhum senang berada disebelah kanan Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam ketika shalat di belakang beliau. Imam Abu
Dawud meriwayatkan dari al-Barra’ radhiallahu anhu, ia mengatakan:
“Jika
kami shalat di belakang Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, maka
kami senang (jika) berada disebelah kanan beliau, lalu beliau
menghadapkan wajahnya kepada kami.” (HR. Abu Dawud, di shahihkan oleh Syaikh al Albani)
Al
‘Allamah Muhammad Syamsul Haqq memberikan ta’liq (komentar) atas
penuturan al Barra’ radhiallahu anhu,”Karena shaff bagian kanan lebih
utama dank arena Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menghadapkan wajahnya
kepada kami ketika salam pertama sebelum menghadap orang yang berada di
sebelah kirinya.” (‘Aunul Ma’buud II/322-323)
Allah Ta’ala Kagum Terhadap Shalat Berjama’ah
Imam
Ahmad meriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma, ia
mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam
bersabda:
‘Sesungguhnya Allah benar-benar kagum terhadap shalat berjama’ah.’” (HR. Ahmad, Syaikh Ahmad Syakir mengatakan, “Sanadnya hasan.”)
Keutamaan Mengucapkan “Aamiin” Bersama Imam
Imam al Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Jika
imam mengucapkan :’Ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladhdhaalliin’ maka
ucapkanlah:’Aaamiin.’ Karena, barangsiapa yang ucapannya menyelarasi
ucapan Malaikat, maka diampuni dosanya yang telah lalu.’”(HR. Bukhari)
Bukan
hanya dosanya yang telah lalu saja yang diampuni oleh Allah Ta’ala
bahkan do’a orang-orang yang mengucapkan Aamiin dalam shalat berjama’ah
akan dikabulkan. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Musa al Asy’ari
radhiallahu anhu, ia mengatakan,” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam
berkhutbah kepada kami, lalu beliau menjelaskan Sunnah dan mengajarkan
shalat kepada kami dengan sabdanya:
‘Jika
kalian shalat, maka luruskanlah shaff-shaff kalian, kemudian hendaklah
salah seorang dari kalian menjadi imam kalian. Jika ia bertakbir, maka
bertakbirlah. Jika ia mengucapkan: ’Ghairil maghdhuubi ‘alaihim
waladhdhaalliin’ , ucapkanlah: ’Aamiin’, maka Allah mengabulkan (untuk) kalian.” (HR. Muslim)
Betapa
besar pahala orang-orang yang mengucapkan “Aamiin” dalam shalat jama’ah!
Yaitu dikabulkan oleh Allah Yang Mahakuasa, Maha Menentukan, Yang Maha
Esa, lagi bergantung kepada-Nya seluruh makhluk.
Pengampunan Dosa bagi Siapa yang Shalat Berjama’ah Setelah Menyempurnakan Wudhu’
Imam
Muslim meriwayatkan dari ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu anhu, ia
mengatakan,”Aku mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam
bersabda:
‘Barangsiapa
yang berwudhu’ dengan sempurna, kemudian berjalan untuk mengerjakan
shalat fardhu lalu mengerjakannya bersama orang-orang atau bersama
jama’ah atau di masjid, maka Allah mengampuni dosa-dosanya.’” (HR. Muslim)
Keutamaan Shalat Berjama’ah Dibandingkan Shalat Sendirian
Imam
Bukhari meriwayatkan dari Abu Sa’id al Khudri radhiallahu anhu bahwa ia
mendengar Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Shalat berjama’ah itu lebih utama 25 derajat dibandingkan shalat sendirian.” (HR. Bukhari)
Disebutkan
dalam sebuah riwayat bahwa ia lebih utama 27 derajat. Imam al Bukhari
meriwayatkan dari ‘Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma bahwa Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Shalat berjama’ah itu lebih utama 27 derajat dibandingkan shalat sendirian.” (Ibid II/131, no.645)
Para
Ulama-semoga Allah membalas mereka dengan kebaikan-telah mengkompromikan
di antara dua riwayat yang menyebutkan 25 dan 27, dengan berbagai sudut
pandang. Barangkali tinjauan terbaik bahwa keutamaan itu berbeda-beda
tergantung perbedaan keadaan orang-orang shalat. Terkadang shalat
sesorang mendapatkan 25 derajat, dan sebagian lainnya mendapatkan 27
derajat, tergantung kesempurnaan shalat, ia memelihara tata caranya,
kekhusyu’annya, banyaknya (jumlah) jama’ahnya, keutamaan mereka,
kemuliaan tempat dan sejenisnya. Wallaahu a’lam bish shawaab.
Sebagian
ulama menyebutkan faktor-faktor yang menyebabkan derajat-derajat
tersebut, di antaranya adalah al Hafizh Ibnu Hajar yang menyatakan,”Aku
telah memperbaiki apa yang telah aku kumpulkan tentangnya, dan aku telah
membuang apa yang tidak dikhususkan dengan shalat berjama’ah.” (Fathul Baari II/133).
Sebab-sebab yang disebutkan oleh al Hafizh Ibnu Hajar adalah sebagai berikut:
1. Menjawab mu-adzin dengan niat shalat berjama’ah.
2. Bersegera kepadanya di awal waktu.
3. Berjalan ke masjid dengan tenang.
4. Masuk masjid dengan berdo’a.
5. Shalat Tahiyyatul Masjid ketika memasukinya.
6. Menunggu shalat berjama’ah.
7. Malaikat bershalawat (berdo’a) dan memohon ampunan untuknya.
8. Malaikat bersaksi untuknya.
9. Menjawab iqamat.
10. Selamat dari syaitan ketika melarikan diri pada saat iqamat.
11.
Berdiri untuk menunggu imam melakukan takbiratul ihram, atau memulai
bersamanya dalam keadaan apapun yang dilihatnya pada shalat itu.
12. Demikian pula mengikuti takbiratul ihram (bersama imam).
13. Meluruskan shaff dan mengisi shaff yang masih kosong.
14. Menjawab imam ketika mengucapkan:”Sami’allaahu liman hamidah,” (dengan mengucapkan:”Rabbanaa wa lakal hamdu…”).
15. Pada umumnya aman dari kelalaian, dan mengingatkan imam ketika lalai dengan tasbih atau memberitahukan kepadanya.
16. Pada umumnya memperoleh kekhusyu’an dan selamat dari kelalaian.
17. Pada umumnya memperbaiki keadaan.
18. Diliputi oleh pada Malaikat.
19. Berlatih mentajwidkan bacaan al Qur’an dan mempelajari rukun-rukun serta hal-hal lainnya.
20. Menampakkan syi’ar-syi’ar Islam.
21.
Menjdikan syaitan murka dengan cara berkumpul untuk beribadah, tolong
menolong dalam ketaatan, dan memberi semangat orang yang
bermalas-malasan.
22. Selamat dari sifat munafik dan berburuk sangka kepada selainnya bahwa ia sebenarnya ia sebenarnya meninggalkan shalat.
23. Mengucapkan salam setelah imam berkata salam.
24.
Memetik manfaat dari berkumpulnya mereka atas do’a dan dzikir, serta
kembalinya keberkahan orang yang sempurna atas orang yang tidak
sempurna..
25. Tegaknya sistem persatuan di antara tetangga dan keakraban mereka terealisir pada waktu-waktu shalat. (Lihat Fathul Baari II/133-134)
Kemudian,
al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan, ”Inilah 25 perkara yang pada
masing-masing darinya terdapat perintah atau anjuran khusus tentangnya.
Dan tersisa darinya dua hal yang khusus pada shalat yang di jaharkan,
yaitu diam dan mendengarkan bacaan imam, dan ta’min (mengucapkan amin)
bersama imam agar menyelarasi ta’min Malaikat.” (Ibid II/134).
Shalat Berjama’ah Dapat Melindungi Hamba dari Gangguan Syaitan
Imam Ahmad meriwayatkan dari Muadz bin Jabal Radhiallahu anhu bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Syaitan
adalah serigala pemangsa manusia sebagaimana serigala pemangsa kambing
yang menangkap kambing yang jauh lagi sendirian. Oleh karena itu
janganlah bercerai-berai, dan tetaplah berjama’ah bersama orang-orang
dan masjid.” (HR. Ahmad,Syaikh Ahmad Abdurramah al Banna mengatakan, ”Diriwayatkan oleh Abdur Razzaq dan sanadnya jayyid (bagus)”).
Yakni
bahwa syaitan itu merusak dan membinasakan manusia dengan godaannya
sebagaimana serigala yang merusak jika ia menangkap seekor kambing. (Buluughul Amaani V/175-176).
Tetaplah
berjama’ah artinya, Yakni tetaplah pada apa yang dianut oleh jama’ah
Ahlus Sunnah dalam segala hal, diantaranya adalah berjama’ah dalam
shalat. (Ibid, V/176).
Bertambahnya Keutamaan Shalat Berjama’ah dengan Bertambahnya Jumlah Jama’ah Shalat
Imam Abu
Dawud meriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab radhiallahu anhu, ia mengatakan
bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Sesungguhnya
shalat seseorang bersama orang lain lebih baik daripada shalat
sendirian. Shalat bersama dua orang itu lebih baik daripada shalat
bersama seseorang. Dan jumlah yang lebih banyak, maka hal itu lebih
disukai oleh Allah ‘Azza wa Jalla.” (HR. Abu Dawud dan an Nasa-i)
Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjelaskan dalam hadits lainnya bahwa
derajat orang-orang yang shalat dengan berjama’ah itu lebih baik dan
lebih utama daripada shalatnya orang-orang yang jumlahnya berkali-kali
lipat lebih banyak (dibandingkan mereka) bila mereka shalat
sendir-sendiri. Imama al Bazzar meriwayatkan dari Qabbats bin Asyim al
Laitsi radhiallahu anhu, ia mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Dua
orang yang mengerjakan shalat yang salah seorang dari keduanya menjadi
imam bagi sahabatnya, lebih baik disisi Allah daripada empat orang yang
mengerjakan shalat dengan sendiri-sendiri. Empat orang mengerjakan
shalat yang diimami oleh salah seorang dari kalian itu lebih baik disisi
Allah daripada delapan orang yang mengerjakan shalat dengan
sendiri-sendiri. Delapan orang yang mengerjakan shalat yang diimami oleh
salah seorang dari mereka, lebih baik di sisi Allah daripada seratus
orang yang mengerjakan shalat dengan sendiri-sendiri.” (HR.
al Bazzar,Al Hafizh al Mundziri mengatakan,” Diriwayatkan oleh al
Bazzar dan ath Thabrani dengan sanad laa ba’sa bihi (tidak mengapa))
Dua Kebebasan bagi Siapa yang Shalat Selama 40 Hari dengan Mendapatkan Takbiratul Ihram (Bersama Imam)
Imam at
Tirmidzi meriwayatkan dari Anas bin Malik radhiallahu anhu, ia
mengatakan, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Barangsiapa
yang shalat selama 40 hari secara berjama’ah dengan mendapatkan
Takbiratul Ihram, maka ditulis untuknya dua kebebasan, yaitu kebebasan
dari api Neraka dan kebebasan dari sifat munafik.” (HR.at Tirmidzi,dan dihasankan oleh Syaikh al Albani).
Al
Allamah ath Thayyibi menjelaskan hadits ini,”Ia dilindungi di dunia ini
dari melakukan perbuatan kemunafikan dan diberi taufiq untuk melakukan
amalan kaum ikhlas. Sedangkan di akhirat, ia dilindungi dari adzab yang
ditimpakan kepada orang munafik, dan diberi kesaksian bahwa ia bukan
seorang munafik. Yakni jika kaum munafik melakukan shalat, maka mereka
shalat dengan bermalas-malasan. Dan keadaannya ini berbeda dengan
keadaan mereka.” (Dinukil dari Tuhfatul Ahwadzi I/201).
Keutamaan Shalat ‘Isya, Subuh dan ‘Ashar Berjama’ah
Disamping
apa yang telah kami disebutkan dari keutamaan shalat berjama’ah, maka
tercantum pula dalam sebagian hadits yang menunjukkan bahwa melaksanakan
shalay ‘Isya’, Shubuh, dan ‘Ashar berjama’ah memiliki keutamaan dan
pahala yang besar. Tentang besarnya pahala shalat Isya’ dan Subuh
berjama’ah, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Seandainya
mereka mengetahui pahala yang terdapat dalam shalat al ‘Atamah (‘Isya’)
dan Shubuh, niscaya mereka mendatangi keduanya walaupun dengan
merangkak.” (HR. Asy Syaikhan dari Abu Hurairah)
Imam an
Nawawi memberikan ta’liq di atas hadits ini,”Hadits ini berisikan
anjuran yang sangat untuk menghadiri jama’ah dua shalat ini.” (Syarh an nawawi IV/158)
Berikut
ini adalah hadits-hadits yang menjelaskan tentang keutamaan shalat
‘Isya’, Shubuh dan ‘Ashar yang dilakukan secara berjama’ah.
1.
Shalat ‘Isya’ berjama’ah seperti qiyam (shalat) separuh malam, dan
shalat Shubuh dan ‘Isya’ berjama’ah seperti qiyamul lail sepanjang
malam.
Imam
Muslim meriwayatkan dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Umrah, ia mengatakan,
“Utsman bin Affan radhiallhu anhu masuk masjid setelah melaksanakan
shalat Maghrib, lalu ia duduk sendirian, kemudian aku duduk
mendekatinya, maka dia mengatakan,’Wahai keponakanku! Aku mendengar
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
‘Barangsiapa
yang melaksanakan shalat ‘Isya berjama’ah, maka ia seolah-olah
melaksanakan shalat separuh malam. Dan barangsiapa yang melaksanakan
shalat Shubuh dengan berjama’ah, maka ia seolah-olah melaksanakan shalat
sepanjang malam..’” (HR. Muslim)
Maksud
dari sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, ”Dan barangsiapa yang
melaksanakan shalat Shubuh dengan berjama’ah, maka ia seolah-olah
melaksanakan shalat sepanjang malam,” yakni siapa yang melaksanakan
shalat Shubuh berjama’ah setelah shalat ‘Isya’ berjama’ah, maka ia
seolah-olah melaksanakan shalat sepanjang malam.
Hal ini
ditegaskan dengan apa yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, Imam at
Tirmidzi dan Imam Ibnul Mundzir dari ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu
anhu, ia mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam
bersabda:
“Barangsiapa
yang melaksanakan shalat ‘Isya secara berjama’ah, maka ia seolah-olah
melakukan qiyam separuh malam. Dan barangsiapa yang melaksanakan shalat
‘Isya’ dan Shubuh secara berjama’ah, maka ia seperti melakukan qiyam
satu malam.” (HR. Abu Dawud,lafazh ini miliknya, dishahihkan oleh Syaikh al Albani)
Dan
disebutkan dari sebagian sahabat radhiallahu anhum, mereka berpendapat
bahwa melaksanakan shalat ‘Isya’ dan Shubuh secara berjama’ah itu lebih
utama dibandingkan shalat sepanjang malam. Imam Ibnu Abi Syaibah
meriwayatkan dari Amirul Mukminin Umar bin Khaththab radhiallahu anhu
bahwa di mengatakan, ”Sesungguhnya aku menunaikan shalat ‘Isya dan
shalat Shubuh secara berjama’ah itu lebih aku sukai daripada aku
menghidupkan malam (dengan qiyamul lail) di antara keduanya.” (Al Mushannaf, kitab ash Shalawaat, fit Takhalluf fil ‘Isyaa-i wal Fajri wa Fadhli Hudhuurihima I/333)
Amirul
Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu mengatakan,”Aku Shalat
Fajar dan ‘Isya yang terakhir dengan berjama’ah lebih aku sukai daripada
aku menghidupkan malam (dengan qiyamul lail) di antara keduanya.” (Ar Raudhun Nadhiir Syarh Majmuu’il Fiqhil Kabiir II/116)
Apakah shalat Shubuh berjama’ah lebih utama dari shalat ‘Isya’ berjama’ah?
Imam
Ibnu Khuzaimah meriwayatkan bahwa shalat Shubuh berjama’ah lebih utama
dari shalat ‘Isya’ berjama’ah. Ia menyebutkan dalam kitab Shahiihnya,
sebuah hadits dari ‘Utsman radhiallahu anhu, ia mengatakan bahwa
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
Barangsiapa
yang melaksanakan shalat ‘Isya’ secara berjama’ah, maka ia seperti
menunaikan shalat separuh malam dan siapa yang melaksanakan shalat
Shubuh secara berjama’ah, maka ia seperti menunaikan shalat satu malam.”(HR. Ibnu Khuzaimah)
Tentang
hal ini, al Hafizh al Mundziri memberikan taliq atas hadits Abu Dawud
(yg telah disebutkan), “ Lafazh yang diriwayatkan oleh Abu Dawud
menafsirkan dan menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
sabdanya:’Barngasiapa yang melaksanakan shalat Shubuh secara berjama’ah,
maka ia seolah-olah menunaikan shalat sepanjang malam,’ yakni siapa
yang melaksanakan shalat Shubuh dan ‘Isya’.’
Semua
jalan periwayatan hadits menegaskan hal itu, dan masing-masing dari
keduanya berkedudukan separuh malam, serta berkumpulnya keduanya
berkedudukan satu amalam.” (Mukhtashar Sunan Abi Dawud I/293, lihat juga Faidhul Qadir, alManawi IV/165 dan Tuhfatul Ahwadzi, al Mubarakfuri I/191)
2. Malaikat menyertai orang yang mula-mula (paling awal) pergi ke masjid.
Imam Abu
‘Ashim dan Imam Abu Nu’aim meriwayatkan dari Maitsam radhiallahu ‘anhu,
seorang sahabat Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Ia mengatakan, “Aku
mendapat kabar bahwa satu Malaikat pergi dengan membawa panjinya bersama
orang yang mula-mula (paling awal) pergi ke masjid. Malaikat tetap
membawa panji itu bersamanya hingga ia pulang, lalu membawanya masuk ke
rumahnya. Sedangkan syaitan membawa panjinya ke pasar bersama orang yang
mula-mula (paling awal) pergi. Syaitan terus membawa panji itu
bersamanya hingga dia pulang, lalu memasukkannya ke dalam rumahnya.” (Dinukil dari at Targhiib wat Tarhiib, Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan,”Sanad hadits ini mauquf shahih.”)
3.
Shalat Shubuh berjama’ah dicatat dalam shalatnya kaum yang berbakti,
dan orang-orang yang mengerjakannya dicatat sebagai utusan ar Rahmaan.
Diriwayatkan oleh Imam ath Thabani dari Abu Umamah radhiallahu ‘anhu dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, beliau bersabda:
“Barangsiapa
yang berwudhu’ kemudian pergi ke masjid, lalu shalat dua rakaat sebelum
Shubuh kemudian duduk hingga (dilakuannya) shalat Shubuh, maka
shalatnya pada hari itu dicatat sebagai shalaynya kaum yang berbakti dan
ia dicatat sebagai utusan ar Rahmaan.” (HR. ath Thabrani, dan dihasankan oleh Syaikh al Albani)
4. Orang yang shalat Shubuh dengan berjama’ah berada dalam jaminan Allah
Imam ath
Thabrani meriwayatkan dari Abu Bakrah radhiallahu ‘anhu, ia mengatakan
bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Siapa
yang melaksanakan shalat Shubuh berjama’ah, maka ia berada dalam
jaminan Allah. Barangsiapa yang membatalkan jaminan Allah, maka Allah
menyungkurkan wajahnya di dalam Neraka.” (HR. ath Thabrani)
Betapa
kuat dan mulianya jaminan ini! Jaminan Allah Yang Maha Esa, Mahakuasa,
Mahaperkasa, Mahatinggi lagi Maha Menentukan. Ya Allah, jangan halangi
kami untuk mendapatkannya
Al
‘Allamah ‘Abdurrahman al Mubarakfuri mengatakan dalam menjelaskan
sabdanya Shalallahu ‘Alaihi Wassalam,” Maka ia berada dalam jaminan
Allah,” yakni dalam jaminan dan keamanan-Nya di dunia dan akhirat.” (Tuhfatul Ahwaadzi I/192)
Sabda
Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, “Barangsiapa yang membatalkan
jaminan Allah, maka Allah menyungkurkan wajahnya di dalam neraka,”
menurut para ulama memiliki dua makna: Pertama, yang
dimaksud dengan “jaminan Allah” adalah shalat yang menyebabkan rasa
aman. Artinya, jangan meninggalkan shalat Shubuh berjama’ah dan jangan
meremehkannya, sehingga perjanjian yang terjalin antara kalian dengan
Rabb kalian menjadi batal, lalu Allah menyungkurkan wajah kalian di
dalam Neraka.
Kedua, siapa
yang shalat Shubuh berjama’ah, maka ia berada dalam jaminan Allah. Oleh
karena itu, janganlah kalian merintanginya dengan sesuatupun. Sebab,
jika kalian merintanginya, maka Allah menyungkurkan wajah kalian di
Neraka. (Lihat Faidhul Qadiir VI/164, AL ‘Allamah al Munawi)
5.
Orang yang shalat Shubuh berjama’ah mendapatkan pahala haji dan umrah,
jika ia duduk untuk berdzikir kepada Allah hingga matahari terbit,
kemudian shalat dua raka’at.
Di
antara hal yang juga menunjukkan keutamaan shalat Shubuh berjama’ah
adalah apa yang dijelaskan oleh orang yang berkata-kata dengan wahyu,
yaitu Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, bahwa barangsiapa yang
melakukan tiga amalan, maka ia mendapatkan pahala haji dan umrah. Ketiga
amal tersebut adalah:
a. Shalat Shubuh berjama’ah.
b. Duduk di masjid untuk berdzikir kepada Allah setelahnya hingga matahari terbit.
c. Melaksanakan shalat dua raka’at setelah matahari terbit.
Imam ath
Thabrani meriwayatkan dari Abu Umamah radhiallahu ‘amhu, ia mengatakan
bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Barangsiapa
melaksanakan shalat Shubuh berjama’ah, kemudian duduk untuk berdzikir
kepada Allah hingga matahari terbit, kemudian berdiri untuk menunaikan
shalat dua raka’at, maka ia mendapatkan pahala haji dan umrah.” (HR. ath Thabrani, Al Hafizh al Mundziri mengatakan,” Hadits ini diriwayatkan ole hath Thabrani dan sanadnya jayyid (bagus).”)
6.
Malaikat malam dan Malaikat siang berkumpul pada waktu Shubuh dan Ashar
serta mereka memohonkan ampun untuk orang-orang yang melaksanakan
keduanya dengan berjama’ah.
Adapun
tentang berkumpulnya mereka dalam shalat Shubuh, Imam al Bukhari
meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia mengatakan,”Aku
mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
‘Shalat
berjama’ah lebih utama 25 derajat daripada shalat yang engkau lakukan
sendirian, serta Malaikat malam dan Malaikat siang berkumpul pada waktu
shalat Shubuh.’”
Kemudian Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu mengatakan:
“Jika kalian suka, bacalah ‘Sesungguhnya shalat Shubuh itu disaksikan (para Malaikat).” (HR. Bukhari)
Adapun
mengenai berkumpulnya mereka pada waktu shalat Shubuh dan ‘Ashar, Imam
Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Mereka
datang rombongan demi rombongan di tengah kalian, yaitu Malaikat malam
dan Malaikat siang. Mereka berkumpul pada waktu shalat Shubuh dan shalat
‘Ashar. Kemudian mereka yang bertugas pada malam hari di tengah kalian
naik, lalu Rabb mereka bertanya kepada mereka, padahal Dia lebih
mengetahui tentang mereka (hamba-hambaNya),’Bagaimana kalian
meninggalkan hamba-hamba-Ku?’ Mereka menjawab, ‘Kami meninggalkan mereka
dalam keadaan shalat dan kami mendatangi mereka juga dalam keadaan
shalat.’” (HR. Muslim)
Imam an
Nawawi rahimahullah mengatakan, (ta’liq atas hadits ini), “Adapun
berkumpulnya mereka pada shalat Shubuh dan ‘Ashar, maka ini termasuk
belas kasih Allah terhadap hamba-hambaNya yang beriman dan kemurahan
untuk mereka. Yaitu menjadikan berkumpulnya para Malaikat di sisi mereka
dan berpisah dengan mereka pada waktu-waktu ibadah dan berkumpulnya
mereka dalam ketaatan kepada Rabb mereka. Sehingga para Malaikat
bersaksi untuk mereka dengan kebaikan yang mereka saksikan.” (Syarh an Nawawi V/133)
Adapun
istighfar Malaikat bagi siapa yang melaksanakan shalat Shubuh dan ‘Ashar
berjama’ah, disebutkan dalam riwayat Ibnu Khuzaimah: “Mereka
mengatakan,
‘Kami
mendatangi mereka dalam keadaan shalat dan kami meninggalkan mereka
juga dalam keadaan shalat; maka ampunilah mereka pada hari Pembalasan.’” (HR. Ibnu Khuzaimah, dan dishahihkan oleh Syiakh Albani)
Betapa
bahagianya orang yang dimintakan ampunan oleh para Malaikat Allah Yang
Maha Pemurah! Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam golongan mereka.
Aamiin, ya Rabbal ‘aalamiin.
0 komentar:
Posting Komentar